#65

54 11 0
                                    

"Jadi, kau sudah memberitahu produser itu, kalau kau menerima tawarannya?" ujar Edvard, sambil berfokus menyetir mobil.


Ya, saat ini Edvard dan Venka, memang tengah berada di dalam mobilnya Edvard.

"Sudah, tadi pagi sebelum berangkat ke kampus, aku menghubunginya terlebih dahulu, untuk memberitahunya kalau aku setuju dengan tawarannya" ucap Venka, sambil mengganggukkan kepalanya.

"Lalu kapan, proses syutingnya dimulai?" tanya Edvard, sambil menoleh ke arah Venka sesaat.

"Belum tahu, karena mereka harus mencari para pemerannya terlebih dahulu" jawab Venka.

"Benar, dan lagipula mereka juga harus membuat skenarionya" ujar Edvard, sambil menggelengkan kepalanya.

Namun Venka hanya mengganggukkan kepala saja, tanpa mengatakan apa-apa.

"Oh ya, jika cerita itu sudah difilmkan, lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya?" tanya Edvard kembali, sambil menoleh ke arah Venka sejenak.

"Aku tidak tahu, tapi yang pasti, aku akan tetap menulis, meskipun impianku sudah terwujud, karena menulis adalah salah satu hal, yang paling kusuka" jawab Venka, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.

"Itu bagus, kau tetap melakukan hal yang kau suka, meskipun apa yang kau impikan, sudah tercapai" ujar Edvard, sambil menggangguk setuju.

Tapi lagi-lagi, Venka hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan menyunggingkan senyuman, tanpa mengatakan apa-apa.

1 jam kemudian. . .

Venka sudah berada di rumahnya sedari tadi, dan saat ini, ia sedang menulis cerita terbarunya, di dalam kamarnya.

Tok tok tok. . .

Ia langsung menoleh, ketika mendengar suara pintu kamarnya, yang diketuk dari luar sana. Segera ia menaruh laptopnya di atas kasur, dan berdiri untuk membukakan pintu.

Setelah berada di dekat pintu, ia pun langsung membukanya, dan dapat ia lihat, ibunya yang sedang berdiri di luar sana, "Ada apa, Bu?" tanyanya.

"Di ruang keluarga ada temanmu, nak" ujar ibunya.

"Temanku? Apakah Edvard?" tanya Venka kembali, sambil mengerutkan dahinya.

"Bukan, tapi namanya Drazen" jawab ibunya.

Kedua matanya Venka langsung membulat, setelah mendengar jawaban ibunya, "D-Drazen?" ucapnya, yang terlihat tidak percaya.

"Iya, namanya Drazen. Ayo kau segera temui dia, karena dia sudah menunggumu" ucap ibunya dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.

Dengan sedikit ragu, dan juga tidak percaya, Venka pun segera keluar dari kamarnya, dan menuruni anak tangga bersama dengan ibunya.

Sesampainya di ruang keluarga, mereka segera berhenti, lalu ibunya berdiri di dekat seorang pria, yang sedang duduk di sana, "Drazen, maaf membuatmu menunggu lama" ujarnya, sambil menyunggingkan senyuman.

Pria itu pun segera menoleh ke arah mereka berdua, dan menyunggingkan senyuman, "Iya, tidak apa-apa, Tante" ucapnya.

Melihat raut wajah pria itu, membuat Venka menjadi bingung, dan mengerutkan dahinya, "Drazen? Apakah ini dirinya? Tapi, kenapa wajahnya berbeda" batinnya.

"Venka, kenapa diam saja? Ayo duduk, dan ajak temanmu mengobrol" ujar ibunya, sehingga membuat Venka, langsung tersadar dari lamunannya.

"I-Iya Bu" jawab Venka, dengan sedikit terbata-bata, sambil mengganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu, ibu buatkan minuman dulu untuk temanmu" ucap ibunya Venka, yang kemudian beranjak pergi, menuju dapur.

Sedangkan Venka, ia masih menatap pria itu dengan bingung, tanpa mengatakan apa-apa.

"Hallo Venka" ujar pria itu, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.

"S-Siapa dirimu? Kenapa kau mengaku-ngaku bernama Drazen?" tanya Venka, sambil menatap pria itu, dan memicingkan matanya.

Mendengar apa yang baru saja Venka katakan, membuat pria itu terkekeh, dan segera bangkit dari sofa, "Maafkan aku Venka, karena saat ini, kau tidak mengenaliku. Tapi ini memanglah aku, Drazen. Temanmu yang merupakan hantu" ucapnya.

"Aku tidak percaya" ucap Venka dengan datar.

Pria itu pun menghela nafasnya dengan kasar, dan mengganggukkan kepalanya, "Baiklah, lalu bagaimana caranya, agar kau percaya, jika ini memanglah diriku?" tanyanya.

Venka pun langsung terdiam, dan menatap pria itu, tanpa mengatakan apa-apa. Tapi pikirannya mulai mencari ide, untuk membuktikan apakah pria itu memanglah Draz, atau bukan.

Beberapa saat kemudian, ia berkata, "Jika benar, kau memang Draz, kau pasti tahu, ke mana kau mengajakku, saat pertama kali?".

"Ke salah satu tempat wisata, yang berada di negara ini. Tempat itu begitu luas, dan memiliki sebuah danau, bahkan kita sempat duduk di pinggir danau itu, dan mengobrol bersama. Dan saat itu adalah malam hari" jawab pria itu.

"Kok pada berdiri? Ayo duduk, dan ini minumannya" ujar ibunya Venka, dengan membawa sebuah nampan, yang berisi dua gelas minuman.

"Terima kasih banyak Tante, maaf jadi merepotkan" ucap pria itu, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.

"Sama-sama Drazen, tapi saya sama sekali, tidak merasa direpotkan" ucap ibunya Venka, sambil meletakkan dua gelas minuman itu, di atas meja. Lalu setelah selesai, ia menegakkan tubuhnya kembali, dan berkata, "Silahkan diminum Drazen, dan Venka, ajak temanmu untuk duduk, nak".

"Baik Bu" jawab Venka, sambil mengganggukkan kepalanya. Lalu ia segera mengajak pria itu, untuk duduk di sofa.

Melihat mereka berdua yang sudah duduk, membuat ibunya Venka, menyunggingkan senyuman, "Ya sudah, kalau begitu silahkan dilanjutkan obrolannya" ucapnya.

"Baik Tante, sekali lagi terima kasih" ucap pria itu, sambil menyunggingkan senyuman.

Namun ibunya Venka hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan tersenyum. Kemudian, ia segera beranjak pergi, tanpa mengatakan apa-apa lagi.

"Bagaimana, apakah kau sudah percaya, jika ini adalah diriku?" ujar pria itu, yang beralih menatap Venka.

"Belum sepenuhnya" jawab Venka yang masih saja datar, sambil melipat kedua tangannya di dada.

"Kau ingin bukti lain?" tanya pria itu, sambil menatap Venka dari samping. Namun Venka hanya mengganggukkan kepalanya saja, tanpa mengatakan apa-apa. Dengan berat, pria itu menghela nafasnya, dan menundukkan kepala, "Apa kau masih ingat? Kejadian saat Edvard mengajakmu ke sebuah club malam, dan memaksamu untuk meminum minuman beralkohol, sampai kau mabuk? Lalu, ia membawamu ke mobilnya, dan berniat untuk memperkosamu di sana. Tapi untungnya, aku segera datang, sehingga ia tak jadi melakukan hal tersebut" tuturnya.

Mendengar apa yang baru saja pria itu katakan, membuat kedua matanya Venka langsung membelalak. Sungguh, ia tak menyangka, jika pria itu mengetahuinya. Sebab, yang mengetahui hal tersebut, hanyalah dirinya, Draz, dan juga Edvard.

















To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang