Bab 59 - Zenith dan Trauma di Jogja (flashback)

48 9 4
                                    

"Siapa dia sebenarnya?"

Sora tercengang mendapati fakta-fakta tentang identitas asli Zenith dua minggu setelah kejadian putusnya dia dan Dendra. Dalam satu kali retas, Wino berhasil menyedot informasi yang cukup banyak. Paling tidak cukup untuk Sora menyimpulkan bahwa (mantan) teman baiknya itu adalah seorang sosiopat.

"Dia...kayaknya berbahaya, Sor..." Wino ikut terhenyak merenung bersama Sora.

Nama aslinya—Zenith Rhiana—mungkin adalah satu-satunya identitas yang ia pertahankan. Entah karena ia tak bisa berkelit dari daftar absen di sekolah yang merujuk pada akta kelahiran atau ia merasa nama itu sudah cukup keren.

Dia tidak tinggal di perumahan mewah Aruna Residence dekat rumah Sora. Rumah mewah seluas 200 meter persegi di cluster Emerald tempat Dendra dan Sora selalu menurunkannya tiap kali ia menumpang pulang bukanlah milik keluarganya. Rumah itu terdaftar di situs jual-beli rumah sejak 2 tahun yang lalu.

Ayahnya bukan pebisnis ekspor-impor perikanan dan ibunya bukan sosialita seperti yang ia selalu ceritakan. Entah foto orang kaya mana yang ia edit di foto keluarga palsunya.

Ayah Zenith cuma tukang ojek online dan ibunya pedagang kue di Pasar Mampang yang sudah meninggal saat Zenith berusia 8 tahun. Sora tahu karena takdir Tuhan mempertemukan Sora dengan ayah Zenith saat Sora memesan ojek online sepulang latihan.

"Neng sekolah di Wanaprasta?" sapa ayah Zenith menyadari logo sekolah di pakaian seragam yang Sora kenakan.

"Iya, Pak."

Sora awalnya bingung. Selama ini tiap ia menyebut nama sekolah itu, semua orang akan merespon sama: 'Hah? Nggak pernah denger.' Tapi pria tua itu langsung mengenali nama sekolah Sora.

"Sama kayak anak saya dong!"

"Oh ya? Kelas berapa?" Ludah tergelincir di kerongkongan Sora. Tak satu pun anak Wanaprasta punya kesan yang baik di benak Sora.

"Kelas X, Neng. Namanya Zenith."

DEG!

Ada yang meninju jantung Sora. Gemetar, Sora mencengkeram pada sisi sepeda motor Honda Beat yang ia tumpangi. Ia bisa mendengar alarm peringatan bahaya berbunyi terus menerus di dalam kepalanya.

"Ng—nggak kenal, Pak. Saya kelas XI." Sora terpaksa berbohong demi keselamatan dirinya.

***

"Please, please tell me kalau lo itu 'normal'."

Sora ingat kali pertama Zenith menghampirinya saat jam istirahat hari pertama Zenith masuk Wanaprasta. Sora yang bingung dengan pertanyaan Zenith balik bertanya dengan polos, "Maksud lo? Nggak lesbi gitu?"

Ia tertawa keras, mengundang tatapan nanar dari beberapa orang di sekitar mereka. "Itu juga sih. Maksud gue, ya kayak cewek-cewek normal aja gitu. Suka denger musik, nonton K-drama, nge-mall, ke salon, manicure!"

Kalau itu kriterianya...

"Iya, gue normal."

Sora paham rasa frustasi Zenith kala itu. Di Wanaprasta, kalau tidak bertemu anak berandalan, ya klepto, judi online, narkoba, simpanan pejabat, dan red flag lainnya. Ada juga mungkin yang biasa-biasa saja, tapi sebagai bentuk pertahanan diri, mereka memilih menarik diri pergaulan—seperti Sora.

Oh, jangan tanya hari-hari pertama Sora masuk sekolah. Wajah cantik Sora yang mencolok menarik perhatian para serigala. Mulai dari hampir dilecehkan, nyaris dijebak dengan Om-Om Hidung Belang dari Tiongkok, ditawari membuat akun porno di Only Fans, sampai disodori ganja.

Under My SkyWhere stories live. Discover now