82 - Ujian Hati

Mulai dari awal
                                    

Dania tertawa. Rahmat memang mengasyikan.

Mereka sampai di toko buku. Dan mulai mencari buku SKS.

Dania tak menyangka kalau ia bisa melihat Erfan disana. Sepertinya dia juga sedang mengincar buku yang sama.

"Bentar Mat." Dania menahannya. Takut kalau sampai Erfan melihat mereka berdua. Padahal harusnya biasa aja sih ya orang udah putus. Tapi entah mengapa Dania selalu menjaga hatinya, takut kalau dia cemburu.

"Kenapa?"

"Bentar dulu tiba-tiba gue mules." kata Dania berbohong. Aslinya ia sedang memantau pergerakan Erfan.

"Yaudah ke wc sana. Biar gue yang cari bukunya." Rahmat hendak pergi. Namun Dania menghentikannya.

"Eitt.. Eitt.. Eitt.. Bentar dulu. Lo jangan pergi."

"Yakali gue ikut lo ke wc."

"Gak tau kenapa gue pengen lo ada disini. Temenin gue." kata Dania sembari pura-pura kesakitan. Tak sadar satu lengan Rahmat dipegangnya.

"Emangnya gue bapak dari cacing perut lo apa." Rahmat menggelitikinya. Dania kocar kacir tertawa.

"Dania?" suara seseorang dibelakang. Dania berbalik.

"Hey Fan." sahut Rahmat. Erfan mengangkat alisnya.

"Lo kesini sama Rahmat?"

"Iya." jawab singkat Dania. Ia berubah menjadi wanita yang lugu.

"Mau beli SKS juga?"

"Iya."

"Kapan pulangnya? Gue anter boleh?"

"Eh enak aja Dania gue yang bawa. Jadi tanggung jawab gue juga buat bawa dia pulang."

Erfan tak menghiraukannya. Ia mengharapkan jawaban langsung dari bibir tipis Dania.

Dania diam. Ia bingung harus menjawab apa. Dia senang Erfan masih ramah padanya. Tapi disisi lain dia juga masih benci akan kelakuannya.

Rahmat merebut buku SKS yang sedang dipegang Erfan lalu menarik lengan Dania dan mengajaknya pulang.

"Lo lupa apa dia udah jahat sama lo?" kata Rahmat saat belajar bareng berlangsung.

Dania diam. Ia hanya memainkan penghapus digenggamannya.

"Lo gak bisa lupain dia?"

Dania masih diam sampai Kak Tya pulang.

"Hey ada siapa ini? Cie pacarnya baru. Langgeng ya. Hey jagain adik gue. Jangan sampe lo sakitin, awas lo. Kakak ke atas dulu." Kak Tya berlalu dengan setelan kantornya.

"Kakak lo?"

Dania mengagguk.

"Fokus dong Dan. Kita mau menghadapi UN. Bukan menghadapi mantan."

"Gimana ya caranya biar gue move on dari dia?"

"Gue tau. Tapi lo yang serius dulu dong belajarnya."

"Tapi serius ya lo mau bantu gue lupain Erfan."

"Heem bawel."

"Oke abang gojek." goda Dania. Ia kembali bersemangat. Ia mulai fokus untuk belajar.

Esoknya kegiatan belajar itu masih berlangsung. Hingga Rani dan Toni ikut bergabung. Kadang mereka belajar di rumah Dania. Terkadang juga mereka mencari angin segar dan memutuskan belajar di cafe.

Tak tahu takdir atau apa. Kemanapun Dania pergi selalu ada Erfan disana. Erfan meneliti. Ternyata benar anak SMA yang sedang belajar di bangku itu adalah mereka. Salah satunya mantannya, Dania.

Ternyata cafe yang mereka datangi adalah cafe tempat dimana Reynand bekerja sampingan. Ya pantas saja ada Erfan disana. Ia juga sering mampir dan membantu tetangganya itu bekerja.

"Rey itu Dania kan? Gue gak salah liat kan?" Erfan menunjuk

"Oh iya bener. Dia sama siapa? Itu cowok barunya?" maksud Reynand adalah Rahmat yang selalu menempel disisi Dania.

"Bukan lah. Dia Rahmat. Rival gue."

"Lah skak mat dong lo. Mantan diembat rival."

"Sakit sih. Apalagi kalo liat Dania senyum. Hancur banget hati gue."

Reynand menepuk punggungnya. Mencoba menguatkan.

Setelah satu jam berlalu mereka bersiap pulang. Erfan berniat untuk mengikuti mereka. Lebih tepatnya motor Rahmat dan Dania.

Ia menguntit sampai tiba di rumahnya Dania. Disana mereka berdua terlihat sangat dekat. Gadis itu juga sudah mulai bisa ceria lagi. Ya syukurlah. Tapi dibalik itu semua ada hati yang tercabik-cabik.

Mereka semakin dekat. Entah apa status hubungan mereka saat ini. Dania selalu tertawa dibuatnya. Sangat berbeda saat ia berpacaran dengan Erfan yang selalu dihiasi air mata.

Waktu selama satu minggu itu terlewati dengan belajar dan belajar. Erfan pun tak pernah bosan untuk menguntit. Ya sebenarnya menyakiti sendiri juga sih ya. Tapi mau bagaimana lagi. Kecemasan Erfan sudah mencapai batas maksimal. Ia takut kalau Dania akhirnya resmi berpacaran dengan saingan terbesarnya itu.

AKHIRNYA UJIAN NASIONAL PUN RESMI DIMULAI.

•••

Diam [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang