"Em mungkin dia suka sama lo."

"Hahaha gak mungkin lah. Tapi bisa aja sih sahabat jadi cinta. Lagi musimnya juga kan? Wkwk."

Dania murung. Kejadian itu teringat kembali.

Obrolan berlanjut hingga penghujung senja. Setelah adzan magrib Lilis pamit pulang. Ia bahkan memberikan nomor ponselnya pada Dania. Teman kan seharusnya gitu. Iya nggak?

"Sial kenapa Lilis harus bahas ciuman itu sih. Baper banget." bisik Dani yang sedari tadi menguping.

Dania pergi sholat serta mengaji lalu merebah diri di kasurnya.

Tringgg...

Bel masuk mengalahkan nyanyian ribuan burung di angkasa sana. Entah kenapa Kepala Sekolah masih saja belum merendahkan volume bel itu.

"Anak-anak untuk olahraga kali ini kalian beregu ya. Bapak sudah menyiapkan nomor regu dan kalian tinggal pilih salah satu dari kertas ini." kata Pak Piyan memegang sebuah kardus berisikan carikan kertas kecil.

Mereka mengambil undian secara bergiliran. Yang didapat Dania adalah nomor 2. Ia pergi mencari anggota regu yang lain.

"Hey lo nomer 2?" teriak seseorang

Dania mengangguk. Lalu orang itu mengajaknya bergabung.

"Oke anak-anak semua orang sudah mendapat tim nya masing-masing. Jadi untuk olahraga kali ini kita akan bermain Bola Tangan."

Citra mengacungkan tangannya. "Bola tangan itu apa pa?"

"Bola tangan adalah olahraga beregu di mana dua regu dengan masing-masing 7 pemain berusaha memasukkan sebuah bola ke gawang lawan. Permainan ini mirip dengan sepak bola, tapi cara memindahkan bola adalah dengan tangan pemain, bukan kaki. Paham?"

"Iya pak."

"Haduh malesin."

"Iya nih mending badminton aja kalo gini."

"Pak Piyan akhir-akhir ini seneng ngasih praktek beregu ya. Kemaren tarik tambang. Sekarang bola tangan. Besok apa lagi?"

"Mungkin besok masak kayak ibu-ibu PKK."

"Wkwkwk."

"Hey kalian malah ngobrol, cepet sana siap-siap!" teriak Pak Piyan

Pertandingan antara tim 1 dan tim 2 dimulai. Awalnya permainan ini sangatlah canggung. Namun saat beberapa poin mulai bergilir kini permainan semakin ketat. Semakin panas. Dan semakin heboh. Teriakan anak lain yang menonton pun tak usah diragukan lagi.

Dania berada di tim 2 bersama empat anggota perempuan dan dua orang laki-laki. Sedangkan Citra berada di tim 1 sebagai lawannya dengan empat orang laki-laki dan dua orang perempuan lainnya.

Permainan berjalan mulus. Dania mundur ke belakang untuk bersiap menangkap bola. Namun gerakan bola itu sangatlah kasar hingga mengenai wajahnya. Brukk.

Dania tersungkur. Ia langsung menutup wajahnya dan meringis.

Citra langsung menghampiri. Lemparan bolanya mungkin terlalu keras bagi seorang Dania.

"Dania lo gakpapa? Maaf ya gue nggak sengaja." Citra panik. Yang lain ikut mendekat.

"Aduh gakpapa kok Cit. Gue aja yang terlalu lemah."

"Kita ke UKS ya."

Citra membantu Dania bangun dan mengajaknya ke UKS.

Lebam di keningnya sudah diobati oleh Citra. Kebetulan dia salah satu anggota Palang Merah Remaja di SMA ini. Jadi luka seperti ini mudah saja diobati, hanya saja butuh waktu lama untuk bisa sembuh.

"Dania." bibir Citra menciut

Dania tersenyum. Ia masih saja memegangi keningnya yang biru itu.

"Lo kenapa megang obat merah?"

"Ah haha kebiasaan kalo lagi di UKS bawaannya pengen megang obat ini."

"Cit maaf dong gue haus." kata Dania menunjuk segelas air putih diatas meja. Citra mengambilnya dan membantunya minum.

"Citra kalo udah selesai balik ke lapang ya. Dania istirahat aja dan boleh langsung ke kelas kata Pak Piyan." teriak Haris di depan pintu lalu pergi lagi.

"Dan gakpapa gue tinggal?"

"Gakpapa kok cuma lebam doang."

"Yaudah gue ke lapangan lagi ya. Bye."

"Bye."

Brukk. Pintu menutup.

Dania bangkit dan berjalan ke kelasnya. Namun ada kejanggalan disana. Kenapa semua orang menatapnya? Apa karena lebam ini? Atau karena yang lain?

Serius tatapan mereka sangatlah tajam bahkan beberapa menatap jijik. Kenapa? Apa ada yang salah?

Seseorang menepuk bahunya.

"PMS lo bocor tuh."

"Hah PMS? Gue gak lagi haid kok."

Orang itu tersenyum jijik lalu pergi.

Dania berlari ke toilet. Benar saja ada jebolan merah di belakang rok nya. Apa yang baru saja didudukinya?

Ia langsung teringat akan botol obat merah Citra. Apa mungkin karena itu? Tapi bagaimana bisa? Padahal kan obat itu selalu digenggamnya. Atau jangan-jangan?

•••

Diam [COMPLETED]Where stories live. Discover now