87 - R A N I A

1.8K 74 2
                                    

Hari terus bergulir. Tapi mentari tetap saja bersinar terang. Ya tentu saja. Kalau bersinar redup ya bukan bersinar dan bukan Matahari namanya.

Tya dan Indra memilih rumah baru di perumahan dekat kantor mereka bekerja. Ya kalau Indra tentu saja sebagai pemilik perusahaan mebeul yang hidupnya sederhana, ia tak mau tinggal di apartemen yang mewah seperti CEO kebanyakan.

Setiap hari Indra selalu mengantar jemput istrinya. Ia terlihat sangat tulus padanya.

Hari ini tepat hari dimana Tya mengambil semua barangnya dari rumah menuju perumahan barunya. Ia hanya meminta bantuan suaminya saja karena memang barangnya tak terlalu banyak.

Dania membantu. Kalau Bu Desi dan Om Kiki mereka malah sibuk berdua di kamar.

"Dania tolong ambilin keranjang biru juga katanya." ucap Indra sebari lewat mengangkat kardus.

Dania bangkit dan menuruti apa yang dikatakan kakak iparnya itu. Keranjang itu berisi koleksi aksesoris milik kakaknya. Beragam. Dan sangat cantik. Selesai itu..

Tengggggg...

Sakit kepala itu mulai terasa lagi. Dania menekan kepalanya dan duduk di ruang tamu.

"Aduh kok akhir-akhir ini sering pusing gini ya." katanya menyendiri. Kak Tya dan Iparnya masih sibuk dengan barang-barang.

Dania pergi ke kamar Mamahnya dan membuka pintu. Ia melihat pemandangan yang tak senonoh. Dania menutupnya kembali lalu tak lama Bu Desi menghampirinya yang masih di depan pintu.

"Ada apa?"

"Mah anter aku periksa yuk. Akhir-akhir ini sering sakit kepala."

"Ah kamu penyakit kok dimanja. Kebiasaan ke dokter nantinya. Udah ah lagian sih kamu makan yang pedes mulu tambah minum es. Gitu kan jadinya. Ntar juga sembuh sendiri."

Brukkk... Pintu itu tertutup lagi.

Dania kembali duduk di sofa ruang tamu dan tak lama Mamahnya serta suaminya keluar dengan terburu-buru.

"Ayo sayang kamu sakit gigi aja aku khawatir. Kalo dibiarin ntar kenapa-napa lagi. Mobil biar aku yang bawa." perkataan itu berlalu bersama Om Kiki yang berada dibelakangnya.

Dania mencoba sabar terhadap sikapnya. Seburuk itu kah Bu Desi sebagai seorang ibu yang melahirkannya? Pantaskah dia disebut ibu?

Ia merasa semakin pusing sampai ketiduran dan tak bisa membantu kakaknya lagi.

Satu jam berlalu. Ia menatap banyak snack yang tersedia dihadapannya kini. Ada tulisan juga disana.

Untuk adikku tersayang. Makasih udah bantuin. Sabar ya kakak pasti sering main kok. Semangat biar bisa masuk ke perguruan tinggi yang kamu mau.

-Kak Tya

Dania tersenyum dibuatnya. Ia mengambil air minum dan tak ada siapa-siapa lagi di rumah selain dia dan Wuwu si hamster kesayangannya.

Sudah lama ia tak bermain dengannya. Sambil mencari udara segar ia mengajaknya keliling di taman depan.

Ia menjinjing tas kandang hamsternya dan duduk di kursi warna warni yang lucu itu. Kandang ia letakkan dipangkuannya dan membiarkan Wuwu keluar.

"Udah gede aja kamu."

Dania telihat sangat gemas dengan Wuwu. Hanya hamster inilah yang selalu menemaninya saat ia tak punya siapa-siapa lagi.

"Hallo Wuwu." suara lelaki disamping.

Erfan dengan kandang hamsternya berwarna pink.

Dania bingung. Kok dia tiba-tiba ada disini? Terus sejak kapan dia melihara hamster?

"Kenalin ini hamster baruku. Namanya Camilla Cabello."

Dania mengernyutkan keningnya.

"Kayak penyanyi aja." tanggapannya

Erfan diam lalu terus memperkenalkan hamsternya pada Wuwu. Dania masukkan Wuwu ke kandangnya dan berdiri.

"Mau kemana?"

"Kemana aja asal nggak ada lo."

"Nggak usah biar gue aja yang pergi." kata Erfan tapi dia masih saja duduk disana.

"Katanya mau pergi. Kok masih diem disitu?"

"Kan perginya sama lo."

"Najis." Dania membuang muka

"Sebenci itu?"

Dania hanya menghembuskan napas beratnya tanpa berkata sepatah pun.

"Gue minta maaf. Gue yang salah menilai lo."

"Udahlah Fan. Lagian semuanya udah lewat."

"Nggak bisa kayak dulu lagi?" Erfan memancing pembahasan ke Cinta Lama Bersemi Kembali atau balikan.

"Gue minta maaf. Gue pengen belajar dari kesalahan yang dulu. Allah aja maha pemaaf masa lo nggak."

"Fan."

"Plis."

"Ada apa sayang?" Rahmat datang dan merangkul Dania. Erfan kaget setengah mati. Sayang?

Dania tak menjawab. Namun Rahmat sudah mengerti permasalahannya hanya dengan menatap wajah Erfan ada disana.

"Oh jadi karena udah ada orang lain?"

"Kenapa?" Rahmat mengangkat dagunya.

"Kenapa sayang? Dia ngajak balikan?" lanjutnya

"Semacamnya."

"Dan." Erfan memohon

"Heh cewek itu nggak bisa dipaksa. Dan lo tau kan Dania udah nggak mau sama lo."

"Diem lo ini urusan gue sama dia." Erfan menunjuk-nunjuk Rahmat

"Ini urusan gue juga. Bahagia dia tanggung jawab gue sekarang!"

Erfan menatap Dania kecewa.

"Clear kan? Nggak usah ganggu dia lagi."

"Liat aja nanti." kata ancaman Erfan itu berlalu dengan keringat dinginnya yang bercucuran. Ia pergi dengan perasaan dan hatinya yang terluka.

"Kamu gak di apa-apain sama dia?"

Dania menggeleng. Ia senang pacarnya membelanya. Namun mengapa kepergian Erfan membekas dihatinya. Ia tak bisa membiarkannya begitu saja.

"Ayo kita beli es krim abis itu kita pulang." Rahmat merangkulnya lagi

"Aku nggak mau pulang. Sumpek."

"Yaudah kamu harus liat segimana jagonya aku main skateboard."

"Emang bisa?"

"Belajar aja sekarang."

Tawa canda itu terbentang di langit bersamaan dengan cinta yang terbesit dalam dirinya masing-masing.

Semoga cintanya kali ini tidak pernah salah, lagi.

Rania,
Rahmat +Dania

•••

Diam [COMPLETED]Where stories live. Discover now