#56

60 13 0
                                    

1 hari kemudian. . .


Venka memperhatikan sebuah gedung yang cukup tinggi, yang berada tepat di depannya.

"Jadi, ini adalah kantornya?" gumamnya.

Dan kemudian, ia pun segera melangkah, dan memasuki gedung tersebut, yang merupakan kantor penerbit, yang akan menerbitkan, ceritanya Draz.

Setelah berada di dalam, ia berjalan menuju meja resepsionis, dan menghampiri seorang wanita, yang berada di sana.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" ujar wanita itu, yang berada di belakang, meja resepsionis.

"Selamat siang juga" jawab Venka, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya. Lalu ia menggaruk tengkuknya, yang sama sekali tidak gatal, dan memperhatikan ke sekitar, "Umm. . . Nama saya Nevenka, dan kedatangan saya ke sini, untuk bertemu dengan pak Karlo Bogdanovic" ujarnya.

"Oh nona Nevenka, yang ingin membicarakan tentang kontrak itu, ya?" tanya resepsionis itu.

"Iya benar" jawab Venka, sambil mengganggukkan kepalanya, dan tersenyum kikuk.

"Kalau begitu, mari saya antar ke ruangannya pak Karlo" ujar resepsionis itu, sambil berjalan keluar, dari meja kerjanya.

"Ah baik, maaf jadi merepotkan" ucap Venka, yang kembali tersenyum kikuk.

"Tidak apa-apa, saya tidak merasa direpotkan. Dan, mari ikuti saya" ujar resepsionis itu, sambil menyunggingkan senyuman, dan berjalan lebih dulu, menuju sebuah elevator, yang berada tak jauh, di sebelah kiri.

Namun Venka hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan berjalan mengikuti wanita itu.

Lalu mereka berdua berhenti di depan pintu elevator.

"Sebentar ya" ucap wanita itu, sambil menekan sebuah tombol, di dekat pintu elevator.

"I-Iya" jawab Venka, sambil mengganggukkan kepalanya, dan tersenyum kikuk.

Tak lama kemudian, pintu elevator pun mulai terbuka, dan mereka segera masuk ke dalam. Lalu wanita itu menekan sebuah tombol, yang berada di dalam elevator tersebut, sehingga membuat pintunya kembali tertutup.

Elevator itu pun mulai berjalan naik ke atas, dan menuju lantai, yang mereka tuju. Namun mereka berdua, tak lagi saling berbicara, dan hanya saling melemparkan senyuman saja.

Beberapa saat kemudian, pintu elevator itu kembali terbuka, ketika sudah sampai di lantai yang dituju. Lalu mereka berdua segera keluar, dan berjalan di sebuah lorong, yang cukup besar dan juga sepi.

"Besar juga kantornya" ucap Venka, di dalam hati, sambil memperhatikan lorong tersebut.

Sedangkan wanita itu hanya diam saja, dan terus berjalan, menuju sebuah ruangan.

Namun tiba-tiba, wanita itu menghentikan langkahnya, saat tiba di depan sebuah ruangan, yang pintunya tertutup begitu rapat, "Ini ruangannya, pak Karlo. Beliau ada di dalam, ketuk saja pintunya" ucapnya, sambil menoleh ke arah Venka, dan menyunggingkan senyuman.

"Ah baik, terima kasih sudah mengantarku" ucap Venka, sambil mengganggukkan kepalanya, dan tersenyum kikuk.

"Sama-sama, kalau begitu saya pamit undur diri, dan kembali ke meja kerja saya" ujar resepsionis itu, sambil mengukirkan senyuman, dan sedikit membungkukkan tubuhnya. Dan kemudian, ia segera beranjak pergi, dan meninggalkan Venka seorang diri di sana.

Venka pun hanya tersenyum saja, dan beralih menatap sebuah pintu, yang berada di depannya, "Aku jadi merasa deg-degan, dan juga gugup. Bagaimana, jika nanti aku melamar kerja? Pasti, akan lebih menegangkan dari pada ini" batinnya.

Dengan berat, ia pun menghela nafasnya, dan berusaha untuk tidak gugup. Lalu dengan jantung yang mulai berdebar tidak karuan, ia memberanikan diri, untuk mengetuk pintu tersebut.

Tok tok tok. . .

