81 - Kisah kamera penguntit

2K 79 1
                                    

Di pantai ancol jam 7 malam.

"Lo ngajak gue kesini mau ngapain?" tanya Dania yang berjalan menyisir pantai.

"Kan tadi gue bilang mau bikin lo senyum. Gue liat akhir-akhir ini lo murung terus." Rahmat duduk di tumpukan papan. Dania mengikutinya.

"Ya gapapa siii..." jawabnya merunduk

"Ngomong aja."

Dania diam. Memikirkan apakah sebaiknya ia boleh mempercayakan semua keluhannya pada lelaki ini? Takut kalau ternyata Erfan dan Rahmat sama saja.

"Gue emang lagi ngadepin banyak masalah Mat." Dania akhirnya berbicara

"Kenapa?"

"Erfan. Gue putus sama dia gara-gara dia nyakitin gue terus. Akhir-akhir ini dia berubah banget. Kebaikannya perlahan terhapus oleh kebusukannya. Salah satunya dia pernah main ranjang sama cewek lain."

"Hah?" Rahmat kaget mendengarnya. Apa mungkin Erfan seperti itu?

"Lo udah yakin dia ngelakuin itu semua?"

"Dia yang bilang sendiri ke gue. Mau gak yakin gimana coba. Orangnya aja udah ngaku."

Rahmat diam. Tak berani berkomentar lebih jauh. Takut kalau dia salah ngomong.

"Kedua Citra. Ya mungkin lo gak pernah liat. Dulu dia emang ga pernah sekalipun bertanya sapa sama gue. Tapi lama kelamaan kita deket. Terus kemarin gue dapet kabar dia pasang CCTV dan tape recorder dirumah gue. Semua itu dia lakuin buat mantau semua pergerakan gue."

"Penguntit?"

"Lebih tepatnya benci. Iri. Dulu dia pernah jujur kalo dia emang sirik sama keadaan gue yang jauh lebih baik darinya. Kayaknya selama ini dia pendam semua itu. Dia masih benci. Dia belum benar-benar berubah."

"Ada aja ya orang kayak gitu."

"Oh lo inget kan pas gue lari sambil nangis keluar pagar sekolah?"

"Yang gue sama Erfan naik motor?"

"Heem. Gue nangis gara-gara ada satu cewek yang ngebahas putusnya gue sama Erfan. Padahal gue belum pernah cerita kesiapapun. Ternyata dia tau semua itu dari Citra. Dia punya sodara yang lagi pedekate sama Citra. Terus si cowok itu ngerekam pas dia lagi mantau CCTV."

"Hmm jadi intinya dua cewek itu emang gak suka sama lo?" Rahmat mengeryutkan dahi. Dia masih kurang paham apa yang telah disampaikan gadis disampingnya itu.

"Iya gitu."

"Besok kita periksa CCTV nya. Kita cabut ya."

Dania tersenyum.

"Dan yang terakhir. Mamah. Tadi siang dia nikah sama cowok idamannya."

"Hmm?"

"Gue udah pernah cerita kan kalo orang tua gue pisah?"

"Iya sih. Terus Mamah lo nikah lagi maksudnya?"

"Iya Mamat loading yaampun."

"Hehe terus terus?"

"Sebelumnya gue pingsan di sekolah. Terus gue izin pulang biar bisa dateng nyaksiin akadnya sesuai apa yang dia minta. Tapi di acara itu gue pingsan lagi. Lo ngerti kan kenapa?"

Rahmat mengangguk. Siap untuk mendengar cerita berikutnya.

"Pas bangun gue malah ditampar sama Mamah. Gue dianggap anak gak berguna. Gak punya tatakrama. Anak yang malu-maluin. Dia marah abis-abisan."

Rahmat menatapnya serius. Ia merasa iba.

"Ya aneh aja sih kenapa semua orang di dunia ini gak ada baiknya sama sekali? Padahal dosa gue apa sampe dengan egoisnya bumi bertindak seperti ini?"

Diam [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang