98 - Musimnya nikah

2.1K 74 1
                                    

Dania menemui bu Vivi di ruangannya.

"Kamu tambah cantik aja Dan."

Dania tersenyum.

"Jadi kamu mau ambil beasiswa ini?"

"Iya bu."

"Sudah ibu bilang kamu pantas dapat ini semua. Ini formulirnya. Tentang paspor biar kami yang urus."

"Maaf bu di Universitas mana ya?"

"Hamburg University."

"Baik bu." Dania tersenyum lalu pamit pulang.

"Oh iya Dan. Hari ini Lilis dan Bontot nikah ya?"

"Hah?"

Benar saja ada undangan yang sudah disimpan di rumah. Mungkin Mamah yang menerimanya. Ini wajib hadir. Setidaknya sebagai seseorang yang dulu pernah jadi temannya. Apalagi kan Bontot juga teman mantannya, Erfan.

Dania datang dengan Erfan karena dia sendiri yang menawari tumpangan serta gandengan. Rahmat tidak diundang, karena mempelai tidak mengenalnya.

Mereka sangat serasi. Semoga saja kedepannya bakal balikan lagi ya haha.

"Wih udah duluan aja nih." goda Erfan

"Selamat ya Lis."

"Iya kalian cepet nyusul ya. Kalian juga." kata Lilis melihat Toni dan Citra dibelakang mereka.

"Haha kita mah nunggu dulu yang didepan. Gak berani ngelangkahin." canda Toni. Maksudnya tidak berani melangkahi sang Bos De Bawangs, Erfan.

"Haha ayo foto dulu."

Cekrek.

"Cepet dapat momongan ya." -Erfan

"Aamiin. Ayo makan makan. Banyak makanan disana. Ambil aja semuanya. Jangan canggung kayak di kantin sekolah." jawab Bontot. Keduanya terlihat sangat bahagia. Syukurlah. Semoga samawa sampai tua nanti.

Erfan menyiapkan makannya dengan Dania yang mengantri didepannya. Ia sangat menjaga takut Dania kenapa-napa.

Sweet...

"Kamu jadi ambil beasiswa yang ke Jerman itu?"

"Hmmm?"

"Maksud gue Lo." Erfan tersedak. Dania memberinya minum

"Iya. Kenapa?"

"Nggak mau dipikirin dulu? Emang sayang sih karena nggak semua orang bisa dapet beasiswa sekeren itu. Cuma ya, jauh dari..."

"Dari siapa? Dari lo? Hahaha." goda Dania selesai makan

"Dari keluarga." jawabnya gengsi

"Hahaha. Iya sih. Tapi kan kemaren gue udah nggak lulus SBM. Sayang aja sih kalo kesempatan sebesar ini dilewatin."

"Kapan rencana berangkat?"

"Minggu depan. Oh iya. Tolong jagain Miku dong."

"Miku? Bukannya hamster lo Wuwu?" Erfan juga selesai makan.

"Iya hamster gue emang Wuwu. Miku itu anjing."

"Lo punya anjing? Sejak kapan?"

"Nggak usah tau lah. Pokoknya jagain ya. Wuwu nya juga sekalian."

"Hmm?"

"Mau kan?"

"Oke."

"Oh iya anter gue ngurusin persyaratan yuk."

Selesai dari hajatan mereka pergi ke tempat fotocopy lalu ke warnet. Ya untuk mengurusi keperluan beasiswanya Dania. Lekas setelah itu pergi ke rumahnya bu Vivi.

"Ini bu persyaratannya. Semua sudah lengkap."

"Oke. Eh ini bukannya Erfan? Kamu apa kabar? Lancar di sekolah barunya?"

"Alhamdulillah lancar bu."

"Kamu kuliah dimana?"

"Kedokteran UI."

"Alhamdulillah calon dokter. Kasian dong sebentar lagi LDRan (Long Distance Relationship / pacaran jarak jauh). Dania nya jauh di Jerman sana. Eh kalian masih pacaran kan?"

Mereka diam dan tersenyum.

Selesai itu Erfan mengantarnya pulang. Namun nihil. Hujan tiba-tiba turun. Hingga akhirnya mereka mampir ke perumahan Kak Tya yang letaknya tak jauh darisana.

"Ayo ganti baju dulu. Kamu pake yang kakak. Kamu pake yang Mas Indra aja." kata Kak Tya.

"Oh iya. Kok sama dia lagi? Bukannya punya pacar baru?" Tya keceplosan. Ups.

"Oh iya gue baru inget. Rahmat kemana?" bisik Erfan yang jadi penasaran

"Udah ah sana lo ganti baju."

"Iya kamar mandinya sebelah sana ya." lanjut Tya menunjuk. Erfan ganti baju lalu Tya duduk disamping adiknya.

"Cerita dong."

"Iya aku sama Rahmat udah putus. Mamah nggak suka sama dia."

"Kenapa?"

"Nggak tau deh. Katanya Rahmat cowok nggak bener. Cowok brengsek bla bla bla. Padahal kalo dibalikin si Kiki juga sama ya kan. Malah Rahmat jauh lebih baik. Itu mah Mamahnya aja yang aneh. Orang sebaik Rahmat dibilang bangsat."

"Udah lah kalo jodoh juga balik lagi. Contohnya kamu sama Erfan."

"Maksudnya?"

"Kalian jodoh." Tya ketawa lalu pergi menyiapkan hidangan.

Hari sudah malam. Mereka pamit. Lalu Erfan mengantarnya pulang.

Di depan gerbang rumah Erfan mencium keningnya. Mungkin ia lupa karena dulu selama pacaran selalu kebiasaan seperti ini.

"Ah maaf. Gue lupa."

Dania salting. "Gakpapa." Lalu ia pun membalas dengan mencium pipi Erfan.

"Anggap aja upah hari ini."

Erfan tersenyum. "Kalo setiap hari nganter gimana upahnya?"

"Gila lo ngarep banget. Udah sana pulang."

"Oke. Dah."

•••

Diam [COMPLETED]Where stories live. Discover now