#33

93 26 0
                                    

Dengan kasar, Draz menghela nafasnya, dan menundukkan kepala, "Tapi kau harus segera makan, Venka. Agar kau bisa minum obat. Dan lagipula, jika tidak makan sekarang, nanti makanannya keburu tidak enak. Kasihan juga kan ibumu, sudah capek-capek memasak, tapi tidak kau makan" katanya.


Perlahan, Venka menoleh ke arah hantu itu, dan menatapnya tanpa mengatakan apa-apa.

Draz pun mengangkat kepalanya, dan kembali mengarahkan sesendok makanan, pada Venka, "Ayo makan dulu, aku akan menyuapimu. Lalu setelah selesai makan, kau harus minum obat, agar kau segera sembuh" ucapnya.

"Kenapa kau jadi perhatian padaku?" ujar Venka, yang masih saja datar, dan terlihat jutek.

Mendengar apa yang baru saja gadis itu katakan, membuat Draz kembali menghela nafasnya, dan berkata, "Karena kau adalah satu-satunya temanku, jadi wajar saja, jika aku perhatian padamu. Dan lagipula, kapan lagi ada hantu, yang bisa memberikanmu perhatian".

Namun Venka hanya diam saja, dan menatap Draz, tanpa berkata apa-apa.

"Sekarang, buka mulutmu, ya?" ujar Draz, yang lagi-lagi mengarahkan sesendok makanan, pada Venka.

Tanpa mengatakan apa-apa, Venka pun membuka mulutnya, dan segera memakan makanan, yang disuapi oleh Draz. Lalu ia mulai mengunyahnya, tanpa melepaskan pandangannya, dari Draz.

Sebuah senyuman pun mulai terukir di wajahnya Draz, saat ia melihat Venka, yang mulai memakan makanan, yang ia suapi, "Nah seperti itu, kau harus tetap makan yang banyak, agar tidak semakin parah" katanya, sambil menyendokkan makanan kembali, yang berada di dalam piring, yang sedang di pegangnya.

Tapi lagi-lagi, Venka hanya diam saja, sambil terus memperhatikan Draz.

Lalu Draz kembali mengarahkan sesendok makanan pada Venka, dan menyunggingkan senyuman, "Ayo buka mulutmu lagi" ucapnya, sambil menatap gadis itu.

Segera Venka membuka mulutnya kembali, dan memakan makanan, yang disuapi oleh Draz.

Namun tiba-tiba, Draz tertawa dan menundukkan kepalanya, saat ia melihat ada sisa makanan, di sudut bibirnya Venka.

Melihat hal tersebut, membuat Venka menjadi bingung, dan mengerutkan dahinya, "Kenapa kau tertawa? Memangnya ada yang lucu?" ucapnya, yang masih saja, tetap terlihat jutek.

Draz pun segera mengangkat kepalanya dan menatap Venka. Lalu ia meraih bibirnya Venka, dan mengusap sisa makanan, yang berada di sudut bibir, gadis itu, "Ada sisa makanan di bibirmu" katanya.

Mendapat perlakuan seperti itu, membuat Venka langsung terdiam, dan mendadak jadi patung. Namun tanpa ia sadari, kini kedua pipinya, jadi merah merona.

"Kenapa pipimu jadi merah merona, seperti itu?" ujar Draz, dengan satu alisnya, yang terangkat.

"T-Tidak, tidak apa-apa" ucap Venka, sambil menundukkan kepalanya, dan menyembunyikan pipinya, yang memerah.

Namun Draz malah tertawa, dan mengacak rambutnya Venka, dengan gemas, "Ya sudah, tidak usah disembunyikan seperti itu, ayo makan lagi" katanya, yang kemudian menyendokkan makanan kembali, di dalam piring tersebut.


15 menit kemudian. . .


Venka baru saja selesai makan, walaupun tidak sampai habis. Dan kini, Draz sedang sibuk membuka beberapa bungkus obat, yang merupakan miliknya Venka. 

Sedangkan Venka, ia hanya terdiam, sambil memperhatikan hantu itu, dari samping. Tapi di dalam hatinya, ia berkata, "Kalau seperti ini, aku jadi merasa, seperti mempunyai kekasih, walaupun bukan seorang manusia, melainkan makhluk tak kasat mata".

Beberapa saat kemudian, Draz menoleh ke arah Venka, dan memberikan beberapa butir obat, pada gadis itu, "Ini obatnya" ucapnya.

"Kenapa obatnya, besar-besar sekali? Nanti aku jadi sulit untuk menelannya" ujar Venka, sambil memperhatikan beberapa butir obat tersebut, yang berada di telapak tangannya Draz.

Draz pun langsung mengangkat kedua bahunya, dan menggelengkan kepalanya, "Aku juga tidak tahu, kenapa obatnya besar-besar seperti ini. Tapi sebaiknya, kau segera meminumnya" ucapnya, sambil meraih tangan kanannya Venka, dan menaruh beberapa butir obat tersebut, di telapak tangannya Venka.

Tapi Venka hanya diam saja, dan memperhatikan beberapa butir obat tersebut.

Kemudian, Draz segera meraih segelas air mineral, di atas nakas, dan memberikannya pada Venka, "Ini airnya, ayo obatnya segera diminum" katanya.

"Tidak mau, pasti rasanya pahit" ucap Venka, sambil menggelengkan kepalanya, dan mengerucutkan bibirnya.

Melihat hal tersebut, membuat Draz menghela nafasnya, dan berkata, "Ayo cepat masukkan obat-obat itu, ke dalam mulutmu. Atau, perlu kusuapi lagi?".

Segera Venka menggelengkan kepalanya, dan memasukkan beberapa butir obat tersebut, ke dalam mulutnya. Lalu ia mengambil segelas air mineral, dari tangannya Draz, dan mulai meneguknya, perlahan-lahan. Setelah selesai, ia pun mengembalikan gelas yang sudah kosong pada Draz, tanpa mengatakan apa-apa.

"Apakah obatnya, sudah kau telan semua?" tanya Draz, dengan satu alisnya, yang terangkat.

"Sudah" jawab Venka, sambil mengganggukkan kepalanya.

"Mana? Coba kulihat?" ujar Draz.

Dengan kasar, Venka menghela nafasnya, dan segera membuka mulutnya, untuk menunjukkannya pada Draz.

Draz pun segera memperhatikan ke dalam mulutnya Venka, dan mengganggukkan kepalanya, saat melihat tak ada satu butir obat pun, yang tersisa, "Bagus, sekarang kau istirahat" ucapnya, sambil menaruh gelas yang sudah kosong, di atas nakas.

"Kenapa kau jadi cerewet seperti ini? Seperti ibu-ibu saja" ujar Venka, sambil menatap hantu itu, dengan sebal.

Mendengar apa yang baru saja Venka katakan, membuat Draz langsung menoleh ke arahnya, dan menghela nafasnya, "Tadi kan sudah kubilang, kau adalah satu-satunya temanku, jadi wajar saja, jika aku cerewet padamu, dan memberikanmu perhatian" jawabnya.

Namun Venka hanya diam saja, dan masih menatap Draz, dengan sebal.

"Jangan terus-menerus, memasang wajah jutek seperti itu. Sebaiknya, sekarang kau beristirahat" ujar Draz, sambil membantu Venka, untuk merebahkan tubuhnya, di atas kasur. Namun Venka hanya menurut saja, dan menatap Draz, tanpa mengatakan apa-apa. Kemudian, Draz segera menarik selimut, dan menutupi tubuhnya gadis itu, "Selamat beristirahat, semoga kau cepat sembuh, Venka" ucapnya, dengan disertai oleh senyuman, yang terukir di wajahnya.

Tapi lagi-lagi, Venka hanya diam saja, dan terus memperhatikan Draz. Sedangkan di dalam hatinya, ia merasa begitu senang, karena hantu itu, begitu perhatian padanya, seolah Venka adalah kekasihnya.














To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora