#49

71 14 0
                                    

Saat ini, Venka tengah termenung di halaman belakang kampusnya, dan hanya seorang diri saja. Karena sejak kemarin, Edvard tak lagi mengikutinya. Padahal, biasanya pria itu, selalu bersama dengan Venka, apalagi saat jam istirahat. Bahkan mereka sangat sering, menghabiskan waktu istirahat bersama, di halaman belakang kampus. Namun tidak dengan hari ini.


"Jadi, kau tidak akan pernah, jatuh cinta padaku?"

"Jatuh cinta pada Draz? Apakah mungkin, aku jatuh cinta pada hantu itu? Tapi, aku memang mulai merasa nyaman, saat berada di dekatnya. Bahkan, aku juga mulai takut, jika suatu saat ia menghilang, dan kembali ke alamnya" gumamnya, sambil menatap ke depan. Ya, saat ini ia memang sedang memikirkan kata-katanya Draz yang tadi malam.

Lalu ia pun menggaruk tengkuknya, yang sama sekali tidak gatal, dan berkata, "Argh! Mana mungkin, aku jatuh cinta padanya, meskipun ia begitu baik. Dan lagipula--"

"Venka, kok hanya sendirian saja?" ujar seorang gadis, sehingga membuat ucapannya, jadi terhenti.

Venka pun langsung menoleh ke arah sumber suara, dan dapat ia lihat, seorang gadis yang merupakan teman satu kelasnya, yang sedang berdiri, di sebelah kirinya, "I-Iya, aku memang hanya seorang diri saja. Memangnya kenapa?" tanyanya.

"Tidak apa-apa, dan bolehkah aku duduk di sebelahmu?" tanya gadis itu.

"Oh. . . Tentu saja boleh" jawab Venka, sambil mengganggukkan kepalanya, dan tersenyum kikuk.

Gadis itu pun hanya tersenyum saja, dan segera mendudukkan tubuhnya, di sebelahnya Venka. Lalu ia berkata, "Oh iya, tadi saat aku ke kantin, aku melihat Edvard, yang sedang duduk seorang diri, dan juga melamun. Dan aku pikir, ia sedang menunggu dirimu, karena biasanya, kalian selalu bersama-sama, tapi rupanya kau malah berada di sini".

Mendengar apa yang baru saja teman satu kelasnya katakan, membuat Venka langsung menoleh, dan mengerutkan dahinya, "Melamun? Dan hanya seorang diri saja?" tanyanya.

"Iya, ia sedang melamun, dan hanya seorang diri saja" jawab gadis itu, sambil mengganggukkan kepalanya.

Venka pun hanya terdiam, dan menatap ke depan, tanpa mengatakan apa-apa.

Melihat raut wajahnya Venka, membuat gadis itu mengerutkan dahinya, dan berkata, "Venka, kau pasti sedang bertengkar dengan Edvard, ya? Sehingga, kalian jadi saling menyendiri, dan melamun seperti ini".

Segera Venka menoleh ke arah gadis itu, dan mengganggukkan kepalanya, "Iya, kami memang sedang bertengkar" jawabnya, sambil menyunggingkan senyuman, yang tipis.

"Kalau aku boleh tahu, apa yang membuat kalian bertengkar? Sebab, selama ini sangat jarang, aku melihat kalian bertengkar" ujar gadis itu, tanpa melepaskan pandangannya, dari Venka.

"Hanya salah paham saja" dusta Venka, yang kembali menatap ke depan, dan tersenyum begitu tipis.

Gadis itu pun langsung mengganggukkan kepalanya, dan memalingkan pandangannya, dari Venka. Lalu ia berkata, "Tapi, jika aku boleh memberikan saran, sebaiknya kalian segera berbaikan lagi. Dan, jika ada salah satu dari kalian yang salah, kalian harus saling memaafkan. Karena kalian sudah bersahabat sejak lama, kan? Yaitu, sejak 3 tahun, yang lalu".

Mendengar apa yang baru saja, teman satu kelasnya katakan, membuat Venka segera menoleh ke arahnya, dan menatapnya tanpa mengatakan apa-apa.




*************************




Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 2 siang. Dan saat ini, Venka tengah menyantap makan siang, bersama dengan ibu, dan adik laki-lakinya. Tapi sedari tadi, Venka terus saja melamun, dan lebih banyak diam, dari biasanya.

Melihat hal tersebut, membuat ibunya menjadi bingung, dan mengerutkan dahinya, "Venka, ayo dimakan makanannya" ucapnya, sambil memegang tangan putrinya, yang berada di atas meja.

Segera Venka tersadar dari lamunannya, dan mengganggukkan kepalanya, "Ah, iya Bu" katanya, sambil tersenyum kikuk, dan kembali menyantap makan siangnya.

"Kenapa kau terus melamun, nak? Apa ada yang sedang, mengganggu pikiranmu?" tanya ibunya, tanpa melepaskan pandangannya, dari anak pertamanya itu.

"Sedang memikirkan pacarnya mungkin, Bu" sahut adik laki-lakinya Venka, yang kemudian terkekeh.

"Ssstt Marko. . . Lanjutkan saja makan siangmu" ujar wanita paruh baya itu, yang beralih menatap putranya.

Adiknya Venka pun segera menundukkan kepalanya, dan melanjutkan makan siangnya, tanpa mengatakan apa-apa lagi.

"Venka, kau baik-baik saja, kan? Atau, kau ingin bercerita pada ibu?" tanya ibunya Venka, yang kembali menatapnya.

Segera Venka menggelengkan kepalanya, dan menyunggingkan senyuman, yang tipis, "Aku baik-baik saja Bu, hanya sedang memikirkan tugas-tugasku saja, yang cukup banyak" dustanya.

Ya, Venka memang sengaja, tidak mengatakan yang sebenarnya, pada ibunya. Karena ia tidak mau, jika ibunya mengetahui hal tersebut, bahkan ia juga tidak mengatakan pada ayahnya, ataupun siapa pun.















To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Where stories live. Discover now