#54

63 12 0
                                    

"Sekarang, coba buka matamu" ujar Draz, sambil menoleh ke arah Venka, yang berada di sebelahnya.


Perlahan, gadis itu pun membuka kedua matanya, dan mulai mengedarkan pandangan. Namun ia begitu terkejut, saat mendapati dirinya, yang tengah berada di sebuah tebing, yang berbeda dari sebelumnya, yang pernah mereka kunjungi.

"Tebing? Kau mengajakku ke tebing lagi?" tanyanya, yang beralih menatap  hantu itu, yang berdiri di sebelahnya.

"Iya, karena ini adalah salah satu tempat, yang akan membuatmu merasa tenang, dan juga dapat menyegarkan pikiranmu" jawab Draz, sambil mengganggukkan kepalanya.

Sebuah senyuman pun mulai terukir di wajahnya Venka, lalu ia memalingkan pandangannya ke depan, dan berkata, "Kau tahu saja, tempat-tempat yang kau suka".

"Tentu saja tahu, karena kita memiliki tempat-tempat favorit yang sama" ucap Draz, sambil menatap ke depan, dan mengukirkan senyuman.

Namun Venka hanya tersenyum saja, dan segera mendudukkan tubuhnya, di tepi tebing, "Oh ya, sekarang aku sudah merasa sedikit lega" katanya.

"Oh ya? Kenapa seperti itu?" tanya Draz, sambil duduk di sebelahnya Venka.

"Karena kini, aku dan Edvard, sudah tak bertengkar lagi" jawab Venka, sambil menoleh ke arah Draz, dan kembali menyunggingkan senyuman.

"Benarkah?" ucap Draz, dan Venka langsung mengganggukkan kepalanya, "Kalau begitu, aku ikut senang mendengarnya. Karena pada akhirnya, kau bisa memaafkan sahabatmu itu" sambungnya, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya, dan memperhatikan ke sekitar.

Tapi lagi-lagi Venka hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan mengukirkan senyuman, sambil memalingkan pandangannya, ke depan.

"Lihat itu, ada kunang-kunang" ujar Draz, sambil menunjuk ke arah belakang.

Segera Venka menoleh ke belakang, dan betapa terkejutnya ia, saat melihat kunang-kunang, yang berada tak jauh, di belakangnya, "Wah benar, dan mereka indah sekali" ucapnya.

"Tapi alangkah indahnya lagi, jika melihat senyumanmu" ujar Draz, yang beralih menatap Venka, dan menyunggingkan senyuman.

Mendengar apa yang baru saja hantu itu katakan, membuat Venka segera menoleh ke arahnya, dan tersipu malu, "Kau ini bisa saja" katanya, sambil menundukkan kepalanya, dan menyembunyikan pipinya, yang memerah.

"Tapi aku serius, senyumanmu memang jauh lebih indah, dari kunang-kunang itu" ucap Draz, tanpa melepaskan pandangannya, dari Venka, sehingga membuat gadis itu, kembali tersipu malu.

"Berhentilah merayuku, Draz" ucap Venka, yang masih menundukkan kepalanya, "Dan lagipula, sejak kapan hantu seperti dirimu bisa merayu?" sambungnya.

Draz pun langsung tertawa geli, setelah mendengar, apa yang baru saja, Venka katakan. Lalu ia memalingkan pandangannya, dan berkata, "Kau pikir, hantu tidak bisa merayu? Dan lagipula, aku tidak sedang merayu mu".

Perlahan, Venka mengangkat kepalanya, dan menoleh ke arah Draz, lalu ia menatap hantu itu dari samping, dan berkata di dalam hatinya, "Draz, apakah benar kau hanya menganggapku sebagai teman saja? Tidak lebih, dan tidak pernah lebih, dari itu?".




***********************




"Bagaimana, kau sudah mendapat kabar, dari penerbit itu?" ujar Edvard, sambil mendudukkan tubuhnya, di sebelahnya Venka, "Ini untukmu" sambungnya, sambil memberikan sekaleng minuman bersoda, pada gadis itu.

"Terima kasih Ed" jawab Venka, sambil menerima minuman tersebut, dan menyunggingkan senyuman. Lalu ia menghela nafasnya dengan kasar, dan berkata, "Belum. Dan, karena belum ada kabar, aku jadi merasa gelisah, dan tidak tenang. Karena aku takut, jika naskahnya ditolak".

Sebuah senyuman pun mulai terukir di wajahnya Edvard, lalu ia mengusap bahunya Venka, dan berkata, "Kau jangan khawatir Venka, karena ku yakin, kalau naskahnya pasti akan diterima. Kau tenang saja, ya?"

"Aku juga berharap seperti itu" ucap Venka, sambil mengganggukkan kepalanya.

"Dan sebaiknya, sambil menunggu kau menulis cerita baru saja, lalu kau publikasikan seperti biasa" ujar Edvard, sambil menatap gadis itu, dari samping.

Mendengar apa yang baru saja sahabatnya katakan, membuat Venka langsung menoleh, dan menatap pria itu, "Kau benar juga Ed, dari pada aku membuang-buang waktu, dengan merasa tidak tenang, seperti ini. Sebaiknya, aku mencari ide, dan menulis cerita baru" katanya.

"Benar" ucap Edvard, sambil mengganggukkan kepalanya, dan mengukirkan senyuman.

"Baiklah, kalau begitu aku akan segera mencari ide, untuk menulis cerita baru" ujar Venka, sambil memalingkan pandangannya ke depan, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.

Melihat hal tersebut, membuat Edvard langsung tersenyum senang, sebab sahabatnya itu, sudah tak lagi murung seperti tadi. Ya, sejak datang tadi, Venka terlihat murung, dan lebih banyak diam, dari biasanya. Bahkan, saat berada di dalam kelas pun, ia banyak melamun. Namun untung saja, dosen yang mengajar tidak menyadarinya. Karena kalau tidak, ia pasti akan terkena omelan, dari dosen itu.














To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang