#72

50 11 0
                                    

"Jadi, kau adalah temannya Venka?" ujar ayahnya Venka pada Draz, yang tengah duduk tak jauh di depannya.


Ya, saat ini Draz memang sedang berada di rumahnya Venka dengan wujud manusia, maka dari itu, ayahnya Venka bisa melihatnya. Dan hari ini, kampusnya Venka sedang libur, karena hari ini adalah hari Sabtu. Namun kedatangan ia ke sana, untuk mengajak Venka melihat proses syuting filmnya.

"Benar om, saya adalah temannya Venka" jawab Draz, sambil mengganggukkan kepalanya, dan menyunggingkan senyuman.

"Saya kira, tadi kau adalah kekasihnya Venka" ujar ayahnya Venka.

Mendengar apa yang baru saja pria berusia 50 tahunan itu katakan, membuat Draz langsung terkekeh, dan menundukkan kepalanya, "Bukan om, tapi saya hanya temannya saja" ucapnya.

Namun ayahnya Venka hanya mengganggukkan kepalanya saja, tanpa mengatakan apa-apa lagi.

"Hey, kau pasti sudah menunggu lama, maaf ya" ujar Venka,sehingga membuat mereka berdua, langsung menoleh ke arahnya.

"Tidak apa-apa Venka" ucap Draz, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.

"Ya sudah, kalau begitu ayo kita berangkat sekarang" ajak Venka.

Draz pun langsung bangkit dari kursi yang ia duduki, dan menyunggingkan senyuman, "Kalau begitu, saya dan Venka pergi dulu om" ucapnya, sambil menundukkan kepala.

"Iya, kalian hati-hati di jalan, dan tolong jaga anak saya" ucap ayahnya Venka, yang langsung berdiri, dan mengganggukkan kepalanya.

"Tentu saja om, saya pasti menjaganya" jawab Draz, sambil mengganggukkan kepalanya.

"Yah, aku berangkat dulu, ya? Tolong sampaikan pada ibu, karena tadi ia sedang di kamar mandi" ujar Venka, sambil menatap ayahnya, dan menyunggingkan senyuman.

"Iya, nanti akan ayah sampaikan, kau hati-hati di jalan" ucap ayahnya, sambil mengusap bahunya Venka.

Namun Venka hanya tersenyum saja, dan kemudian ia dan Draz segera beranjak pergi, menuju lokasi syuting.


1 jam kemudian. . .


Saat ini, Draz dan Venka tengah berada di sebuah rumah, yang menjadi lokasi syuting hari ini. Dan kini, Draz sudah mulai berakting di depan kamera, bersama dengan tiga pemain lainnya, yang berperan sebagai keluarganya.

"Bagaimana kuliahmu? Apakah berjalan dengan lancar?" tanya seorang pria paruh baya, yang berperan sebagai ayahnya Draz.

Mendengar apa yang baru saja pria itu katakan, membuat Draz langsung menundukkan kepalanya, dan terdiam sejenak.

Melihat hal tersebut, membuat pria itu menjadi bingung, dan mengerutkan dahinya, "Kenapa kau malah diam? Ayah kan sedang bertanya padamu" ucapnya.

"Sebenarnya, aku tidak nyaman berkuliah di sana Yah, sebab sejak pertama kali aku datang, aku sudah mendapatkan hal yang tidak enak" ucap Draz, yang masih menundukkan kepalanya.

"Hal yang tidak enak? Maksudnya?" tanya pria itu, yang terlihat semakin bingung.

"Aku menjadi korban bullying di sana" jawab Draz.

Mereka bertiga pun begitu terkejut, setelah mendengar jawabannya Draz.

"Kenapa kau bisa menjadi korban bullying? Apakah kau melakukan sebuah kesalahan?" tanya pria paruh baya itu.

"Aku juga tidak tahu Yah, dan aku tidak melakukan kesalahan apa pun" jawab Draz.

"Mungkin mereka tak suka denganmu, nak" sahut seorang wanita paruh baya, yang berperan sebagai ibunya.

"Lalu kau tidak diam saja, kan? Maksudnya, kau melaman mereka" ujar pria itu.

"Aku tidak berani melawan mereka, karena mereka berlima, dan aku sendiri. 5:1 itu sangat tidak mungkin, Yah" jawab Draz.

Brak. . .

Meja makan langsung dipukul oleh pria itu, sehingga membuat Draz dan para pemain lainnya begitu terkejut.

"Dasar bodoh! Kau itu anak laki-laki, seharusnya kau bisa melawan mereka, bukan hanya diam saja" ucap pria itu, dengan nada bicara yang tinggi.

"Tapi mereka kan berlima 5, percuma jika aku melawan mereka" ujar Draz, yang tetap menundukkan kepalanya, dan tak berani menatap pria itu.

"Jika kau pintar, maka kau bisa melawan mereka. Tapi sayang, kau bodoh dan pengecut! Percuma, kau jadi seorang laki-laki, jika begitu saja kau tidak bisa melawan" cibir pria itu, sambil memutar bola matanya.

Melihat pemandangan tersebut, membuat Venka jadi merasa kasihan pada Draz, meskipun itu hanya akting saja, "Aku jadi teringat, saat aku bermimpi, Draz sedang dimarahi oleh ayahnya. Dan kejadian itu, sama persis seperti adegan ini" batinnya.

Beberapa saat kemudian, seorang pria yang merupakan sutrada dari film itu berkata, "Yaaa bagus! Sekarang silahkan istirahat dulu, nanti kita lanjut lagi".

Draz dan ketiga pemain lainnya pun segera berdiri dari kursi yang mereka duduki.

Lalu Venka segera berjalan menghampiri mereka, dan berdiri di dekatnya Draz, "Kau baik-baik saja?" tanyanya, yang terlihat khawatir, sambil memegang sebotol air mineral.

Namun Draz malah terkekeh dan menoleh ke arah Venka, "Tentu saja" jawabnya.

"Syukurlah" ucap Venka, sambil mengganggukkan kepalanya.

"Kenapa? Kau mengkhawatirkan ku?" tanya Draz, dengan satu alisnya yang terangkat.

Venka pun hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan memalingkan pandangannya, dari hantu itu.

Melihat raut wajahnya Venka, membuat Draz kembali terkekeh, dan mengacak rambut gadis itu dengan gemas, "Jangan khawatir, aku baik-baik saja" katanya.













To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Where stories live. Discover now