#70

45 11 0
                                    

"Jadi, kapan akan mulai syuting?" ujar Edvard, sambil menaruh segelas juice, dan sekaleng minuman bersoda, di atas meja.


"Kata produsernya, besok atau lusa" jawab Venka.

"Besok atau lusa? Memangnya, para pemainnya sudah ada?" tanya Edvard, sambil mendudukkan tubuhnya, pada sebuah kursi panjang yang berada di depannya Venka.

"Sudah, bahkan pemeran utamanya pun juga sudah ada" jawab Venka, sambil mengganggukkan kepalanya, dan mengambil segelas juice, yang berada di depannya.

"Oh ya? Siapa pemeran utamanya? Pasti, ia seorang aktor yang hebat, ya?" ujar Edvard, yang mulai terlihat penasaran, sambil meraih sekaleng minuman bersoda.

"Bukan seorang aktor" ucap Venka, sehingga membuat Edvard, langsung mengerutkan dahinya, "Melainkan Draz" sambungnya.

Uhuk uhuk. . .

Edvard pun langsung tersedak, dan terbatuk-batuk, setelah mendengar apa yang baru saja sahabatnya katakan.

Buru-buru Venka bangkit dari kursi yang didudukinya, dan mengusap-usap punggungnya Edvard, "Makanya, kalau minum pelan-pelan saja" ucapnya.

"Iya, terima kasih Venka" ucap Edvard, sambil mengganggukkan kepalanya.

Segera Venka mendudukkan tubuhnya kembali, dan menghela nafasnya. Lalu ia meraih segelas juice miliknya, dan menyeruputnya perlahan-lahan.

"Jadi, yang akan memerankan tokoh utamanya, adalah Draz?" tanya Edvard, dan Venka langsung mengganggukkan kepalanya, "Tapi, bagaimana caranya?" sambungnya, dengan dahinya yang ia kerutkan.

"Apa kau lupa? Kalau ia bisa menjelma menjadi manusia? Seperti yang sudah dua hari ini ia lakukan" ujar Venka, sambil mengangkat satu alisnya.

"Iya, aku tahu hal itu. Tapi apakah mungkin?" ucap Edvard, sambil menatap Venka, dengan tidak percaya, "Sebab, ia kan bukan manusia, melainkan hantu, meskipun ia bisa menjelma menjadi manusia" sambungnya.

Dengan kasar, Venka menghela nafasnya, dan menegakkan tubuhnya, "Kenapa tidak? Justru, dengan ia yang berperan sebagai dirinya sendiri, maka hasilnya akan jauh lebih bagus, bahkan feel-nya juga akan begitu dapat" ujarnya.

Namun Edvard hanya terdiam, dan menatap sahabatnya itu, tanpa mengatakan apa-apa.




***********************

2 hari kemudian. . .

Saat ini, proses syuting ceritanya Draz sedang berlangsung, dan bertempat di kampus tempat Edvard dan Venka berkuliah. Ya, produser film itu memang memilih kampusnya Venka, untuk menjadi salah satu lokasi syuting film tersebut, karena katanya, agar Venka bisa tetap berkuliah, sambil menonton proses syutingnya.

Dan kini, Draz sedang berakting di depan kamera, dan ditonton oleh sebagian mahasiswa dan mahasiswi, yang berada di kampus itu, termasuk Edvard dan Venka.

"1 2 3, action!" ucap seorang sutradara.

Draz pun mulai berjalan dan memasuki kampus tersebut, dengan disorot oleh seorang kameraman. Namun tiba-tiba, langkahnya langsung terhenti, saat ada 5 orang pria, yang berdiri tidak jauh di depannya.

Melihat hal tersebut, membuat Draz menghela nafasnya, dan memalingkan pandangannya. Lalu dengan terpaksa, ia melanjutkan langkahnya, dan menghampiri kelima pria itu.

"Berhenti" ujar salah satu dari kelima pria itu, sehingga membuat Draz, langsung menghentikan langkahnya, "Selamat pagi, apakah kau sudah siap untuk mendapatkan hadiah dari kami pagi ini?" ucapnya, sambil menepuk-nepuk bahunya Draz.

"Jangan menghalangi jalanku, aku harus segera ke kelas" ucap Draz dengan datar, tanpa menatap mereka berlima.

"Kenapa buru-buru sekali, kawan?" tanya pria itu, sambil nenatap Draz.

Tapi Draz hanya menghela nafasnya saja, dan kembali berjalan. Namun tiba-tiba, langkahnya kembali terhenti, saat ada seseorang, yang menarik tasnya.

Hal tersebut, membuatnya menghela nafas dengan kasar, dan berkata, "Tolong lepaskan tasku".

Seseorang yang sedang memegang tasnya pun langsung melepaskannya, lalu ia mendorong tubuhnya Draz dari belakang, sehingga membuatnya terjatuh ke lantai.

Melihat pemandangan tersebut, membuat kelima pria itu tertawa geli, seakan hal tersebut, adalah sebuah lelucon. Lalu salah satu dari mereka berkata, "Itu baru permulaan saja, untuk yang selanjutnya, kau akan menerimanya nanti". Dan kemudian, mereka langsung pergi begitu saja, meninggalkan Draz yang masih tengkurap, di atas lantai.

"Yaaa bagus! Silahkan istirahat dulu, nanti kita lanjut ke scene berikutnya" ujar sutradara itu.

Segera Venka berjalan menghampiri Draz, dan membantunya untuk berdiri, "Kau baik-baik saja, kan?" tanyanya.

Draz pun segera meraih tangannya Venka, dan berdiri, "Iya, aku baik-baik saja" jawabnya.

"Ya sudah, ayo kita istirahat dulu" ajak Venka, sambil merangkul bahunya Draz.

Namun Draz hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan berjalan bersama dengan Venka. Sedangkan Edvard yang melihatnya, menghela nafasnya dengan kasar, dan berjalan meninggalkan tempat tersebut, tanpa mengatakan apa-apa.

Draz yang menyadari hal tersebut pun, langsung menoleh ke arah Venka, dan berkata, "Sepertinya Edvard cemburu".

"Biarkan saja" ucap Venka, yang terlihat tidak peduli. Lalu ia menghentikan langkahnya, dan mempersilahkan Draz, untuk duduk di sebuah kursi panjang, "Silahkan duduk, Draz" ujarnya.

Lagi-lagi Draz pun hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan segera duduk di kursi tersebut.

"Ini untukmu" ujar Venka, sambil memberikan sebotol air mineral pada Draz.

Melihat Venka yang memberikannya minuman, membuat Draz menjadi bingung, dan mengerutkan dahinya, "Kenapa kau memberikanku minuman?" tanyanya.

"Karena kau pasti haus, meskipun kau adalah. . ." jawab Venka, yang sengaja tidak melanjutkan ucapannya, sambil duduk di sebelahnya hantu itu.

"Baiklah, kalau begitu terima kasih" ucap Draz, sambil mengganggukkan kepalanya, dan membuka botol minuman itu.

"Draz, aku jadi merasa tidak tega padamu" ujar Venka, sambil menatap Draz, dari samping.

Draz yang hendak meneguk air mineral tersebut pun, langsung menoleh ke arah Venka, dan mengerutkan dahinya, "Kenapa tidak tega?" tanyanya.

"Karena kau jadi merasakan pembullyan, untuk kedua kalinya. Belum lagi, nanti saat scene ayahmu yang memarahimu. Hal tersebut, pasti akan membuatmu jadi teringat kembali, akan kejadian itu" jawab Venka, sambil menatap hantu itu dengan dalam.

Sebuah senyuman pun mulai terukir di wajahnya Draz, lalu ia berkata, "Kau jangan khawatir Venka, aku tidak apa-apa, dan aku bisa melewati semua proses syutingnya, meskipun akan terasa berat untukku". Dan kemudian, ia meneguk sebotol air mineral itu, secara perlahan-lahan.

Venka pun hanya terdiam, dan menatap Draz, tanpa mengatakan apa-apa. Tapi di dalam hatinya, ia berkata, "Maafkan aku Draz, seharusnya aku tidak menyuruhmu, untuk memerankan dirimu. Karena hal tersebut, sama saja dengan menyiksamu. Sebab, kau jadi teringat kembali dengan semua hal, yang membuat hidupmu menjadi menderita".















To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Where stories live. Discover now