67 - Pengakuan

2.6K 137 5
                                    

Reynand mengiyakan pertanyaan Erfan. Dania terperangah dan tak bisa berbuat apapun melihat ekspresi Erfan yang terlihat kesal.

"Fan aku kesini mau bahas sesuatu."

"Nggak ada yang perlu dibahas lagi Dan. Gue udah bahagia."

Deg.

Terserah kalian mau benci Erfan atau gimana. Tapi untuk sementara waktu, dengarlah pernyataan yang sebentar lagi akan keluar dari mulutnya.

Reynand menyimak meskipun tak paham apa yang sedang mereka bicarakan.

Erfan berbalik namun langkahnya terhenti.

"Aku udah tau semuanya Fan. Nggak perlu kamu tutupi lagi."

Erfan masih dalam posisi yang sama.

"Dian. Dia bukan beneran calonmu kan?"

Erfan berbalik dibuatnya. Matanya terpejam sebentar.

"Mending sekarang lo balik dan tinggalin gue."

"Ayahmu juga sebenernya udah nggak ada kan?"

Mendengar kalimat itu spontan tangan Erfan hampir melayang di pipinya.

"Apa-apaan sih lo Fan?" bentak Reynand

"Sebenernya maumu apa sampe ngebohongin aku segala? Aku maunya kamu yang dulu. Bukan Erfan yang tiba-tiba marah dan jadi orang lain kayak gini." Dania menangis

Kini tangan Erfan mengepal geram. Entah apa yang ada dalam pikirannya saat itu.

"Mending sekarang lo pergi. Pergi Dan!" bentak Erfan. Lengan Reynand lantas menarik kaosnya dan menatap sinis.

"Apa urusannya sama lo? Apa?" bentaknya lagi.

Reynand melotot dan tak lama melepas kepalannya itu.

Erfan diam. Menghela napas menahan amarahnya yang semakin meledak. Ia mengusap wajah dan akhirnya meminta maaf.

"Jangan nangis terus Dan." nadanya merendah

"Gue minta maaf."

Dania mulai diam.

"Ayo masuk. Gue jelasin semuanya."

Erfan meraih tangannya. Reynand melangkah mundur.

"Gue balik ya."

"Iya. Sorry buat yang tadi."

"Woles."

"Ntar gue bantuin lo beres-beres."

"Ah segitunya. Gue tunggu ya biar ada yang ngelapin kaca."

"Bangsat."

"Makasih Rey." kata Dania. Reynand menepuk pundaknya dan menaiki motor.

Erfan membuka pagar dan mempersilahkan mantan, eh entah kekasihnya itu masuk.

Dania disambut Aril yang sedang sibuk mengelap meja ruang tamu. Kalau ibunya sedang memasang gorden.

"Fan?" tanya Ibunya heran. Kalian tau sendiri kan kejadian pas Ibunya ngajak Dania masak buat ngerayain lamarannya Erfan sama Dian. Makanya beliau heran kok Erfan ajak cewek itu lagi kesini.

"Bentar bu."

Dania mengangguk sopan dan terus mengikuti tarikan Erfan hingga ke lantai atas.

Erfan menepis debu di kursi komputernya dan menyilahkan Dania duduk.

"Sejauh mana lo udah tau tentang gue?" Erfan duduk di lantai persisnya didepan kaki Dania.

"Fan kamu jangan gini. Berdiri."

Erfan menahan tangannya dan memegang erat jari jemarinya.

"Jawab aku Dan."

"Aku tau kamu punya satu mantan. Aku tau Dian bukan calonmu. Aku tau tentang ayahmu. Tapi semua itu masih bikin aku bingung. Aku yang ngerasain tapi kenapa orang lain yang tau kebenarannya."

"Semua itu kamu tau darimana?"

"Hmm... Bontot."

"Oke semua yang Bontot bilang benar. Maaf."

"Kenapa kamu bohongin aku? Jadi Dian itu siapa?"

"Dian cuma temen masa kecilku. Dan alasan aku bohong itu ada hubungannya sama Ayah."

"Apa?"

"Keluargaku emang kurang harmonis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Keluargaku emang kurang harmonis. Ayah orangnya cuek. Ibu malah sibuk sama arisannya. Semuanya terasa hampa sampai akhirnya kita berasa ada di ujung jurang. Entah sejak kapan Ayah punya hubungan sama cewek lain. Dan akhirnya Ayah berani buat bilang mau poligami. Ibu gak setuju. Siapa sih perempuan yang mau di dua. Ayah ngancam mau bunuh kandungan Ibu kalo dia gak setuju. Waktu itu Ibu lagi ngandung Aril 9 bulan. 3 bulan kemudian pernikahan itu digelar. Keluarga kami berada dalam satu mobil karena memang keluarga Ayah sendiri gak tau kalo Ayah mau poligami. Ditengah perjalanan ada truk oleng yang nabrak. Ayah dan supir meninggal. Darisitu aku dan Ibu trauma berat."

"Fan..."

"Kamu pasti tau kan tentang rumor keluargaku yang gila?"

"Iya."

"Aku mau jujur. Kami sebenarnya memang stress. Lebih tepatnya terlalu trauma. Mungkin orang lain boleh menyebutnya gila. Itu terserah mereka. Tapi yang jelas kejadian itu membuat trauma yang sangat berat bagi kami. Itu juga yang bikin aku mulai nakal."

"Alasan itu juga yang bikin aku bohong sama kamu. Aku gak mau kamu malu punya pacar yang gila kayak aku. Dengan berat hati makanya aku pergi dengan alasan mau nikah sama Dian. Kenapa? Karena itu alasan yang lebih pantas supaya kamu nerima semuanya. Maaf Sayang."

•••

Diam [COMPLETED]Where stories live. Discover now