Bab 67 - Navia (flashback)

66 11 8
                                    

Satu kata kesan pertama Sora untuk sekolah barunya: megah!

Ini adalah kali pertama Sora merasakan perbedaan kasta sekolah-sekolah anggota Orion League dengan sekolah biasa. Gedung, fasilitas, lingkungan, semuanya mencengangkan!

SMA Navia tersembunyi di wilayah eksklusif sebuah pengembang real estate ternama di daerah Sentul. Berbalut arsitektur modern, ada 3 gedung utama yang saling terhubung membentuk huruf U, mengelilingi sebuah area taman rindang. Membuat suasana di Navia seperti kampus-kampus di luar negeri.

Jangan dibandingkan dengan sekolah Sora yang sebelumnya. Aulanya saja bau kencing.

Fasilitas penunjang aktivitas siswa lebih mengundang decak kagum. Gedung belakang dikhususkan untuk pengembangan minat dan bakat siswa. Pada gedung yang sama juga terletak berbagai sekretariat klub seni dan akademik.

Sora sudah melewati aula utama yang juga berfungsi sebagai ruang teater. Di sampingnya berderet ruang musik, masak, melukis, dan e-sport. Sora tidak sempat mengintip ke dalam, tapi Wino selalu membanggakan markas tim e-sport mereka.

Keluar dari gedung itu, Sora langsung dihadapkan dengan area lapangan outdoor. Ada 4 lapangan outdoor sepanjang pengamatan Sora. Lapangan sepak bola adalah yang paling besar, dengan tribun penonton yang mumpuni untuk menampung pertandingan berskala nasional.

Pinggir lapangan itu sekaligus berfungsi sebagai lintasan atletik. Pandangan Sora terpaku pada tim cheerleader dan marching band yang sedang menguasai separuh area itu.

Ini jam 6.30 pagi dan mereka latihan?

Di lapangan basket outdoor, satu tim lagi terlihat sedang melakukan pemanasan. Dari bola-bola basket yang tercecer di atas lantai beton, Sora menebak—dan pasti tidak salah—mereka adalah tim basket Navia.

Tim monster—begitu kadang mereka disebut, mengacu pada keganasan mereka di lapangan. Tangguh, gesit, pintar—nama Navia terlalu disegani di lapangan basket.

Navia tidak mencari pengakuan. Justru tim basket sekolah lain yang mati-matian berusaha mendapatkan pengakuan mereka sebagai lawan yang berharga. Hingga saat ini, hanya tim basket Litarda yang dirasa pantas head-to-head dengan mereka. Dan setiap kedua tim itu bertemu di final, bahkan untuk mendapatkan tiket pertandingannya saja harus melalui war yang berdarah-darah.

Salah satu alasan mahkota juara masih bertengger di atas kepala mereka sampai sekarang adalah sistem regenerasi bakat terbaik. Dari awal semester, pelatih dan kapten mereka akan berkeliling mengincar bakat-bakat basket terbaik. Kadang diam-diam, kadang terang-terangan.

Kehadiran mereka adalah kebanggaan tersendiri bagi tim yang dikunjungi. Karena walaupun diundang secara resmi, bahkan dibayar sekalipun, belum tentu mereka bersedia datang. Ketika mereka muncul, artinya ada bakat yang sedang mereka incar.

"Mereka mau kejuaraan?" tanya Sora pada Bu Olin yang memandunya berkeliling pagi itu.

"Nggak sih. Fael aja yang kerajinan."

"Fael?"

"Kapten mereka yang baru. Temennya Kylo."

Jari Bu Olin menunjuk pada seorang laki-laki bertubuh tinggi memimpin pemanasan—memakai kacamata hitam, topi putih dan memegang stopwatch.

"FAEL!"

Sang Kapten menoleh terpanggil oleh teriakan Bu Olin.

"Awas pada telat masuk kelas!"

Dengan isyarat jempol Fael pun kembali menyiksa timnya.

Lapangan tenis dan bulu tangkis kosong. Jadi, Sora hanya melewatinya. Bu Olin kemudian menggiring Sora menuju gedung olahraga. "Lantai 1 gymnasium. Lantai 2 dan 3 ruang sekretariat ekskul olahraga. Sebenernya nyambung sama gedung-gedung lainnya, jadi kamu nggak perlu panas-panasan lewat lapangan."

Under My SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang