#5

262 29 0
                                    

Venka melangkah memasuki kamarnya, dan menutup pintunya. Lalu dengan kasar, ia menghela nafasnya, dan menghentakkan satu kakinya.


"Kenapa Edvard tidak percaya, dengan yang aku ceritakan?!" ucapnya, yang terlihat kesal.


Ya, saat ini ia memang merasa kesal pada Edvard, karena pria itu seakan tidak percaya, dengan yang diceritakan olehnya. Dan sebenarnya, ia ingin sekali menceritakannya pada orang lain, namun sayang ia tak tahu harus menceritakannya pada siapa. Karena selama ini, Edvard lah tempatnya berbagi cerita. Namun baru kali ini, Edvard seakan tidak percaya, dengan yang ia ceritakan, dan hal tersebut membuatnya menjadi geram, dan juga kesal, pada teman satu kelasnya itu.


Dengan kasar, Venka kembali menghela nafasnya, dan mendudukkan tubuhnya di tepi tempat tidur. Lalu ia menaruh tasnya di atas nakas, dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. 


Sebenarnya, ia juga bingung, kenapa bisa bermimpi tentang pria itu lagi? Dan kenapa, tadi malam tiba-tiba saja jendela kamarnya bisa terbuka, dengan sendirinya? Padahal sudah ia kunci. Dan apakah ada hubungannya, dengan mimpinya itu?




*************************




Saat ini, Venka tengah berada di dalam sebuah rumah, namun ia tak tahu, rumah siapakah itu? Karena itu bukanlah rumahnya.


Ia pun terus saja berjalan, sambil memperhatikan sekitar. Tapi tiba-tiba, langkahnya langsung terhenti, saat ia tiba di sebuah ruang makan. Di sana, ia melihat sebuah keluarga, yang tengah makan bersama. Namun ia tak tahu, siapakah keluarga itu?


"Permisi" ucapnya, sambil menatap ke arah keluarga tersebut.


Tapi tak ada satupun dari mereka, yang mendengar suaranya Venka.


"Kenapa mereka tidak mendengar suaraku?" batinnya.


Lalu ia kembali berjalan, dan menghampiri mereka berempat. Kemudian, ia berdiri di dekat seorang anak perempuan, yang sedang menyantap makanannya.


"Permisi" ucap Venka kembali, sambil menatap anak perempuan itu. Namun anak perempuan itu hanya diam saja, tanpa mempedulikan Venka.


Dengan berat, Venka menghela nafasnya, dan memperhatikan satu-persatu, wajah dari keluarga tersebut. Tapi ia begitu terkejut, saat melihat pria misterius itu, yang juga sedang duduk di sana, dan tengah menyantap makanannya.


"Pria itu lagi, apakah kini aku sedang berada di dalam mimpiku?" batinnya, sambil berpikir sejenak.


"Sayang, laptopnya Draz rusak" ujar seorang wanita paruh baya, pada seorang pria yang merupakan suaminya, sekaligus ayah dari pria misterius itu.


Mendengar apa yang baru saja istrinya katakan, membuat kedua mata pria paruh baya itu langsung membelalak. Lalu ia menoleh ke arah pria misterius itu, dan menatapnya dengan tajam, "Rusak? Kenapa bisa rusak?!" tanyanya, dengan nada bicara yang tinggi.


Pria misterius itu pun langsung menundukkan kepalanya, dan tak berani menatap wajah ayahnya, "Karena 3 hari yang lalu, terkena air di ruang bilas" jawabnya, dengan hati-hati.


"Apa?! Lagipula, kenapa kau membawa laptopmu ke ruang bilas? Kenapa tidak di taruh di dalam lokermu saja? Dan kenapa, kau tidak mengatakannya pada ayah?!" tanya ayahnya kembali, tetap dengan nada bicara yang tinggi, sehingga membuat adik si pria misterius itu, ikut menundukkan kepalanya.


"Karena Riley dan keempat temannya, membawaku ke ruang bilas. Lalu ia melakukan bullying lagi pada diriku, dengan cara membasahi tubuhku dengan air dari shower, lalu ia membuka tas ku, dan menumpahkan isinya, sehingga laptop dan isi tasku yang lain, jadi jatuh dan menimpa kepalaku. Setelah itu, ia membiarkanku yang kebasahan, berserta dengan laptop, dan juga buku-buku serta tasku. Dan aku tak berani mengatakannya pada ayah, karena aku yakin, ayah pasti akan marah" tutur pria misterius itu dengan begitu hati-hati, sambil tetap menundukkan kepalanya.

Brak!!!

Meja makan pun dipukul oleh ayahnya, sehingga membuat mereka bertiga, jadi terkejut. Lalu pria paruh baya itu, bangkit dari tempat duduknya, dan menatap pria misterius itu, dengan geram, "Dasar bodoh! Lemah! Kenapa kau tidak melawannya?! Kan sudah ayah bilang, lawan mereka! Jangan hanya diam saja, lalu meminta pada ayah, untuk memindahkanmu ke kampus lain!" bentaknya.


"A-Aku tidak berani, yah. Karena mereka berlima, sedangkan aku hanya sendiri. 5:1, itu mustahil, dan aku tidak akan menang" tutur pria misterius itu lagi, yang masih menundukkan kepalanya.


Namun ayahnya malah mendengus kesal, dan memutar bola matanya, "Jika kau pintar, maka kau pasti menang melawan mereka. Tapi sayangnya, kau bodoh! Lemah! Pengecut! Makanya kau tak berani melawan mereka" ucapnya.


Tapi pria misterius itu hanya diam saja, dan tak berani mengatakan apa pun. Karena ia tahu, kalau ayahnya begitu keras padanya.


"Ayah tidak mau mendengar, kau dibully lagi oleh genk itu! Dan ingat, kau tidak akan pernah pindah kuliah dari sana, mengerti?!" ujar ayahnya, yang kemudian berlalu begitu saja.


Melihat hal tersebut, membuat ibunya si pria misterius, menghela nafasnya dengan kasar, dan beralih menatap anak pertamanya itu, "Nanti biar ibu, yang membelikan laptopmu, ya?" ucapnya, sambil mengusap-usap lengan anak sulungnya, "Dan, jangan kau pikirkan ucapan ayahmu, kau kan tahu, ayahmu memang keras seperti itu" sambungnya, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.


Namun pria misterius itu hanya mengganggukkan kepalanya saja, tanpa mengatakan apa-apa.













To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang