14 - Untung bukan FROZEN

9K 274 5
                                    

Kenyataan itu memang pahit untuk dikenang dan sulit untuk dilupakan. Bagaimana tidak. Berarti selama ini mereka selalu jalan dan membeli makanan itu sebenarnya bu Desi yang membayar.

Cewek yang ngeluarin modal cuy. Hello zaman apa ini?

Dania memang sangat kesal akan perilaku Mamahnya yang terlalu memanjakan brondongnya itu. Ia ingin memberontak, tapi ini bukan saatnya.

Hari ini sepulang sekolah Dania mencuci sepatunya yang terkena tumpahan tepung terigu dan telur hasil kejutan dari ulang tahun Fani, teman sekelasnya.

Sebenarnya ia tak mengikuti acara surprise itu. Bahkan ia hanya duduk tenang saja di bangkunya. Namun naas, sebuah lemparan menuju ke arahnya. Untung hanya sepatunya saja yang kena. Ia masih bisa menahan sabar.

Ia menenangkan hatinya dengan menonton acara komedi di televisi ruang tengah.

"Non tentang kejadian yang sebelumnya..." Dani berusaha untuk membicarakan kejadian saat ia dan dirinya menguping pembicaraan bu Desi 2 hari yang lalu.

"Lo masih mikirin itu?" tanya Dania

"Em saya khawatir sama non." Dani ikut duduk di sofa.

"Gakpapa kok. Biasa aja kali lebay banget."

"Tapi emang gue lebay sih. Kenapa juga pake nangis di depan Dani segala. Aduhh." celetuk Dania dalam hati.

Ada yang membuka pintu rumah. Itu adalah Mamahnya Dania. Dan tentu saja dengan Om Kiki yang hampir setiap hari selalu main ke rumah.

Dania dan Dani menoleh karena memang tak ada pembatas antara ruang tamu dan ruang tengah. Om Kiki duduk di sofa.

"Sayang pengen ngemil yang manis-manis dong sama rokok." jelas Om Kiki tak memperdulikan bahwa ada dua remaja di ruang sebelah.

Bu Desi menyimpan tas dan duduk sebentar.

"Oke bentar ya aku ke warung dulu."

Perempuan itu menurut dan segera pergi ke warung yang memang jauhnya tak seberapa.

Beliau kembali dengan sekantung kresek cemilan dan rokok untuk kekasihnya.

"Sayang aku lapar nih. Kita makan di luar yu."

"Ayo tapi aku ganti baju dulu."

"Ga usah. Gitu aja."

Bu Desi menurut lagi yang sama-sama tak memperdulikan bahwa anaknya dan Dani sedang memperhatikan.

Mereka pergi keluar dan mencari makan.

Dani yang melihat itu semua merasa tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia menoleh Dania yang duduk di hadapannya dengan tatapan yang tak berkutik sedikitpun.

"Em non."

"Gak usah aneh. Mereka emang kayak gitu. Mamah emang lebih sayang pacar daripada anaknya sendiri. Apa yang dia mau diturutin. Gue aja yang daritadi duduk disini gak diperhatiin sama sekali. Seenggaknya nanya udah makan apa belum kek. Malah lebih nurut sama cowok itu." kata Dania tanpa menoleh Dani.

"Em non ayo ikut saya."

"Kemana?" Dania menoleh

"Ayo ikut aja." Dani menarik lengan Dania.

"Eh kemana dulu? Jangan culik gue awas lo ya."

"Ayooo."

Mereka pergi bersama motor kesayangan Dani. Dengan dua helm yang mengikat erat dileher.

"Saya tau nasi goreng cokro disana enak banget non. Langganan saya soalnya." Dani menunjuk ke sebuah stan nasi goreng di depan sebuah kampus.

"Lo mau ngajak gue makan? Nggak ah."

"Kenapa non? Non kan belum makan. Setidaknya saya udah ngajak dan nawarin non makan."

"Gue gak bawa uang Daniiii."

"Urusan itu saya yang traktir non tenang aja."

"Lo kan belom dapet gaji sepeser pun."

"Saya punya si jago non. Kalo darurat suka saya kuras dulu sedikit haha."

"Celengan ayam maksud lo? Lo punya juga? Warna apa? Btw gue juga punya haha. Atau jangan-jangan ayam gue yang lo kuras."

"Ya nggaklah non saya bukan orang yang kayak gitu. Ayo turun. Mau pedes apa nggak?" Dani mematikan mesin motor.

"Pedes banget. Pusing gue." Dania turun yang diikuti Dani.

"Mang nasi goreng dua ya pedes banget."

Mamang itu menoleh dan menilik-nilik.

"Jang Erfan?" tanyanya dengan nada yang lumayan tinggi.

"Ssstt mang jangan kenceng-kenceng. Noh." Dani mengisyaratkan bahwa ada Dania yang sedang bersamanya kini.

"Oh pacarnya ya?"

"Otw. Doain aja haha. Cepetan ya mang."

"Siapp."

Dani pun duduk disamping Dania yang sudah lebih dulu menempati sebuah kursi.

Dua porsi nasi goreng plus telur mata sapi tersaji. Dania dan Dani melahapnya dengan gembira.

"Aaaa." Dani ingin memasukkan krupuk yang dipegangnya ke mulut Dania.

"Ih apaan sih lo lebay deh." Dania menyingkir dan memukul tangan Dani hingga air yang tersisa di gelas menyirami hp Dani yang tergeletak di sampingnya.

"Ah tuh kan. Sorry ya dan." Dania meraih hp nya dan mengelapnya dengan tisu.

"Gak papa non. Santai aja. Lebay banget." Dani memang sepertinya ingin meniru perkataan yang selalu Dania ucapkan.

"Ih plagiat. Hp nya simpen di tas gue aja ya." Dania memasukkan hp itu ke dalam tas slendangnya.

Sesi makan pun selesai. Mereka sangat puas dengan nasi goreng yang terkenal itu. Mereka langsung kembali ke rumah karena memang sudah mau malam.

15 menit setelah sampai rumah.

"Dani ini hp lo lupa ada di tas gue." Dania keliling mencari Dani yang entah kemana.

Hingga seorang lelaki berhanduk berhenti di hadapannya.

"Aaaaa lain kali kalo abis mandi langsung pake baju napa." Dania kaget melihat Dani dengan dada telanjang. Segera ia menutupi wajahnya.

"Ahaha maaf non saya langsung kesini soalnya pas non manggil." Dani tersenyum

"Btw lo punya tompel?" Dania mencuri pandang di sela sela jarinya.

"Iya nih tompel ini emang bikin orang salah paham aja. Jangan ambigu non." Dani mengusap sebuah tompel gede yang terletak di antara dua dadanya.

"Matanya ada tiga haha." Dania malah tertawa

"Jangan gitu non saya malu. Mana hp saya?" Dani menjulurkan tangan

"Oh iya." Dania menyingkirkan kedua tangannya untuk segera merogoh tas kecilnya. Ia mencari-cari hp Dani yang berada di alas tas.

Namun tiba-tiba saja handuk itu terlepas dan terjatuh ke lantai.

Dania sontak menutup wajahnya kembali dengan tangannya.

"Aaaa pake jatoh segala. Mana minions lagi. Untung bukan frozen." Dania terus berteriak

Dani dengan cepat menaikkan handuknya kembali.

"Maaf non. Mana hp saya?"

"Ah entar aja entar sana lo pake baju dulu sanaaaa."

"Ah iya." Dani berjalan jinjit dan meninggalkan gadis itu.

•••

Diam [COMPLETED]Where stories live. Discover now