69 - Serangan mendadak

2.8K 117 2
                                    

Pintu itu dibuka. Terdengar suara Bu Desi yang entah ngobrol dengan siapa. Dania turun dengan sebuah roti di tangannya.

"Kenapa mau berhenti?" tanya beliau. Dilihatnya ia sedang bertanya pada Dani. Bentar. Dani?

"Maaf sebelumnya bu. Rumah saya pindah. Jadi kalo masih kerja disini kayaknya kejauhan hehe."

"Hmm gimana kalo kamu dan adikmu tinggal disini aja?"

Tengg..

Bagaimana mungkin? Beliau kan tahunya Dani itu seorang kakak yang hanya tinggal dengan adiknya. Tapi kalian tahu kan kenyataannya? Mana mungkin Ibunya juga tinggal di rumah Dania ini?

Dania berhenti diujung tangga dan hampir tersedak.

"Hmm terimakasih bu. Saya tidak mau merepotkan."

"Nggak Dani. Nggak sama sekali."

"Hehe maaf bu saya tidak bisa."

"Hmm ya sudah kalo itu keputusanmu. Ibu ke kamar dulu ya mau ngambil hak kamu (maksudnya upah/gaji selama bekerja disana)."

Dani mengangguk. Bu Desi pun tak sengaja melihat Dania yang ternyata sedang memperhatikan.

"Eh Dan ini ada Dani. Ayo ajak ngobrol dulu Mamah mau ambil sesuatu."

"Iya Mah." Dania turun dan menghampiri

"Kamu yakin?"

"Iya sayang. Aku juga udah gak bisa lama-lama bohongin keluargamu."

Dania mengangguk. Ia mengerti bagaimana perasaan kekasihnya itu.

"Jangan khawatir. Kalo sempat sepulang sekolah aku jemput kamu."

"Kalo nggak?"

"Kalo nggak aku minta Mamang angkot buat anterin kamu."

"Kalo aku ternyata diculik gimana?"

"Nggakpapa."

"Kok kamu gitu sih?"

"Kan Mamang angkotnya itu aku." Dani alias Erfan itu tertawa. Dia selalu saja bisa memanfaatkan waktu yang sempit ini untuk bercanda.

Bu Desi datang dengan segepok uang yang dilapisi amplop coklat.

"Ini Dani." beliau menyerahkannya. Dani menerimanya.

"Kayaknya kebanyakan bu hehe."

"Nggakpapa. Ini kan udah jadi hak kamu. Lagian selama ini kerjamu bagus dan bisa jadi teman yang baik buat Dania."

Dani dan Dania tersenyum.

"Malah bisa jadi pacar yang baik Mah." gumam Dania

Setelah itu Bu Desi mengajaknya makan siang lalu selepas itu Dani pulang. SMP memang ya, Sudah Makan Pulang wkwk. Dapat uang pula.

Ya keputusan ini memang yang terbaik. Meskipun tidak bisa bertemu lagi di tiap detik menit hela napas, setidaknya Erfan akan selalu ada untuk membuat Dania tersenyum.

Esoknya. Rahmat tiba-tiba datang ke rumah Dania. Pagi sekali.

"Siapa tuh dari tadi bunyiin klakson mulu." kata Kak Tya di meja ruang makan. Mereka sedang sarapan nasi goreng buatan Bu Desi.

Dania bangkit dan memeriksa.

"Rahmat?"

"Hey Dan."

"Tumben. Mau ngapain?"

"Jemput lo."

"Hah?"

"Anterin lo ke sekolah lah."

"Hmm." Dania mikir

"Gakpapa sekalian lewat."

"Yaudah gue siap-siap dulu."

"Oke." Rahmat dibiarkan menunggu diluar.

Dania bergegas memakai sepatu dan menarik tas yang digantungnya di kursi.

"Mah Dania berangkat ya."

"Itu siapa yang jemput?"

"Temen mah. Rahmat."

"Ciiie gebetan baru ya?" goda Kak Tya

"Nggak lah kak. Yaudah assalamualaikum." jawab Dania sambil bersalaman dengan keduanya.

"Waalaikumsalam."

Dania dan Rahmat pun pergi.

Di tengah perjalanan ramai seperti biasa. Rahmat memang tipikal orang yang cerewet. Jadi apapun yang dia tahu atau bahkan apapun yang dia ingin tahu. Ia tak segan untuk membicarakannya.

"Gimana hubungan lo sama Erfan?"

"Baik. Kenapa?"

"Nanya aja sih."

"Lo sekelas sama dia kan?"

"Heem."

"Dia kalo di kelas gimana orangnya?"

"Ya gitu."

"Gitu gimana jelasin dong."

"Ya kayak orang hidup biasanya aja. Tapi emang agak nggak waras sih."

"Gak waras gimana? Lo nganggap pacar gue gila gitu? Atau kelakuan lamanya dia masih ada? Nakal maksudnya?"

Seketika pipinya dan pipi Rahmat bersentuhan. Lalu pipi Dania menerima sebuah kecupan.

Dania diam. Ia kaget dengan serangan yang sangat mendadak itu.

"Dania yang lagi sama lo itu gue. Setidaknya hargai gue yang ada disisi lo saat ini."

Dania terus diam hingga akhirnya sampai di depan gerbang sekolah.

"Maaf soal yang tadi." kata Rahmat menerima helm dari tangannya.

"Maafin gue juga udah bikin lo gak enak."

"Gue duluan ya." entah mengapa nadanya seperti sedang badmood atau gimana. Yang jelas sikap Dania tadi sudah membuat suasana menjadi canggung.

"Makasih Mat."

Ngengggg...

Motor dan punggung tegak itu berlalu.

Puk..

Ada seseorang yang menepuk bahunya dari belakang. Dania pun berbalik.

•••

Diam [COMPLETED]Where stories live. Discover now