97 - Bumi belum runtuh

1.8K 61 2
                                    

Tingtong...

Bel berbunyi. Bu Desi pergi untuk membuka pintu. Om Kiki keluar karena canggung kalau berduaan di dalam kamar seperti ini.

Samar-samar terdengar suara Mamah dan Erfan yang sedang mengobrol. Bentar. Erfan?

Dania bangkit dan memeriksa. Benar saja. Dia Erfan. Mau apa dia kesini? Bawa bingkisan segala lagi.

Ia terus saja berusaha menelpon Rahmat. Namun tak sekalipun harapannya terkabul. Dia kemana? Ada apa dengan dia?

Dania turun lalu melewati Erfan, Mamah, dan Om Kiki yang sedang mengobrol.

"Sayang hey baru aja mau Mamah panggil. Sini duduk."

Dania tak menghiraukannya. Wajahnya datar saja. Erfan bingung. Bu Desi mencoba menenangkan kebingungannya itu.

Dania terus saja berlari mencari dimana Rahmat berada. Tak henti juga ia menelponnya. Tapi hasil tetap sama.

Ia mencoba melacak keberadaan Hp nya. Untung saja GPS nya sedang aktif. Dia sedang berada di gedung tempat les belajar.

Dania datang ke tempat itu dan menanyakan keberadaan Rahmat. Tak seorang pun yang tahu. Lalu akhirnya ia memeriksa setiap sudut ruangan gedung itu. Hingga akhirnya..

Di  atap gedung.

Dania ngos-ngosan cape. Rahmat menoleh.

"What's wrong?"

Rahmat tak menjawab. Ia masih diposisinya yang duduk dengan posisi kakinya yang menggantung ke bawah.

"Kamu kenapa? Gak ada kabar sama sekali. Ditelpon juga nggak diangkat."

Rahmat menunduk. Dania duduk disampingnya.

"Eh." katanya reflek. Takut Dania terjatuh.

"Kamu takut aku jatuh?"

Rahmat diam dan menunduk lagi.

"Kenapa?"

"Mamahmu nggak suka sama aku."

"Hmm?" Dania masih kurang paham apa maksudnya.

"Semalam kamu pingsan dimotor. Tadinya ku kira kamu tidur. Untung nggak jatuh."

"Hubungannya sama Mamah?"

"Aku anterin kamu ke rumah bahkan sampe ke kamar. Darisitu Mamahmu bilang nggak usah temui kamu lagi. Bukannya bahagia aku malah bikin kamu dalam bahaya."

"Mat."

"Kayaknya segini aja kisah kita."

"Mat nggak dong." Dania memegang lengannya namun seketika dihempas oleh Rahmat hingga jam tangannya terjatuh ke dasar jalanan.

"Awas nanti kamu jatuh."

"Mat plis. Kamu nggak usah pikirin kata Mamah. Aku yang jalanin. Entah itu bahagia ataupun sedih. Bukan dia."

"Aku nggak mau aja jadi orang yang keras kepala. Apalagi dimata Mamah kamu."

"Mat. Masa kita akhiri karena hal sepele kayak gini?"

"Sepele? Mamahmu bahkan sampai nampar aku berulang kali. Dia bilang aku brengsek. Gak tau sopan santun. Cowok gak becus. Aku udah hina banget dimata keluargamu."

"Hah?"

"Aku ngerti Mamah cuma ingin yang terbaik buat kamu. Tapi jika itu pandangannya ya, aku bisa apa."

"Beri kisah kita sedikit waktu Mat. Kita baru aja mulai."

"Aku gak mau jatuh terlalu dalam terus hasilnya malah lebih sakit."

"Mat."

"Aku sayang kamu. Tapi mungkin untuk saat ini kita temenan aja." Rahmat bangkit dan berlari.

"Rahmat..."

"Ambil Miku. Dia udah jadi milik kamu." katanya sambil menyerahkan Miku dengan kandangnya. Lalu berlari pergi.

Tes. Tes. Tes.

"Aaaaaaaaaaa....." teriak Dania sambil menangis.

Beberapa hari kemudian Ujian TPA dimulai. Benar saja Erfan dan Dania melangsungkan ujian di sekolah yang sama. Begitupun Rahmat yang duduk disebelahnya. Semua terasa canggung. Tak seperti dulu lagi.

Tapi sesekali Rahmat melirik dan dibalas senyuman oleh mantannya itu.

Ujian selesai. Mereka keluar dan berkumpul di lapangan. Ada Rahmat, Erfan, Toni dan juga Citra. Mereka sama-sama mengharapkan hasil yang terbaik dari SBMPTN ini.

Hari demi hari mereka lewati dengan rasa penasaran yang amat mendalam. Deg-degan akan hasil yang akan mereka terima sebentar lagi.

Sore ini pengumuman lolos tidaknya seleksi SBMPTN.

Dalam grup chatt sudah rame. Dan saling memamerkan hasil usaha mereka.

Toni dan Citra lulus di Intitut Teknologi Bandung dengan Citra yang mengambil FSRD (Fakultas Seni Rupa dan Desain) , dan Toni yang mengambil FTMD (Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara).

Yang lain belum mengumumkan hasilnya.

Erfan Bangsul : Gue lulus di Kedokteran Universitas Indonesia

Toni : Selamat Bos!

Citra : Wah hebat! Yang lain gimana? Dania dan Rahmat?

Rahmat :...

Dania : Aku nunggu hasil kamu dulu.

10 menit kemudian.

Rahmat : Gue lulus di Hukum UI

Dania : Guys gue nggak lulus di Psikologi UI. Begitupun di Psikologi Unpad.

All : Masa? Lo bohong kan? Orang sepinter lo masa gak lulus?

Inilah kenyataannya. Pintar di sekolah tak menjamin kehidupan berikutnya. Semua tergantung takdir dan rezeki.

Dania : Gue masih bisa kuliah kok. Kan ada beasiswa dari SMA. Besok gue coba tanyain ke bu Vivi.

Rahmat : Jerman?

Citra : Hah? Apa maksudnya Jerman Mat? Beasiswa ke Jerman gitu?

Erfan : Nggak mungkin

Toni : Iya kayaknya ke Jerman dulu sempat ada berita simpang siur gitu ada seorang siswa sekolah kita yang dapet beasiswa kesana.

•••

Diam [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang