#63

54 11 0
                                    

Venka tengah melamun di dekat jendela sebuah cafe, dan hanya seorang diri saja. Ya, tadi sehabis makan siang, ia meminta izin pada ibunya, untuk pergi ke cafe.


"Tergantung, ia datang kepadamu, hanya untuk menyuruhmu menulis ceritanya, atau bukan? Jika iya, maka cepat atau lambat, ia akan pergi meninggalkanmu, karena apa yang ia inginkan, telah tercapai"

"Apa benar, Draz padaku hanya menyuruhku menulis ceritanya saja? Dan, setelah apa yang ia inginkan tercapai, ia akan pergi meninggalkanku?" batinnya. Ya, saat ini Venka memang sedang memikirkan, apa yang Edvard katakan padanya, beberapa hari yang lalu. Dan ia jadi semakin takut, jika tiba-tiba Draz pergi meninggalkannya.

"Permisi nona, pesanannya"

Ia pun langsung tersadar dari lamunannya, saat mendengar suara tersebut, dan dapat ia lihat, seorang pria berpakaian ala pelayan, yang sedang berdiri di dekatnya, "Ah iya silahkan" ucapnya, sambil mengganggukkan kepala.

Segera pria itu menaruh secangkir latte di atas meja, yang merupakan pesanannya Venka. Setelah selesai, ia pun menegakkan tubuhnya kembali, dan memeluk nampan yang sudah kosong, "Apa ada, yang bisa saya bantu lagi?" tanyanya.

"Tidak ada, dan terima kasih" jawab Venka, sambil menggelengkan kepalanya, tanpa menoleh ke arah pelayan itu.

"Baik nona, kalau begitu saya permisi, dan selamat menikmati waktunya" ujar pelayan itu, sambil membungkukkan tubuhnya. Namun ia tak langsung pergi, dan masih berdiri di situ, sambil memperhatikan Venka dari samping, tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Karena merasa ada yang memperhatikannya, Venka pun menoleh, dan dahinya langsung mengerut, saat ia melihat pelayan itu yang masih berdiri di sebelahnya, "Lho, kenapa kau belum pergi juga?" tanyanya.

Segera pelayan itu menggelengkan kepalanya, dan menyunggingkan senyuman, "Maafkan saya nona, tapi. . ." jawabnya, yang sengaja menggantungkan ucapannya.

Melihat pelayan itu yang tidak melanjutkan ucapannya, membuat Venka menjadi bingung, dan mengerutkan dahinya, "Tapi apa?" tanyanya kembali.

"Tidak nona, sekali lagi saya minta maaf, dan permisi" jawab pelayan itu, sambil membungkukkan tubuhnya sesaat, dan segera beranjak pergi.

"Dasar aneh" ucap Venka, sambil menghela nafasnya.



***********************

3 hari kemudian. . .

Seperti biasa, saat jam istirahat, Edvard dan Venka selalu menghabiskan waktu bersama, di halaman belakang kampus. Karena di sana, salah satu tempat favorit mereka.

"Ternyata, kisah hidupnya Draz begitu memilukan, ya?" ujar Edvard, yang duduk di sebelahnya Venka.

"Ya begitulah, aku juga tak habis pikir" ucap Venka, sambil mengganggukkan kepalanya.

Ddrrrttttt dddrrttttt. . .

Mereka langsung saling menatap satu sama lain, saat mendengar suara ponsel, yang bergetar.

"Sepertinya, itu suara ponselmu" ujar Edvard.

Tanpa mengatakan apa-apa, Venka pun segera merogoh saku celananya, untuk mengambil ponselnya. Lalu ia menatap layarnya, yang terdapat sebuah panggilan masuk, dari nomor yang tidak dikenal.

"Ada panggilan masuk, tapi aku tidak mengenali nomornya" ucap Venka.

"Coba kulihat" ujar Edvard.

Segera Venka mengarahkan ponselnya pada Edvard, sehingga membuat pria itu, bisa melihat layarnya.

"Aku juga tidak mengenali nomornya" ujar Edvard, yang beralih menatap Venka, dan mengangkat kedua bahunya.

"Siapa ya? Tumben sekali, ada panggilan masuk dari nomor yang tak dikenal" ucap Venka, yang mulai terheran.

"Dari pada penasaran, dan kau coba menebak-nebak, sebaiknya kau angkat saja, siapa tahu penting" ujar Edvard, sambil menatap Venka, dari samping.

Namun Venka hanya terdiam, dan menatap Edvard, tanpa mengatakan apa-apa. Dan kemudian, ia segera menjawab panggilan tersebut, dan mendekatkan ponsel, pada telinganya.

"Selamat siang, apakah benar ini dengan nona Nevenka?" sapa seorang pria, di sebrang sana.

"Iya benar, maaf ini siapa, ya?" tanya Venka, sambil melirik ke arah Edvard.

"Senang dapat mengobrol dengan Anda, nona. Perkenalkan, nama saya Kristijan Kozul, dan saya adalah seorang Produser film. Saya sudah membaca novel karangan Anda, dan saya begitu tertarik dengan jalan ceritanya, maka dari itu, saya menghubungi Anda untuk memberitahu kalau saya ingin mengangkat novel Anda ke layar lebar" jelas pria itu, di sebrang sana.

"L-Layar lebar? Itu artinya, akan difilmkan?" ujar Venka, sehingga membuat Edvard yang mendengarnya, langsung membulatkan kedua matanya.

"Iya benar nona, jika Anda setuju, maka kami akan mengangkat cerita Anda ke layar lebar, alias menjadikannya film"

Venka pun segera menoleh ke arah Edvard, dan menatapnya tanpa mengatakan apa-apa.

"Bagaimana nona, apakah Anda setuju?" ucap pria itu, yang bernama Kris.

"Umm. . . Bolehkah saya meminta waktu, sampai besok? Sebab, saya harus memikirkannya terlebih dahulu" ucap Venka, yang sengaja sedikit berdusta, sambil mengulum bibirnya. Ya, Venka memang membutuhkan waktu, untuk menanyakannya pada Draz, sebab ia tidak ingin, langsung mengambil keputusan sendiri, seperti beberapa hari yang lalu. Karena menurutnya, Draz lah yang berhak memberikan jawabannya.















To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Where stories live. Discover now