#40

84 21 0
                                    

Kini Venka tengah melamun di halaman belakang kampusnya, dan hanya seorang diri saja. Karena Edvard, sedang pergi ke kantin, untuk membelikan minuman. Dan kini, ia sedang memikirkan, apa yang tadi malam, Draz katakan padanya.


"Apakah benar, kalau Edvard, bukanlah seorang pria yang baik? Dan apakah benar, kalau sebenarnya ia menyukaiku?" batinnya, sambil menatap ke depan, dengan tatapan yang kosong.

"Hey, apakah kau menunggu lama?" ujar Edvard, yang baru saja datang, dan mendudukkan tubuhnya, di sebelahnya Venka.

Segera Venka tersadar dari lamunannya, dan menoleh ke arah Edvard, "Tidak Ed" jawabnya, dengan disertai senyuman, yang begitu tipis.

"Baiklah, kalau begitu ini untukmu" ucap Edvard, sambil memberikan sekotak orange juice, pada gadis itu.

"Terima kasih" jawab Venka, sambil menerima sekotak orang juice itu.

Namun Edvard hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan memalingkan pandangannya ke depan, tanpa mengatakan apa-apa.

Sedangkan Venka, ia segera menusukkan sebuah sedotan, pada lubang yang sudah tersedia, di kotak orange juice itu, dan segera menyeruputnya.

Beberapa saat kemudian, Venka menoleh ke arah teman satu kampusnya itu, dan menatapnya dari samping, "Umm. . . Ed, bolehkah aku bertanya sesuatu?" ucapnya.

"Tentu saja boleh, memangnya kau ingin bertanya apa?" tanya Edvard, sambil menoleh ke arah Venka.

Segera Venka menundukkan kepalanya, dan mengulum bibirnya, "Kita kan sudah kenal lumayan lama, yaitu 3 tahun, dan selama itu, tidak ada sesuatu, yang kau sembunyikan dariku, kan?" ucapnya, yang kemudian menoleh, ke arah pria itu.

Mendengar sebuah pertanyaan, yang baru saja dilontarkan oleh Venka, membuat Edvard langsung terdiam, dan menundukkan kepalanya, tanpa mengatakan apa-apa.

Melihat hal tersebut, membuat Venka menjadi bingung, dan mengerutkan dahinya, "Ed, kenapa kau jadi mendadak diam?" tanyanya.

"T-Tidak apa-apa, Venka" jawab Edvard, yang sedikit terbata-bata, dan tersenyum kikuk.

"Lalu, apa jawabannya?" tanya Venka kembali, tanpa melepaskan pandangannya, dari teman satu kampusnya itu.

"Oh. . . T-Tentu saja tidak, Venka. Aku tak pernah, menyembunyikan apapun darimu, dan kau kan tahu, kalau aku sering bercerita padamu, tentang apa yang kurasakan. Bahkan, kau sudah tahu benar, bagaimana diriku" jawab Edvard, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.

Venka pun hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan memalingkan pandangannya, tanpa mengatakan apa-apa. Namun di dalam hatinya, ia berkata, "Berarti dugaannya Draz, kalau memanglah salah. Karena Edvard, tidak menyembunyikan apapun, dariku".


************************


Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 10 malam. Dan saat ini, Venka tengah berada di dalam kamarnya, dan sedang sibuk, mengetik ceritanya Draz, yang belum selesai.

"Hey, ceritanya sudah sampai part berapa?"

Ia pun langsung menoleh ke arah sumber suara, dan dapat ia lihat, Draz yang sedang berdiri, di dekat jendela. Namun Venka hanya diam saja, dan kembali menatap layar laptopnya.

Melihat hal tersebut, membuat hantu itu menjadi bingung, dan mengerutkan dahinya. Ia pun segera berjalan menghampiri Venka, dan mendudukkan tubuh di sebelahnya, "Kenapa kau diam saja? Kau marah padaku?" tanyanya, sambil menatap Venka, dari samping.

"Dugaanmu salah, karena Edvard sama sekali, tidak menyembunyikan apapun dariku" ujar Venka, tanpa menoleh ke arah Draz.

"Benarkah? Dari mana kau tahu hal itu?" tanya Draz, dengan dahinya yang ia kerutkan.

"Aku menanyakannya langsung padanya, tadi siang. Saat kami berdua, sedang berada di halaman belakang kampus" jawab Venka, yang kembali mengetik, ceritanya Draz.

Draz pun mulai merasa bingung, dan memalingkan pandangannya, dari Venka, "Tapi aku merasa, kalau ia akan melakukan suatu hal, yang buruk padamu, Venka. Dan, ia juga mencintaimu, maka dari itu, aku menyuruhmu untuk berhati-hati dengannya" ujarnya.

"Iya, tapi dugaanmu itu salah, Draz! Karena Edvard, tidak akan melakukan apapun padaku. Dan lagipula, mana mungkin jika ia berniat, untuk berbuat jahat padaku" ucap Venka, dengan nada bicara yang sedikit lebih tinggi, sambil menoleh ke arah Draz.

Dengan kasar, hantu itu menghela nafasnya, dan mengganggukkan kepalanya, "Baiklah, kalau begitu aku minta maaf" katanya.

"Jangan minta maaf padaku, tapi minta maaflah, pada Edvard. Karena kau sudah salah menilainya" ucap Venka dengan datar, sambil memalingkan pandangannya, pada layar laptopnya.

Namun Draz hanya diam saja, dan menatap gadis itu, tanpa mengatakan apa-apa. Tapi di dalam hatinya, ia berkata, "Tidak mungkin, jika dugaanku salah, karena aku yakin benar, jika pria itu tidak baik. Dan aku tidak akan membiarkannya, melakukan sesuatu yang buruk pada Venka".














To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Where stories live. Discover now