38 - Pergi

5.6K 178 0
                                    

"Hem gue duluan ke kelas ya." Dania berlalu dengan wajah yang menyusut.

Pak Gilang berpapasan dengannya. Beliau heran dengan wajah murid yang satu ini. Pagi begini sudah cemberut saja.

"Hey kamu kenapa? Eh kayaknya saya pernah liat kamu deh. Kemarin. Tapi siapa ya?"

Dania tetap fokus kedepan. Tak menggubris Pak Gilang yang dilaluinya.

Pak Gilang melanjutkan langkah kakinya dan terhenti saat melihat adegan ciuman itu. Si cowok baru saja melepaskan ciumannya.

"Loh? Hey kalian!" teriaknya seraya menghampiri. Erfan dan Lilis menoleh. Untung saja ciuman itu sudah selesai. Tapi apa Pak Gilang sudah terlanjur melihatnya katanya.

"Kamu lagi! Pagi begini udah bikin masalah. Mau jadi apa sih kamu itu?"

Lilis menunduk. Ia tak bisa berbuat apapun.

"Pak bisa saya jelaskan."

"Nggak. Ayo kita buat surat peringatan ketiga kamu!" Pak Gilang melangkah namun Erfan malah tak mengikuti langkahnya.

"AYO CEPETAN! KAMU JUGA LILIS! TINGKAH MURID JAMAN SEKARANG EMANG BIKIN GELENG KEPALA!"

Mereka pergi bersama ke ruang Bimbingan Konseling.

Dania melempar tas nya ke meja. Dan langsung duduk menumpu wajah dengan kedua tangannya.

Citra menghampiri dan duduk di sampingnya.

"Lo kenapa?"

Dania mengangkat kepalanya dan melihat senyuman itu terlukis di wajah Citra yang mulus.

"Nggak papa Cit."

"Serius? Tapi kayaknya lo lagi badmood."

"Tumben dia merhatiin gue. Pasti ada maunya nih. Bukannya dia sendiri yang bilang kalo dia bakal ngejahatin gue karena dia sirik atas apa yang gue punya?" kata Dania dalam hati

"Beneran gue gakpapa Cit."

"Em yaudah. Ntar siang ke kantin bareng yuk!"

"Emm... Ah ayo aja."

1 jam kemudian.

Pak Gilang datang dari pintu samping. Pintu pintas yang mengarah langsung ke ruangan rapat.

Beliau duduk di kursinya dan berhadapan kembali dengan Erfan dan Lilis yang sedari tadi menunggu.

"Pihak sekolah sudah memutuskan. Erfan Suswanto. Siswa kelas 12 Ipa 2, mulai hari ini resmi dinyatakan bukan siswa di SMA Bina Nusa lagi."

Erfan biasa saja. Lilis yang menganga. Bagaimana bisa? Kok cuma karena ciuman dia dikeluarin dari sekolah?

"Pak gak bisa gitu dong pak. Saya juga kan terlibat. Kenapa hukumannya gak banding aja? Kenapa Erfan sampe dikeluarin dari sekolah?"

"Lilis apa hukuman skorsing kamu mau ditambah? Mau kamu ngulang sekolah lagi tahun depan?"

"Pak...." Lilis menciut. Erfan menunduk.

"Erfan kamu tanda tangani surat ini."

"Pak apa gak sebaiknya kita bicarakan dulu dengan orang tua Erfan?"

"Mau bagaimana lagi? Ibunya sendiri saja sudah bosan berulang kali datang ke ruangan saya. Dia pasti gak begitu terkejut mendengar hal ini."

"Bagaimanapun orang tua harus tau."

"Kok jadi kamu yang ngatur? Kalo mau ngatur belajar yang bener terus daftar jadi kepala sekolah."

Erfan melirik. Bola mata Lilis memang sudah berkaca-kaca.

"Udahlah Lis." Erfan tersenyum meyakinkan semuanya baik-baik saja.

"Fan lo gak boleh pergi."

"Ayo tanda tangan!"

Erfan lekas menandatangani surat resmi yang menyatakan bahwa dia dikeluarkan dari sekolah ini.

Erfan dan Lilis keluar.

"Lis gue nitip ya. Jangan sampe Dania tau rahasia gue dari lo."

"Lo masih aja mikirin Dania. Apa-apa Dania. Udah bawa pulang aja sana tuh si Dania lu kawinin aja sekalian."

"Lis gue tau lo emosi. Gue baik-baik aja kok. Lagian kan masih ada Bontot sama Toni."

"Terus masa depan lo mau dibilang baik-baik juga gitu?"

"Gue bisa ngulang taun depan. Atau kalo mau gue pindah secepatnya ke sekolah swasta yang lain."

"Erfannn..." air mata Lilis benar-benar jatuh. Serius!

"Gue nggak nyangka cewek setomboy lo bisa galau juga."

"Biarpun tomboy gue juga cewek kali!"

"Haha lagian lo segitu sedihnya gue keluar. Padahal kita temenan baru beberapa bulan."

"Emmm..." Lilis membuang muka

"Emmm? Soal yang tadi pagi sorry. Lupain aja."

"Hmmm." Lilis mengangguk. Padahal hatinya sumringah saat Erfan menciumnya tadi. Tapi kesenangan itu berlalu begitu cepat saat Erfan harus pergi.

Benar saja Dania dan Citra istirahat bersama di kantin. Dania berpikir. Kalo memang ada maunya pasti dia minta di traktir, soalnya dia tiba-tiba ngajak ke kantin bareng gitu.

Saat menunggu makanan datang tiba-tiba De Bawangs datang. Ada Lilis juga disana.

Dania tak menyadarinya karena memang mereka datang dari arah belakang.

"Itu De Bawangs ya?" kata Citra menunjuk

"Hah De Bawangs? Kita pindah aja yu kesana." jawab Dania tanpa ingin tau siapa saja anak De Bawangs yang Citra maksud.

"Loh Dan kenapa?"

"Gakpapa sih biar deket AC aja." Dania beranjak dan pindah ke meja lain. Begitupun Citra.

"AC? Ruangan terbuka gini mana ada AC Dan."

"Aduh malu nih gue." kata hati Dania

"Ahh hehe iya maksud gue angin cepoy."

"Haha lo bisa aja." Citra tertawa. Baru kali ini Dania melihatnya. Biasanya kan cemberut dan ketus.

"Emmm Dan gue pinjem duit lo dulu ya buat bayar ni makan."

"Ya.. Ya boleh aja. Santai aja kali."

"Hehe makasih ya."

"Bener kan dia ada maunya. The first ngutang dia nih."

(Untuk yang bergaris miring itu tandanya lagi bicara dalam hati ya. Kecuali kalo ada judul Pesan atau Whatsapp karena sama-sama aku miringkan tulisannya).

"Lis tadi lo mau ngomong apa?" tanya Bontot duduk disamping Lilis dan Toni.

"Erfan."

"Oh iya pantesan berasa ada yang kurang. Dia kemana?"

"Dia dikeluarin dari sekolah."

"Lah kenapa?"

"Masa iya cuma karena dia tadi ...."
"nyium gue. Untung gak kebablasan."

"Dia tadi apa?"

"Ya wajar aja sih si bos dikeluarin. Orang dia tiap hari cari masalah. Padahal sayang, dia kan pinter." Toni berkomentar

"Ah iya sih. Dia emang udah nakal dari sananya. Masa iya pertama kali masuk sini udah kena SP1 aja. Ya wajar kalo tiap taun kena SP. Makanya udah diujung lulus gini dia kena SP3 dan akhirnya dikeluarin."

"Ah sayang banget." Lilis merunduk

"Untuk kali ini gue gak mau ketemu Erfan dulu." -Dania

Dania mengira Erfan sedang ada diantara mereka yang asik ngobrol.

•••

Diam [COMPLETED]Where stories live. Discover now