#4

294 33 0
                                    

Melihat hal tersebut, membuat Venka langsung membulatkan kedua matanya, dan masuk ke dalam toilet tersebut. Lalu ia mencoba untuk menyingkirkan tangan ketua genk itu, dari kepala si pria tersebut. Namun sayang, ia tak bisa menyentuh ketua genk itu, sama sekali.


"Aneh, kenapa tidak bisa? Hentikannn, kumohon! Tolong jangan lakukan hal itu" pekik Venka, sambil menutup kedua mata dan telinganya, karena ia tak sanggup, melihat pemandangan tersebut.

Tapi anehnya, tak ada satu pun dari mereka, yang mendengar suaranya. Bahkan, mereka pun juga tak melihat Venka, seakan Venka adalah hantu.

Setelah merasa puas, ketua genk itu pun, langsung melepaskan cengkramannya, dari rambut pria itu, "Sekarang, kau boleh pulang, bodoh!" ucapnya, dengan disertai seringaian, yang kembali terukir di wajahnya. Dan kemudian, ia langsung berjalan keluar, dan pergi begitu saja, bersama dengan keempat temannya.

Sedangkan Venka, ia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, dan menahan emosinya. Lalu ia beralih menatap pria tadi, yang kini sudah duduk di sebelahnya, dengan kepalanya yang ia tundukkan.

Melihat raut wajahnya pria itu, membuat Venka jadi merasa semakin kasihan padanya. Namun sayang, tak ada yang bisa ia lakukan.

"Aku tidak tahu, mengapa kita bisa bertemu lagi? Dan kenapa, tidak ada satu pun, yang bisa melihat, ataupun mendengarku?" gumam Venka, sambil menatap pria itu dari samping.

Tapi tiba-tiba. . .

Oh, hush my dear, it's been a difficult year

And terrors don't prey on 

Innocent victims

Trust me, darling, trust me darling

It's been a loveless year

I'm a man of three fears

Integrity, faith and 

Crocodile tears

Trust me, darling, trust me, darling

Venka langsung membuka kedua matanya, saat mendengar suara tersebut. Lalu ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, dan menghela nafasnya dengan lega, saat mendapati dirinya, yang kini berada di dalam kamarnya.

"Jadi yang tadi, hanyalah mimpi" gumamnya, sambil bangkit dari posisinya, dan duduk di atas kasur. Lalu ia meraih ponselnya, yang berada di atas nakas, dan mematikan alarmnya. Kemudian, ia menaruh ponselnya kembali, dan menundukkan kepalanya, sambil mengingat kembali mimpinya yang tadi.




***********************




Saat ini, Venka dan Edvard sedang berjalan, menuju halaman belakang, kampus mereka. Dan sesampainya di sana, mereka langsung duduk di atas rerumputan.

"Jadi bagaimana ceritanya mimpimu, yang tadi malam?" tanya Edvard, sambil menatap Venka dari samping, dan terlihat antusias. Karena tadi, Venka mengatakan padanya, kalau tadi malam, ia bermimpi lagi tentang pria misterius itu.

Venka pun langsung menarik nafasnya dalam-dalam, dan membuangnya perlahan. Lalu ia menoleh ke arah Edvard, dan berkata, "Sama seperti kemarin malam. Di dalam mimpiku itu, aku berada di dalam sebuah kampus, yang aku tidak tahu di mana letaknya. Dan sepertinya, kampus itu tidak berada di negara ini. Tapi di kampus itu lah, tempat pria misterius itu, menjadi korban bullying, dari sebuah genk, yang ada di sana. Dan tadi malam, di dalam mimpiku, ketua genk dari genk itu, menenggelamkan wajah pria misterius itu, ke dalam kloset, secara paksa. Dan, aku melihatnya begitu jelas, seakan itu bukanlah mimpi. Tapi anehnya, tidak ada satu pun orang di sana, yang bisa melihat, ataupun mendengarku, termasuk genk itu, dan juga pria misterius tersebut".

Mendengar ceritanya Venka, membuat Edvard langsung terdiam sejenak, dan memalingkan pandangannya ke depan, sambil mencoba berpikir, "Lalu, apa yang terjadi selanjutnya, pada pria misterius itu?  tanyanya, yang kemudian menoleh ke arah Venka.

Namun Venka malah menghela nafasnya, dan mengangkat kedua bahunya, "Aku tidak tahu, karena tiba-tiba saja, alarm di ponselku berbunyi, dan membangunkanku dari mimpi itu" jawabnya, sambil menatap ke depan.

Dengan berat, Edvard menghela nafasnya, dan menundukkan kepalanya, "Aku jadi bingung" katanya, sehingga membuat Venka langsung menoleh ke arahnya, dan menatapnya.

"Tapi kau harus mengetahui, satu hal lagi" ujar Venka.

Segera Edvard mengangkat kepalanya, dan menoleh ke arah Venka, "Satu hal lagi? Apa?" tanyanya, dengan dahinya yang ia kerutkan.

"Tadi malam, saat aku sedang mencari ide, untuk membuat cerita baru, tiba-tiba saja jendela kamarku terbuka sendiri, karena terkena angin dari luar. Tapi bagiku, itu adalah hal yang aneh, karena jendela itu, sudah kukunci. Dan tidak mungkin, bukan? Jika angin sekuat itu, sehingga dapat membuka jendela, yang sudah dikunci" tutur Venka.

"Tapi bisa saja, karena angin yang terlalu kuat, jadi membuat jendela kamarmu terbuka, meskipun sudah kau kunci" ujar Edvard.

Venka pun langsung menggelengkan kepalanya, dan menghela nafasnya. Lalu ia menatap ke depan, dan berkata, "Okey, jika itu memang karena angin biasa. Tapi kenapa, saat aku hendak menutup jendela kembali, bulu kudukku malah berdiri? Seperti, ada yang meniupnya, dari belakang".

Mendengar apa yang baru saja Venka katakan, membuat Edvard jadi kembali terdiam, dan seakan mendadak jadi patung. Karena ia jadi bingung, dan tak tahu harus menjawab apa, apalagi jika mengingat, saat ini ia sedang beradu argumen dengan Venka. Seorang gadis, yang tak pernah kalah, saat beradu argumen.













To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon