#35

90 23 0
                                    

Dengan kasar, Venka menghela nafasnya, dan memalingkan pandangannya, dari Draz, "Iya iya, dasar cerewet" ucapnya, yang terlihat kesal.


"Sekarang, cepat kau rebahkan tubuhmu, di atas kasur, dan pakai selimutnya" ujar Draz, yang masih menatap Venka.

"Iya, tapi tolong kau simpan dulu, draf itu" ucap Venka, sambil memutar bola matanya.

"Tentu" jawab Draz, yang kemudian beralih menatap layar laptopnya Venka, dan mulai menyimpan tulisan tersebut, di dalam draf, "Lagipula, aku kan tidak memintamu, untuk segera menyelesaikan cerita ini" sambungnya.

Venka pun kembali memutar bola matanya, dan segera merebahkan tubuhnya, di atas kasur. Lalu ia menarik selimut, dan menutupi tubuhnya, "Sekalian kau tolong matikan" katanya.

Namun hantu itu hanya menganggukkan kepalanya saja, tanpa memalingkan pandangannya, dari laptopnya Venka.

"Kenapa ada hantu yang menyebalkan seperti dirinya?" ucap Venka di dalam hati, sambil menggerutu dan merasa kesal.

Tak lama kemudian, Draz bangkit dari tempat tidur, dan berjalan menuju sebuah meja, yang berada di dalam kamarnya Venka, "Laptopnya aku taruh di sini" ucapnya, sambil meletakkan benda tersebut, di atas sana.

"Iya, terima kasih" ucap Venka, dengan raut wajah, yang terlihat jutek.

Draz pun kembali mengganggukkan kepalanya, dan berjalan menghampiri Venka, lalu ia duduk di tepi tempat tidur, dan menatap gadis itu, dari samping, "Kenapa kau memasang wajah jutek seperti itu? Kau kesal denganku?" tanyanya.

"Tidak" jawab Venka, sambil mengerucutkan bibirnya, dan memalingkan pandangannya, dari Draz.

"Kalau begitu aku minta maaf, karena sudah membuatmu kesal, dengan sikapku yang cerewet. Tapi percayalah, aku melakukan hal itu, karena aku sayang padamu, Venka" ujar Draz.

Kedua matanya Venka pun langsung membulat, setelah mendengar apa yang baru saja hantu itu katakan. Lalu ia menoleh ke arah Draz, dan berkata, "Apa? K-Kau, sayang padaku?".

"Iya, aku sayang padamu, karena kau adalah satu-satunya temanku. Apa kau lupa, dengan hal itu?" ujar Draz, dengan satu alisnya, yang terangkat.

Dengan kasar, Venka menghela nafasnya, dan kembali memalingkan pandangannya, dari Draz, "Aku tidak lupa dengan hal itu" katanya, yang kembali menjadi jutek.

"Ya sudah, sebaiknya sekarang kau beristirahat, dan pejamkan kedua matamu" ujar Draz, sambil membenarkan selimut, yang dipakai oleh gadis itu.

"Tidak mau! Aku belum mengantuk" ucap Venka, sambil mengerucutkan bibirnya.

Karena tidak ingin berdebat, Draz pun mengganggukkan kepalanya, dan berkata, "Baiklah, aku tak akan memaksa".

Namun Venka hanya diam saja, tanpa menoleh ke arah Draz sedikitpun.

"Oh ya, boleh aku bertanya sesuatu padamu?" ujar Draz, sambil menatap Venka, dari samping.

"Boleh, kau ingin bertanya apa?" ucap Venka, yang masih saja jutek, dan tak ingin menoleh ke arah Draz.

"Apakah, kau sudah memiliki kekasih?" tanya Draz, sambil menundukkan kepalanya.

Segera Venka menoleh ke arah hantu itu, dan menatapnya dengan dahi, yang ia kerutkan, "Kenapa tiba-tiba, kau menanyakan hal itu?" tanyanya, yang malah berbalik tanya, pada Draz.

"Tidak apa-apa, aku hanya ingin tahu saja" jawab Draz, yang kemudian menoleh ke arah Venka, "Apakah itu salah?" tanyanya kembali, dengan satu alisnya, yang terangkat.

Venka pun langsung menggelengkan kepalanya, dan memalingkan pandangannya, ke langit-langit kamarnya, "Ya. . . Tidak salah sih" jawabnya.

"Lalu, jawabannya apa?" ucap Draz, yang kembali mengangkat satu alisnya.

"Aku belum memiliki kekasih" jawab Venka, tanpa menoleh ke arah Draz, sedikitpun.

"Oh ya? Kau sedang tidak bercanda, kan? Karena mustahil, jika seorang gadis secantik dirimu, belum mempunyai seorang kekasih" ujar Draz, sambil memalingkan pandangannya, ke depan.

Dengan kasar, Venka menghela nafasnya, dan menoleh ke arah Draz, "Tapi kenyataannya, memanglah seperti itu. Saat ini, aku belum mempunyai kekasih lagi. Karena aku terlalu sering, disakiti oleh para pria, di luar sana" katanya, yang kembali memalingkan pandangannya.

"Jadi, kau merasa trauma? Dan tidak ingin, memiliki kekasih lagi?" tanya Draz, sambil menoleh ke arah Venka, dan menatapnya dari samping.

"Bukan trauma, hanya saja sedang tidak ingin, memiliki kekasih. Karena aku lebih ingin, mewujudkan cita-citaku terlebih dahulu. Sebab, bagiku hal itu jauh lebih penting, dari sekedar mempunyai seorang kekasih" ujar Venka.

Mendengar apa yang baru saja gadis itu katakan, membuat sebuah senyuman, mulai terukir di wajahnya Draz. Lalu ia menggangguk setuju, dan berkata, "Aku salut padamu, Venka. Sangat jarang, ada seorang gadis seperti dirimu. Dan aku yakin, cita-citamu untuk menjadi seorang penulis yang terkenal, pasti akan terwujud".

Segera Venka menoleh ke arah Draz, dan menatapnya disertai dengan senyuman, yang terukir di wajahnya.














To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Where stories live. Discover now