#8

192 25 0
                                    

Oh, hush, my dear, it's been a difficult year
A

nd terrors don't prey on innocent victims
Trust me, darlin', trust me, darlin'

Venka membuka kedua matanya, saat mendengar suara tersebut. Lalu ia mengedarkan pandangan, dan mendapati dirinya, yang kini berada di dalam kamarnya. Lalu ia menghela nafasnya dengan kasar, dan meraih ponselnya, yang berada di atas nakas.

"Ternyata sudah pagi" gumamnya, sambil mematikan alarm pada ponselnya. Dan setelah itu, ia menaruh ponselnya kembali di atas nakas, dan bangkit dari posisi tiduran.

Kemudian, ia menundukkan kepalanya, sambil mengingat kembali, mimpinya yang tadi.

"Aku tak menyangka, jika akan bermimpi seperti itu" ucapnya, yang kemudian terdiam sejenak, "Tapi bagaimana keadaannya? Apakah ia masih hidup?" sambungnya.

"Venka, apa kau sudah bangun nak? Kalau sudah, segera mandi lalu kita sarapan bersama" pekik ibunya Venka, dari luar kamarnya, sehingga membuat Venka, langsung tersadar dari lamunannya.

Dengan berat, Venka menghela nafasnya, dan mengusap wajahnya, dengan kedua telapak tangannya.

"Iya bu, aku sudah bangun, dan akan segera mandi" pekiknya, sambil melirik ke arah pintu kamarnya.

"Baiklah nak, jangan lama-lama ya" pekik ibunya lagi.

Tapi Venka tak menjawabnya, dan hanya mengganggukkan kepalanya saja. Dan setelah itu, ia segera bangkit dari tempat tidur, dan berjalan menuju kamar mandi, yang berada di dalam kamarnya.




***********************




Kini, waktu sudah menunjukkan pukul setengah 12 siang. Dan saat ini, Venka sedang beristirahat, di halaman belakang kampusnya, sambil mengingat kembali, mimpinya yang tadi malam. Ya, sejak bangun tidur, Venka jadi terus teringat, oleh mimpinya itu. Dan ingin rasanya, ia segera tidur, agar ia bermimpi tentang si pria misterius lagi. Sebab, ia begitu penasaraan, dengan keadaan si pria misterius, sehabis di pukuli oleh Riley, dan keempat temannya.

"Hey" ucap Edvard, yang baru saja datang, dan membuat Venka jadi tersadar, dari lamunannya.

Segera Venka menoleh ke arah Edvard, yang sudah duduk di sebelahnya. Namun ia hanya diam saja, dan memalingkan pandangannya ke depan.

Melihat respon Venka yang seperti itu, membuat Edvard jadi bertanya-tanya, ada apakah dengan Venka? Mengapa gadis itu, jadi mendadak cuek padanya?

"Venka, apakah kau baik-baik saja?" tanya Edvard dengan hati-hati, sambil menatap Venka dari samping.

"Ya" jawab Venka begitu singkat, dan juga datar, sehingga membuat Edvard, jadi terheran.

"Kenapa kau jadi mendadak cuek seperti ini?" tanya Edvard kembali, dengan dahinya yang mengerut.

"Tidak ada apa-apa" jawab Venka, yang masih saja tetap datar, dan tak menoleh ke arah Edvard.

"Kau marah padaku?" tanya Edvard.

Venka pun langsung menoleh ke arah Edvard, dan berkata, "Menurutmu? Seharusnya kau paham, kenapa aku jadi mendadak cuek padamu?! Karena kita berteman, bukan baru sehari atau dua hari, tapi sudah 2 tahun!".

Dengan berat, Edvard menghela nafasnya, dan menundukkan kepala. Kini, ia mulai paham, mengapa Venka jadi secuek itu padanya. Dan ia berpikir, itu pasti karena yang kemarin siang, saat dirinya tidak percaya, dengan yang Venka ceritakan. Lalu ia menoleh ke arah Venka, dan menatapnya, "Maafkan aku Venka, kau pasti marah padaku, karena kemarin aku tak percaya pada ceritamu, kan?" katanya.

Tapi Venka malah menghela nafasnya, dan memalingkan pandangannya ke depan, "Itu kau tahu" ucapnya dengan datar, sehingga membuat Edvard, jadi menghela nafasnya lagi.

"Maaf, atas sikapku yang kemarin siang, Venka. Aku tak bermaksud, bersikap seperti itu. Tapi jujur saja, aku merasa mimpimu itu, hanya mimpi biasa, dan tak ada kaitannya, dengan apa pun" ujar Edvard.

Venka pun langsung mendengus, dan tetap menatap ke depan. Lalu ia berkata, "Okey, jika mimpiku itu, hanya mimpi yang biasa saja, dan tak ada kaitannya dengan apa pun, mengapa tadi malam, aku mengalami dua hal yang aneh?".

Mendengar apa yang baru saja Venka katakan, membuat dahinya Edvard jadi mengerut, "Dua hal yang aneh? Memangnya apa?" tanyanya.

Namun Venka malah menghela nafasnya lagi, dan memalingkan pandangannya ke depan, "Yang pertama, ada yang mengetuk pintu kamarku, sampai dua kali. Awalnya aku berpikir, kalau itu adalah ulah adikku, yang ingin menjahiliku. Tapi sepertinya tidak mungkin, karena saat itu, sudah pukul 10 malam, dan adikku sudah tidur di jam-jam seperti itu. Dan yang kedua, tiba-tiba pintu lemari yang berada di dalam kamarku, mendadak terbuka sendiri, padahal tidak ada angin. Sedangkan jendela di kamarku, juga sudah kututup" tuturnya.

Mendengar apa yang baru saja Venka tuturkan, membuat Edvard langsung terdiam, dan mendadak jadi patung. Tapi kini, ia pun tidak mengerti, kenapa Venka bisa mengalami kedua hal aneh itu.













To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang