Bab 78 - Departure Lounge (flashback)

54 10 8
                                    

Kaki Regy tak pernah melangkah seberat ini.

Turun dari sedan mewah yang mengantarnya dan Pram ke Terminal 3 Bandara Internasional Changi, Regy langsung menuju check in counter.

Tiket first class yang mereka pegang menyelamatkan mereka dari antrean mengular. Seorang petugas maskapai khusus menyambut di dekat counter dan membawa mereka ke lounge premium untuk menunggu, sementara petugas itu melakukan proses check in untuk mereka.

Bahkan dengan semua fast track service premium itu, Regy merasa waktu berjalan sangat lambat. Dia ingin segera berbaring di atas kursi first class-nya, memejamkan mata menelan hiruk-pikuk pikirannya sendiri sampai waktu mendarat nanti.

"Your boarding pass is here. Flight to New York. Boarding time at 11.25."

Ya. Alih-alih Jakarta, Regy dan Pram akan terbang ke New York menyusul Dahlia sesuai perjanjian yang Regy dan Dahlia susun. Berapa lama? Entahlah. Yang jelas orang-orang di rumah sedang sibuk mengemasi semua barang-barang Regy.

Regy bahkan tak sempat berpisah dengan semua orang. Kylo, Fael, anak-anak Navia lainnya, tidak ada yang tahu kalau mungkin Regy tidak akan kembali lagi ke sekolah itu. Bahkan Sora mengira Regy akan terbang untuk pulang ke Jakarta.

Otak Regy terlalu penat karena urusan Sora dan SEAFY. Dia sesumbar dan kelewat pede akan bisa melihat wajah bahagia Sora kembali ke lapangan, tanpa memperhitungkan kemungkinan Sora menghempaskan semua langkah sarat risiko yang sudah Regy ambil untuknya.

SEAFY belum dimulai, Regy sudah terpukul telak.

Regy menerima boarding pass serta paspor miliknya, kemudian mengecek jam tangan. "Masih ada 1,5 jam lagi. I need coffee."

"Di lounge ajalah," Pram enggan beranjak.

"Sumpek."

Tanpa menunggu persetujuan Pram, Regy berjalan pergi. Dengan sebuah helaan napas panjang, Pram tak punya pilihan lain selain mengekor di belakang.

"Gy, kita bisa lho—naik taksi dan kabur."

Pram memberi ide gila. Pria itu dan Amerika tidak pernah serasi, terlepas dari fakta dia pernah tinggal di sana untuk kuliah. Kalau dia bisa memilih, dia lebih baik dilempar ke Kutub Utara daripada kembali ke Amerika.

"And waiting for my mom's hitman to shoot us in the head?"

Benar juga. Dahlia bukanlah sosok yang bisa diajak bermain-main di situasi seperti ini.

Mereka menemukan sebuah kedai kopi yang cukup nyaman dan tak terlalu ramai. Setelah memesan satu latte panas dan Americano, mereka bergeser ke ujung meja barista menunggu pesanan.

"Egy..."

Suara itu meruntuhkan seluruh perhitungan Regy. Seharusnya mereka tidak bertemu lagi. Regy sudah mengecek jadwal penerbangan mereka, tidak beririsan. Regy jelas goyah. Keinginannya untuk menatap wajah cantik itu melebihi apa pun.

"Belum boarding?" Regy menghampiri Sora yang duduk di salah satu meja seorang diri.

Sora secantik biasanya hanya dengan penampilan yang simpel—kemeja oversized dan celana jins dengan rambut diikat sembarangan.

"Delayed. Emang lo nggak?"

"Kayaknya flight kita beda."

Regy tidak sepenuhnya berbohong. Memang beda. Beda destinasi negara.

Baik Regy maupun Sora terdiam lama berhadapan, sama-sama tak tahu harus mulai dari mana. Akhirnya Sora mengalah, memecah keheningan lebih dulu.

"Tanjung Bira bagus banget pantainya. Lo udah pernah ke sana belum?" Sora tiba-tiba membahas salah satu destinasi wisata yang ada di brosur dekat meja mereka.

Under My SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang