35 - Mati?

5.4K 182 2
                                    

"Mau ngapain lo nyari mereka?"

"Gue harus kasih perhitungan sama mereka!"

"Tentang? Erfan? Kenapa sih segitu pedulinya lo sama urusan dia?"

"Jangan salah paham. La.. Lagian gue cuma mau bela sahabat aja. Gak lebih."

Bontot mengecap bibirnya. Suara yang menggambarkan bahwa dia badmood.

"Woy mau bantuin gue nggak nih?"

Bontot diam.

"Gue traktir makan. Gue kasih bensin."

Bontot masih diam.

"Lo beneran mau ngebiarin cewek ngadepin semua ini sendirian?"

Bontot menarik napas.

"Lo kan bukan cewek tapi gajah."

"Kegoblokan yang hakiki!"

Bontot bersiap ke kamarnya. Lilis dibiarkan menunggu dengan setoples coklat kacang.

Nittt... Nittt...

Suara kotak jantung itu sangat mengerikan. Perlahan grafik itu mulai tak beraturan. Terkadang hanya bergambar segaris yang diselang lagi dengan garisan yang normal kembali.

Dania belum sadarkan juga. Keringat dingin Dani bahkan tak usah ditanyakan lagi. Bu Desi sibuk mengobrol dengan dokter. Kak Tya masih dalam perjalanan menuju Rumah Sakit.

"Dania kenapa sih lo bego banget pake nyayat tangan lo sendiri? Lo kenapa? Apa lo frustasi karena kejadian kemaren? Lo pasti kepikiran tentang perkataan Lilis kan? Gue jadi bingung. Soalnya ada alasan tertentu kenapa kemaren gue biarin lo dibully sama Lilis."

Krekk...

Bu Desi tersenyum dibalik potongan kayu yang dijadikan penutup ruangan itu. Senyumnya merekah. Matanya berbinar. Pasti ada kabar baik!

"Dani."

Dani memutar bahunya dan menghadap majikannya itu.

"Iya bu."

Bu Desi menatap serius ke ranjang. Mata Dania perlahan terbuka dan menatap ibundanya.

"Ibu ada apa?"

Bu Desi masih saja tersenyum pada posisinya.

"Ibu? Ekspresi ibu keliatan senang tapi ibu tidak menjelaskan apa-apa seperti ada sesuatu buruk yang akan terjadi. Apa senyuman ibu itu fake smile?"

"Aduh kurang ajar banget nggak sih gue bilang gitu ke majikan sendiri." batin Dani

Bola mata bu Desi mengarah ke Dani sejenak dan menatap Dania kembali.

"Kamu akan tau jawabannya kalo kamu berbalik."

Dani bingung tapi ia langsung berbalik dan mendapati Dania tengah tersenyum padanya.

"Dania." Dani sumringah. Hampir saja ia memeluknya namun tertahan karena ia sadar ada ibunya disitu. Kalau tidak sudah pasti Dani peluk seerat-eratnya.

Tak disadari ada yang memperhatikan mereka dari balik pintu.

"Jadi itu yang namanya Dani." bisik Lilis saat menatap punggung Dani yang ia cari. Ingat baik-baik hanya punggung!

•••

Diam [COMPLETED]Where stories live. Discover now