Bab 84 - The Phoenix Part 2 (flashback)

64 8 14
                                    

Seperti petuah Coach Alan, selain tangan dan kaki, mata juga tak kalah penting untuk dilatih. Karena mata adalah gerbang pindai pertama, mengirimkan data untuk otak menyusun strategi. Kali ini, mata Soralah yang menyelamatkannya.

Sora menyadari ada yang Aliyah coba lindungi dari sisi sebelah kiri. Tiap kali Sora berusaha menyerang sisi tersebut, cewek itu menjadi protektif. Over protektif, malah. Bahkan untuk serangan yang tidak seberapa.

Nah!

Satu poin Sora relakan sebagai pembuktian terakhir sebelum Sora menarik kesimpulan dan mengambil ancang-ancang serangan balik. Kaki kiri Aliyah kelihatan goyah saat mengimbangi kaki kanannya. Aliyah boleh lihai menutupi, tapi mata Sora lebih tajam dari itu.

Tangan Sora menggenggam foil-nya lebih erat. Siap membalik keadaan.

Payback time!

"Holy—" Pram berseru terkesiap sekaligus puas menyaksikan sabetan balasan yang tak terduga dari Sora. "I wasn't expecting it!"

Regy menyeringai, menikmati kebrutalan Sora tanpa komentar. Dari mangsa menjadi predator, detak jantung Regy bertalu gila-gilaan. She is unstoppable!

Regy ingat membaca sebuah artikel online tentang Sora dari sebuah media asing. Bukan media besar namun ulasannya sangat komprehensif. Media itu menjuluki Sora sebagai The Phoenix. Seharusnya bukan paruh awal pertarungan yang diantisipasi oleh lawan Sora—melainkan sisanya.

Bangkit dari 'kematian' adalah spesialisasi Sora. Learning curve Sora melesat di masa-masa terpuruknya. Saat semua orang mengira Sora akan berakhir mengenaskan, di sanalah survival mode Sora mengambil alih—mengubah Sora jadi mesin penyerang yang mematikan.

Nampaknya Aliyah tidak meriset soal permainan Sora dengan baik.

Poin demi poin Sora kumpulkan dengan cepat, mengeksploitasi kelemahan Aliyah. Aliyah jelas panik. Interupsi, distraksi, pokoknya segala upaya Aliyah lakukan demi menjegal Sora.

"Ah, payah!"

Lucas berseru meledek Aliyah. Adrenalin penonton yang sudah terpacu oleh kebangkitan Sora dirusak oleh tingkahnya. Bahkan Ming, lawan Sora di semifinal, punya sikap yang lebih baik dari ini.

Walau begitu, Aliyah berhasil membuat pergerakan skor Sora melambat. Kedudukan mereka jadi sama persis. Sebuah situasi yang sebenarnya paling Sora hindari.

***

"Apa yang terjadi kalau skor mereka sama?" Sarah bertanya pada Myra. Duduknya tidak karuan diacak-acak pertandingan Sora.

"Sudden death kayaknya..." Myra menjawab dengan ketegangan yang sama.

Sarah bukanlah satu-satunya korban. Cabang olahraga yang selama ini mereka pandang sebelah mata sukses membuat seisi aula nyaris gila. Apalagi energi dukungan untuk Sora di aula itu yang tak pernah meredup walau situasi Sora sedang tidak baik.

"Lutut gue lemas. Gue nggak sanggup. Gue di luar aja, nonton lewat HP."

Fael mengawasi Satya berjalan keluar aula. Bahkan Satya yang telah malang melintang bersamanya menjelajahi berbagai turnamen basket saja tumbang.

Fael paham kenapa hal itu terjadi. Tempo permainan anggar terlalu cepat untuk mereka yang terbiasa dengan pertandingan belasan menit. Gerakan demi gerakan meluncur bertubi-tubi nyaris tanpa jeda. Hentakan di antara serangan menambah dramatis dinamikanya.

Tiba-tiba skor. Tiba-tiba selesai. Bahkan sebelum otak penonton sempat mencerna semuanya. Terlebih lagi Sora dan plot twist yang disajikannya untuk membalik situasi. Gelombang adrenalin penonton seakan-akan dipermainkan.

Under My SkyWhere stories live. Discover now