#37

89 22 0
                                    

Segera Draz tersadar dari lamunannya, dan menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa. Tapi, jika aku mengatakan yang sebenarnya, apakah kau akan percaya?" tanyanya, sambil menoleh ke arah Venka.


"Tentu saja aku akan percaya, dan itu lebih baik, karena aku suka kejujuran" jawab Venka, sambil mengganggukkan kepalanya.

"Baiklah" ucap Draz, yang kembali menundukkan kepalanya, dan menghela nafasnya dengan kasar, "Sebenarnya, sewaktu aku masih hidup, aku tak pernah sekalipun, merasakan rasanya memiliki seorang kekasih, ataupun berpacaran. Tapi aku sempat beberapa kali, merasakan yang namanya jatuh cinta" sambungnya.

Mendengar apa yang baru saja hantu itu katakan, membuat Venka sedikit terkejut, sekaligus tidak percaya. Bagaimana tidak? Karena baginya, begitu mustahil jika seorang pria setampan Draz, tapi belum pernah sekalipun, memiliki kekasih.

"Kenapa kau hanya diam? Pasti kau tidak percaya, ya?" ujar Draz, sambil menoleh ke arah Venka, dan menatapnya dari samping.

Segera Venka menundukkan kepalanya, dan mengangguk pelan, "Iya, maafkan aku Draz, tapi aku tidak percaya, dengan apa yang kau katakan. Sebab, bagiku sangat mustahil, jika pria setampan dirimu, belum pernah sekalipun, mempunyai kekasih" katanya.

Dengan kasar, Draz menghela nafasnya, dan memalingkan pandangannya, dari gadis itu, "Sudah kuduga, kalau kau tidak akan percaya, tapi itulah kenyataannya. Karena aku belum pernah sekalipun, merasakan yang namanya, memiliki seorang kekasih, meskipun aku mempunyai wajah yang tampan" ucapnya.

"Tapi, kenapa bisa seperti itu? Memangnya, tidak ada seorang gadis, yang mau dengan dirimu?" tanya Venka, sambil mengerutkan dahinya, dan mulai terheran.

"Bukannya tidak ada, gadis yang mau denganku, tapi karena ayahku, melarangku untuk berpacaran, sebab katanya hal itu hanya akan mengganggu konsentrasiku, dalam belajar. Apalagi, jika aku sedang ada masalah dengan kekasihku, atau sampai putus, hal tersebut akan membuatku, kehilangan semangat untuk belajar" tutur Draz, sambil menundukkan kepalanya.

Venka pun langsung menggangguk setuju, dengan apa yang baru saja, dituturkan oleh hantu itu. Namun ia tak menyangka, jika rupanya, Draz adalah seorang anak yang penurut, pada kedua orang tuanya.

"Dan, kapan terakhir aku jatuh cinta, kurasa itu sudah lumayan lama, yaitu sekitar 3 tahun yang lalu, saat aku masih berkuliah di kota ini" ujar Draz, sambil menoleh ke arah Venka, dan menatapnya dari samping.

"Oh ya? Pasti begitu beruntung gadis itu, karena berhasil mendapatkan cintamu" ucap Venka, sambil tersenyum kecut.

"Tidak, justru kau yang jauh lebih beruntung darinya" ujar Draz, tanpa melepaskan pandangannya, dari gadis itu.

"Lho, kenapa seperti itu?" tanya Venka, yang kembali terheran, dan menoleh ke arah Draz.

Namun Draz hanya menyunggingkan senyuman saja, dan tidak mengatakan apa-apa.



************************



Sebuah pelajaran sedang berlangsung, di dalam kelasnya Edvard, dan juga Venka. Dan seorang dosen pria, tengah menjelaskan pelajaran, di depan sana. Tapi saat ini, Venka malah tengah melamun, dan menatap papan tulis, dengan tatapan yang kosong.

"Tidak, justru kau yang jauh lebih beruntung darinya"

Ya, kini ia kembali teringat, dengan apa yang dikatakan oleh Draz, tadi malam. Karena Draz,

 tidak mengatakan apa maksud, dari ucapannya itu, sehingga membuat Venka menjadi bingung, dan terus memikirkannya.

"Aku jadi penasaran, apa maksud dari ucapannya Draz? Dan mengapa, ia mengatakan hal itu? Apakah, ia jatuh cinta, padaku? Ah, tapi tidak mungkin, karena menurutku hantu itu adalah tipe pria, yang tidak mudah jatuh cinta, jadi tidak mungkin, jika ia jatuh cinta padaku. Dan sepertinya, ia hanya sedang bercanda saja" batinnya.

Namun tanpa ia sadari, dosen yang sedang mengajar, sedang memperhatikannya dari depan sana. Ia menatap Venka, dengan raut wajah, yang mulai terlihat kesal.

Edvard yang menyadari hal tersebut pun, segera menepuk bahunya Venka, yang duduk di depannya, "Venka, kau jangan melamun" ucapnya, dengan suara yang begitu pelan, bahkan nyaris terdengar, seperti sebuah bisikan.

Segera Venka tersadar dari lamunannya, dan mengganggukkan kepalanya, "Iya" jawabnya begitu singkat, sambil menoleh ke arah Edvard sesaat.

"Venka, kau ingin mengikuti pelajaran saya, atau tidak?" tanya dosen itu, yang masih menatap Venka.

"I-Iya pak, saya mau mengikuti pelajaran bapak" jawab Venka, dengan sedikit gugup, sambil mengganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu fokus, dan jangan melamun! Dan jika kau masih melamun, maka sebaiknya keluar saja, dan tidak usah, mengikuti pelajaran saya!" ucap dosen itu, dengan nada bicara, yang sedikit lebih tinggi, seperti sedang membentak.

"I-Iya pak maaf, saya tidak akan mengulanginya lagi" jawab Venka, yang masih menundukkan kepalanya.

Dan hal tersebut, membuat dirinya jadi pusat perhatian, para mahasiswa dan mahasiswi, yang berada di kelas tersebut. Namun ia mencoba untuk tidak mempedulikannya, dan kembali menatap papan tulis, yang berada di depan sana.













To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Where stories live. Discover now