Pintu itu pun langsung berbunyi, saat ia mengetuknya. Lalu dengan perasaan yang bercampur aduk, ia menunggu seseorang, untuk membukakan pintu itu.

"Masuk saja, pintunya tidak dikunci" pekik seseorang di dalam sana, sehingga membuat Venka, jadi semakin gugup.

"Tenanglah Venka, tenang. Jangan gugup seperti ini" batinnya, yang berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Dan perlahan, ia pun meraih gagang pintu itu, dan membukanya. Lalu pintu tersebut langsung terbuka, saat ia membukanya, "Permisi, selamat siang" ucapnya, sambil berdiri di depan pintu, dan membungkukkan tubuhnya.

Mendengar suaranya Venka, membuat seorang pria, yang berada di dalam sana, langsung menoleh ke arahnya, "Selamat siang juga, dan silahkan masuk" ucapnya, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.

"Baik pak, terima kasih" jawab Venka, sambil mengganggukkan kepalanya, dan tersenyum kikuk. Kemudian ia segera melangkah memasuki ruangan itu, dan menutup pintunya kembali.

"Silahkan duduk" ujar pria itu, sambil memperhatikannya.

"Baik pak" ucap Venka, sambil mengganggukkan kepalanya, dan berjalan menghampiri pria itu. Setelah berada di dekatnya, ia langsung menarik sebuah kursi, dan mendudukinya.

"Anda yang bernama Nevenka, benar?" ujar pria itu, sambil menatap Venka, dan menyunggingkan senyuman.

"Benar pak, saya yang bernama Nevenka" jawab Venka, sambil mengganggukkan kepalanya, dan tersenyum kikuk.

"Baik Venka, kalau begitu salam kenal. Saya adalah Karlo Bogdanovic, pemilik di perusahaan ini" ucap pria itu, yang kembali mengukirkan senyuman, dan mengulurkan tangannya, pada Venka.

Perlahan, Venka pun menjabat tangan pria berumur 40 tahunan itu, dan lagi-lagi tersenyum kikuk, "Salam kenal juga, pak Karlo" ucapnya.

"Senang dapat bertemu denganmu, Venka. Dan, kau tenang saja, tidak perlu gugup seperti ini" ujar pria itu, sambil menyunggingkan senyuman.

"B-Baik, dan maaf, karena saya baru pertama kali, datang ke kantor penerbit. Dan, ini adalah pertama kalinya, saya menerbitkan buku" ucap Venka, sambil menundukkan kepalanya.

"Oh ya? Saya kira, kau sudah sering menerbitkan buku" ujar pria itu.

"Tidak pak, ini baru pertama kalinya" ujar Venka, sambil menggelengkan kepalanya.

"Baik Venka, saya sudah membaca naskah, yang kau kirimkan, dan saya begitu tertarik. Bahkan, saya jadi merasa kasihan, pada tokoh utama, di dalam ceritamu itu, sungguh menderita hidupnya" ujar pria itu, yang bernama Karlo.

Namun Venka hanya menggangguk saja, dan masih menundukkan kepalanya.

Lalu pria itu pun mengambil sebuah map berwarna hijau, dan menaruhnya di depannya Venka, "Dan, ini surat perjanjian serta kontraknya, silahkan kau baca terlebih dahulu" ucapnya, sambil membuka map tersebut, dan menaruh sebuah pulpen di atasnya.

Venka pun segera mengangkat kepalanya, dan menatap map tersebut, "Baik pak" jawabnya.

"Dan ini contohnya, bisa kau bawa pulang, untuk mengeceknya terlebih dahulu. Silahkan kau lihat, dan baca dengan teliti. Lalu, jika dirasa ada yang kurang, kau bisa langsung menghubungi kami, agar kami bisa merubah secepatnya. Tapi, jika tidak ada pun yang kurang, kau harus tetap menghubungi kami, agar kami bisa segera mulai mencetaknya" tutur pria itu, sambil meletakkan sebuah novel, di dekat map tadi.

Mendengar apa yang baru saja pria itu katakan, membuat Venka segera beralih menatap buku tersebut, yang berada di dekat map. Namun mulutnya langsung menganga, saat melihat novel buatannya itu, "Aku tak percaya, dengan yang ku lihat ini" batinnya, yang mendadak jadi patung.














To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora