Bab 35 - Sepenggal Cerita di Bulan Juli (Part 2)

54 13 2
                                    

Hari kedua rangkaian acara Penerimaan Murid Baru terasa lebih sendu dari hari pertama kemarin. Materi tentang kesadaran ancaman narkoba, pelecehan dan kesehatan mental membuahkan berbagai cerita kelam tentang pengalaman diri sendiri maupun orang-orang terdekat mereka.

Ada yang kakaknya nyaris bunuh diri karena diperkosa. Ada yang temannya meninggal karena terjebak narkoba. Dan banyak lagi cerita untuk mengisi sesi selama 3 jam penuh itu. Tak jarang tangis tumpah di tengah-tengah tutur mereka dan salah seorang panitia akan menghampiri dan menenangkan.

Kinan sendiri tunjuk tangan dan mengungkapkan di hadapan semua orang bagaimana perceraian orang tuanya dua tahun yang lalu berdampak pada mentalnya. Ini berbahaya karena dia hampir tidak bisa menahan tangis tiap kali mengungkapkan bagian tergelap dalam hidupnya itu.

Sekelebat ingatan melihat dari jendela kamarnya, ibu Kinan menarik koper untuk meninggalkan rumah tengah malam setelah tahu kabar suaminya berselingkuh langsung menguasai kepala dan emosi Kinan. Kinan ditinggal seorang diri, kebingungan semalaman hanya untuk mendapati ayahnya pulang membawa wanita lain dan memaksanya memanggil wanita itu dengan sebutan Mama.

Sepanjang cerita, mata Kinan terkunci pada Regy. Laki-laki itu menyimak dengan seksama dari awal, saat tangis mulai Kinan pecah, hingga penutup kisah pilu itu. Bukan hanya menyimak, tapi cara Regy menatap Kinan seperti...

Seperti seorang pacar—yang memberi perhatian penuh pada curhat Kinan.

Anggaplah Kinan berlebihan, bahwa mungkin Regy menatap semua orang yang bercerita seperti itu, tapi apa yang Regy lakukan membuka keran Kinan. Semua yang selama ini Kinan ingin simpan sendiri mengalir deras begitu saja tak terkendali.

Lalu, alih-alih panitia lain, Regy sendiri yang menghampiri Kinan di balkon aula untuk memastikan keadaan Kinan setelah itu.

"Kinan..."

Suara lembut Regy menyapa, menjeda tangis Kinan.

"Are you okay?"

Kinan memaksa cengirannya dan mengangguk. "I'm okay kok, Kak."

Regy meletakkan kedua tangannya di bahu Kinan. "I'm so proud of you. Aku tahu nggak mudah untuk bercerita seperti itu di depan semua orang. Perlu keberanian yang besar. Kalau mau, aku bisa bantu arrange sesi konsultasi dengan psikolog kita—"

"Nggak usah repot-repot, Kak. Itu semua masa lalu dan aku udah bahagia sekarang sama hidupku."

Senyum Regy mengembang, menampakkan kelegaan. "Syukurlah. Kalau sudah siap, kamu bisa kembali ke aula ya. Sebentar lagi kita akan closing untuk hari ini."

"Oke, Kak."

Regy baru mengambil dua langkah pergi saat Kinan menghentikannya.

"Oh ya, Kak..."

Cowok itu menoleh, kembali menghadap Kinan. "Ya?"

"Makasih udah mau dengerin aku sepanjang cerita ya," ucap Kinan setulus-tulusnya. Setelah tadi, rasanya ada separuh beban masa lalunya yang terangkat.

"I'm all ears, Kinan."

Dan begitulah Regy kembali menyebar rona di pipi Kinan.

***

Regy Ramuna memang se-humble itu.

Tak pernah sekali pun Regy membentang jarak antara senior dan junior, ataupun antara yang kaya yang miskin. Dia berbaur, bercanda dengan siapa pun.

Seperti ketika anak-anak cowok angkatan Kinan secara spontan mengajaknya bermain basket di lapangan luar untuk sekadar menetralkan diri dari mendung yang terbawa karena sesi tadi, Regy langsung setuju.

Under My SkyWhere stories live. Discover now