76 - Spesial kayak Martabak

2.5K 101 4
                                    

"Dania aku mohon. Buka dulu pintunya. Kita bicara baik-baik. Aku bisa jelasin semuanya." kata Erfan kekeh

Dania diam saja. Ia hanya menangis dibalik pintu.

Bu Desi datang dan kebingungan.

"Kamu kenapa?"

Dania menoleh, menyeka air mata lalu berlari ke kamar.

"Dania kamu kenapa sayang?" teriaknya bingung.

Brukk.. Brukk.. Brukk..
Erfan terus saja mendorong pintu dibarengi dengan ketukan dari lengannya.

"Dania!" teriak Erfan lagi

"Eh itu siapa diluar?" bu Desi akhirnya membuka pintu dan mendapati Erfan dihadapannya.

"Dani?"

"Bu saya boleh masuk? Saya perlu bicara sama Dania."

"Kalian kenapa? Berantem? Dania barusan naik ke kamar sambil nangis."

"I..iya bu maaf. Dania nangis karena saya."

"Yaudah kalian beresin dulu masalahnya."

Percakapan mereka terdengar sampai lantai atas.

"Pergi Erfan anjing!" teriak Dania marah. Benar-benar marah.

Keduanya melongo. Yang satu kaget dengan bahasanya. Yang satunya lagi bingung karena anaknya memanggil nama yang berbeda.

"Erfan?" alis bu Desi mengernyut.

"Saya bisa jelaskan." kata Erfan gugup

Bu Desi akhirnya berhasil membujuk Dania agar ikut mengobrol di ruang tamu.

"Tolong jelasin ke mamah maksud perkataan kasarmu tadi." kata Bu Desi pada anaknya.

Dania diam. Ia melirik Erfan sedikit. Lalu menunduk lagi.

"Ayo siapa yang mau jelasin?"

"Maaf bu. Jadi gini. Nama asli saya Erfan bukan Dani. Saya juga punya keluarga. Dan tidak sama seperti yang saya katakan dulu sebagai Dani."

"Maksudnya?"

"Saya menyamar sebagai Dani. Dan semua cerita tentang Dani itu bohong."

Bu Desi diam.

"Saya melakukannya karena dulu saya ingin sekali mendapatkan putri ibu, Dania. Dan sekarang saya sendiri sudah berstatus sebagai pacarnya."

Bu Desi menoleh pada anaknya. Gadis itu mengangguk.

"Jadi kamu menyamar semata-mata ingin jadi pacar anak saya gitu?"

"Iya bu. Saya minta maaf sudah berbohong."

"Pantas saja saya udah mulai curiga sejak kalian suka berduaan terus."

Hening.

"Yasudah kalau memang niatmu baik. Tolong jaga anak saya sebaik mungkin. Jangan sakiti dia."

Erfan menunduk. Ia merasa tersinggung karena dia sendiri sering membuatnya menangis.

"Sekarang kalian lagi berantem? Kenapa?"

Tingtong...
Bel rumah berbunyi. Seseorang datang dibalik pintu.

"Lagian kita udah putus kok mah." sahut Dania.

"Loh loh kenapa?"

"Tanya aja sendiri sama dia." Dania hendak pergi. Namun langkahnya tertahan karena melihat Rahmat di depan pintu.

Lantas Bu Desi dan Erfan pun ikut menoleh.

"Em sorry Dan. Ini dompet lo jatoh."

Erfan menatapnya. Tatapannya seperti sebuah kecemburuan.

Diam [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang