36 - Tamat?

6K 183 2
                                    

Hari kembali normal. Dania sudah bisa beraktifitas seperti biasanya.

Khusus hari ini Dania diantar kakaknya ke sekolah. Ya mau bagaimana lagi dia kan baru saja sembuh. Inginnya sih diantar bu Desi. Tapi beliau sudah berangkat lebih awal seperti biasanya. Sibuk selalu.

Tya baru saja menghentikan mobilnya di depan gerbang. Seseorang lewat di depan kaca dengan santainya.

"Dan. Itu bukannya Dani? Dia sekolah disini juga?" Tya sembari menunjuk.

"Kakak itu namanya Erfan. Bukan Dani."

"Loh? Iyakah? Tapi mirip banget sama Dani. Beneran."

"Wkwk wajah Dani emang pasaran. Aku aja pertama liat dia kok mirip si Erfan."

"Hahaha iya sih kakak juga ngerasa sering gitu liat muka dia. Emang dia sekolah dimana?"

"Bukannya dia baru aja lulus ya? Dia kerja kan buat nyari biaya kuliah."

"Oh gitu. Kakak belum tau sih. Yaudah kamu masuk sana."

"Okeh. Assalamualaikum." Dania bersalaman dengan kakaknya.

"Waalaikumsalam."

Dania keluar yang lalu dikejutkan dengan kehadiran Erfan di balik gerbang.

"Nggak lucu." jawab Dania ketus

"Judes amat."

Dania terdiam.

"Woy lo kok jadi jutek gini sih?"

Dania masih tak berkutik.

"Dania Ningsih!"

Ia masih tak menggubrisnya juga.

"Lo kemaren kemana gue cariin di Lab nggak ada. Bohong banget."

"Tau nggak? Gue nyariin lo sampe ke ujung dunia nggak ada. Eh taunya ada di ujung hati gue nyempil gitu."

Erfan terus saja nyerocos hingga tak terasa sudah hampir sampai di kelas.

"Dan.. Dania sayanggg."

"Diem mulu ih dari tadi."

"Lo tau nggak ada nasgor enak di sebrang sana. Ntar sore kesana yuk!"

"Lo tau nggak ada tukang es teler baru di deket warnet itu."

"Oh iya kalo lo gak suka itu semua lo tau nggak ada tukang seblak endolll banget deket rumah gue. Kesana yu kapan-kapan?"

"JANGAN DEKETIN GUE NANTI IDUP LO SIAL!"

"Jangan ngomong gitu. Lo tau nggak...."

"NGGAK NYAHO! PLIS DEH ERFAN!!!"

Erfan tak menyangka Dania yang terkenal Introvert itu akan meneriakinya seperti ini. Apa memang seperti inilah tipe-tipe orang Introvert kalo ketenangannya terganggu?

"Dan lo sejak kapan jago bahasa Sunda?"

Dania menghentikan langkahnya. Padahal tinggal 5 langkah lagi untuk sampai ke kelasnya. Namun lelaki yang keras kepala ini membuatnya semakin kesal.

"Erfan Sus....." ucapan Dania terpotong oleh suara serak berat di belakang sana.

"SUSWANTO. HEY ERFAN SUSWANTO IKUT SAYA SEKARANG. SUDAH BERAPA KALI BAPAK BILANG CUKUR RAMBUT CUKUR RAMBUT! GAK NURUT BANGET!!! SINI KAMUUU!!!" Pak Gilang. Itulah namanya. Bapak yang menjabat sebagai guru BK itu menghampiri mereka. Dengan sigap Erfan menarik tangan Dania dan mengajaknya berlari bersama.

"TUNGGU SAJA SURAT PERINGATAN 3 KELUAR ERFANNNN!!!!" sambung pak Gilang kesal.

Mereka berlari dan terus berlari entah kemana arah tujuannya. Dania terpaksa harus ikut campur dalam urusan ini. Andai saja dia langsung berlari ke dalam kelas tak akan seperti ini jadinya.

Genggaman tangan Erfan semakin kuat. Luka sayatan itu hampir tak terasa padahal tadi pagi masih terasa sakit.

Mereka berhenti di sebuah taman luar sekolah. Sebelumnya mereka berhasil kabur lewat jalur belakang yang memang gerbangnya sudah rusak dan tak bisa dikunci.

Erfan duduk di kursi rotan panjang. Begitupun Dania yang ngos-ngosan.

Erfan tersenyum. Tak sadar posisi mereka duduk saat ini sangat dekat. Dekat sekali.

"Kalau diliat pake mata Roy Kiyoshi dia ganteng juga

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kalau diliat pake mata Roy Kiyoshi dia ganteng juga. Tapi ngeselinnya kebangetan. Gimana nggak coba rambut segondrong gitu ya pasti di razia lah bego banget sih dia. Ah kok gue baru nyadar dia suka pake anting replika kayak gitu? Tapi keren sih. Dikit. Idungnya mancung. Bibirnya. Oh tidak!!! Bibirnya kok warna merah alami gitu. Mana basah. Manis kayaknya kalo diemut. Ah pengen langsung gue bawa ke kamar terus cipok sepuasnya deh!"

"EH ASTAGFIRULLAH! DANIA SADAR DANIA SADARRRRR!!!!"

"Lo kenapa megang kepala gitu? Pusing?"

Gerakan megang kepalanya itu reflek terjadi. Sungguh!

Dania uring-uringan. Ia terlihat salting dan berusaha untuk mengontrol diri.

"Nggak kok. Gue cuma cuma capek. Beliin minum kek. Elo sih make ajak gue masuk ke dalam masalah lo segala. Jadi gini kan. Keluar nih itunya gue.. Anu..." Dania terbatah-batah.

"Apanya yang keluar? Anu apa? Lo ngompol?"

"Anjirr gue malah keceplosan lagi. Mana maksud gue kan mesumnya gue keluar. Gue paling gak tahan liat cowok keren yang bibirnya merah gitu."

"Dania lo beneran ngompol?"

"Nggak bukan itu."

"Apa dong gue bingung nih? Mana orang-orang ngeliatin kita lagi."

"Ya pasti ngeliatin lah orang kita diluar pake seragam di jam belajar kayak gini."

"Iya juga sih. Terus maksud lo apa yang keluar? Yang jelas dong Dan ngomongnya. Gue bingung nih."

"Udahlah lupain. Ayo balik ke sekolah."

"Kalo balik sekarang abis riwayat gue." kerutan kening Erfan sangat jelas. Wajahnya terlihat gelisah.

"Tapi Fan riwayat gue juga bakal abis kalo semisal gue bolos."

"Sekali aja ya? Temenin gue."

"Fan..."

"Plisss. Kita makan. Gue traktir."

"Bukan masalah traktirnya."

"Terus apa dong? Takut ranking kelas lo turun?"

"Gue gak kuat ama bibir lo." batin Dania.

"Eh ini si setan mesum keluar sana dari diri gue. Keluarrrr!!!"

"DANIAAA??"

•••

Diam [COMPLETED]Where stories live. Discover now