68 - Reynand

2.8K 131 7
                                    

Dania menahan tangis.

"Erfan aku kan pernah bilang. Bagaimanapun kamu aku tetap mencintaimu."

"Aku takut kamu marah."

"Saat kamu nyamar jadi Dani pun aku gak marah kan?"

Entah dengan cara apa lagi Erfan harus bersyukur telah dipertemukan dengan sesosok wanita hebat seperti dirinya. Wanita hebat no 1 tetap Ibu dong.

"Makasih." Erfan memeluknya. Kalau tidak salah ada beberapa tetes air yang jatuh di pundaknya.

"Tapi kamu harus tau ini juga."

"Apa?" Dania melepaskan diri

"Semua ini ada hubungannya sama Lilis."

"Lilis?"

Plis jangan bilang kalau Lilis lah perempuan yang akan dinikahi Ayahnya dulu. Tapi bagaimana mungkin? Lilis masih muda. Dan masih sekolah. Tapi tertundanya sekolah Lilis 1 tahun yang lalu patut jadi penguat rasa curiga ini.

"Iya Lilis itu..."

"Bang ada temen tuh." kata Aril tiba-tiba datang. Ruangan ini masih lebar. Belum ada penyekatan atau pemisahan akan dijadikan apa ini nantinya.

"Siapa?" dengan cepat Aril berlari lagi ke lantai bawah. Mungkin pertanyaan itu belum sempat didengarnya.

"Ayo." Erfan bangkit dan mengajak Dania ikut turun.

Awalnya perasaan Dania sudah lega setelah mendengar semua penjelasan dari sang subjek langsung. Tapi setelah mendengar kata Lilis emosionalnya langsung naik. Kalian tau sendiri kan alasan Dania suka sensi kalo udah bahas Lilis.

Mungkin setelah menemui temannya nanti pernyataan tentang Lilis itu bisa terungkap.

Di ruang tamu ada Dian, Aril dan Ibunya yang sedang duduk. Di depan mereka terdapat beberapa cup minuman dingin yang dibeli Aril sebelumnya.

"Hai." sapa Dian tersenyum. Namun lengkungan itu langsung hilang setelah sadar ada Dania disana.

"Gue jelasin."

Keduanya duduk lalu Erfan mulai menceritakan semuanya. Semua alasan mengapa Dania ada disini dan mengapa Erfan memilih untuk jujur padanya.

"Ini pilihanku bu. Bagaimana mungkin aku tetap brengsek setelah tau wanita yang aku cintai pun menerima aku apa adanya." lanjut Erfan.

Ibunya tersenyum. Begitupun Dian. Aril beberapa menit yang lalu pergi ke toilet.

"Ibu percayakan semuanya padamu."

Semuanya tersenyum. Lega rasanya.

"Maafin gue Dania. Gue nggak bermaksud buat rebut cowok bangsat ini dari lo kok." kata Dian. Terkadang perkataannya itu tidak selemah lembut wajahnya.

"Iya Dian sama-sama."

"Maafin Ibu juga ya. Kalo nggak dipaksa, Ibu mana tega ngebohongin perempuan sebaik kamu."

"Iya bu gakpapa. Aku ngerti kok."

Hening sesaat.

"Ehem maksud aku gakpapa tante."

"Manggil Ibu juga boleh kok. Kan emang calon Ibu mertua kamu."

"Hehehe jadi malu."

Semuanya tertawa lepas. Akhirnya masalah dan teka-teki pun terpecahkan.

Suara gemuruh mulai terdengar. Mungkin sebentar lagi hujan. Ibu meminta Erfan untuk mengantar Dania ke rumahnya. Dian masih ingin membantu beres-beres rumah.

Diam [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang