43 - Breathe

4.9K 187 3
                                    

"Mat pulang yuk. Duh gimana ngomongnya ya. Mat pulang yuk gue udah nggak betah nih. Ah masa gitu? Mat gue nggak enak badan pulang yuk. Ahh gimana siiiii." -Dania

"Kita cari hotel yuk."

Deg.

"Mampus dah gue diajak ngehotel ama terong Senayan." -Dania

"Nggak nginep kok. Cuma buat istirahat aja. Ntar sore kita pulang." lanjutnya

Dania mengangguk dan mengikuti Rahmat.

Satu kamar hotel dipesan. Rahmat pergi mandi, Dania menunggu diluar kamar. Katanya sehabis bersih Rahmat akan mengajaknya berkeliling dan mencicipi jajanan seafood.

"Dania. Dania." teriakan itu dari kamar mandi.

"Apa Mat?"

"Tolong ambilin shampo dong di tas gue."

"Ah lo gimana sih."

"Buruan dingin nih."

Dania membuka resleting ransel biru tua itu. Pemandangan yang pertama kali dilihat adalah celana dalam warna coklat. Oh my god!

"Aaaaaaa." Dania berteriak.

"Waduh dia liat sempak gue pasti."

"Dan nggak usah diliat. Cuekin aja. Sini cepetan shamponya mana?"

"Eh by the way gue bawa sempak yang warna apa ya itu?" teriakan Rahmat masih berlanjut.

Pletuk.

Satu botol shampo menimpa kepalanya yang basah. Rahmat meringis kesakitan. Tapi tak lama ia melanjutkan mandinya.

Rahmat sudah rapi. Dania pun sama. Mereka langsung berkeliling dan mencari jajanan.

"Dan lo tau nggak apa yang paling indah dalam hidup gue?"

"Bahagiain ortu."

"Bisa jadi sih. Cuman yang paling terindah adalah bisa berjalan bersamamu sampai akhir hayat nanti."

Dania kesal. Entah gombalan dari mulut Rahmat beda rasanya dengan gombalan yang keluar dari mulut Dani sewaktu pertandingan teka-teki kemarin.

Eh. Dani? Kok jadi kepikiran dia?

Dua hingga empat jam berlalu. Senja sudah datang. Dania bersiap untuk pulang. Ia takut Mamahnya akan mencarinya. Ya meski kemungkinan besar nggak akan sih.

Rahmat menyalakan motornya dan berlalu bersama Dania meninggalkan Pantai Pangandaran yang indah ini.

•••

Senin. Hari yang cerah untungnya. Seminggu kemarin mendung terus soalnya. Ya syukurlah burung pun bisa terlihat menari lagi diatas sana.

Erfan bersiap. Seragam putih abu SMA Bina Nusa masih dipakainya. Ia ikut sarapan bersama keluarga kecilnya. Ibu dan Aril yang sangat dicintainya. Sesosok Ayah selalu absen, hanya ada fotonya saja yang terpampang penuh debu di paku sana.

"Abang kapan nih kita main PS lagi? Aril udah lama gak main PS sama abang."

"Aril kamu harus sedikit sabar ya. Abangmu kan sibuk mempersiapkan ujian-ujian. Apalagi persiapan UN itu super sibuk dari jauh-jauh hari." Ibunya melerai.

Erfan tersenyum dibuatnya. Tapi ada hembusan napas yang berat sekali keluar dari batang hidungnya.

"Erfan berangkat dulu ya Bu. Ril jangan males belajar loh ya. Assalamualaikum."

Diam [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang