Bab 62 - Sesak (flashback)

61 9 11
                                    

Dari semua yang Sora miliki, Zenith paling menginginkan Dendra. Zenith benar-benar ingin memiliki Dendra untuk dirinya sendiri, bukan hanya sebagai bagian dari rencana untuk menghancurkan hidup Sora.

Tak banyak orang yang tahu kalau Zenith adalah penggemar berat manhwa romantis. Sejak SMP, Zenith sudah menentukan tipe laki-laki idealnya. Daftar Zenith tidak panjang—cuma kaya, tampan, dan menyayanginya lebih dari apa pun di dunia ini.

Namun, bahkan dengan kriteria yang sesimpel itu, Zenith tak kunjung menemukan apa yang ia idam-idamkan. Rata-rata mantan pacar Zenith kalau bukan tukang selingkuh, ya penjahat kelamin.

Di kala Zenith hampir menghempaskan harapannya, kemunculan sosok Dendra begitu menyilaukan mata. Cara Dendra menatap Sora lekat, menumpahkan semua perhatiannya pada Sora, dan lembut jari-jarinya membelai kepala Sora tiap kali Sora tertidur di sisinya—membuat Zenith menjerit dalam hati, memaki Tuhan dan semesta, mempertanyakan keadilan untuk dirinya sendiri.

Satu kali Zenith pernah tak sengaja memergoki Dendra 'menculik' Sora untuk berciuman di teras belakang rumah Sora. Otak liar Zenith langsung menciptakan halusinasi menggantikan Sora yang berada dalam rengkuhan Dendra dan menerima pasrah ciuman mesra dari cowok itu.

Zenith pun membulatkan tekad untuk merebut Dendra dari Sora.

Pernah Zenith coba tersirat menggoda Dendra di mobil saat Sora turun sebentar ke minimarket untuk membeli sesuatu, malah berakhir blunder.

"Lo liat-liat gue mulu. Naksir ya?"

Dendra tertawa kecil dan membalas, "Geser dikit. Lo ngehalangin spion."

Apa pun yang Zenith lakukan, Dendra bergeming. Dari hanya sekadar candaan verbal seperti tadi, sampai seekstrim sengaja memakai bikini seksi di hadapan Dendra saat mereka berenang di sebuah resort.

Yah, memang sih, kalau sudah punya pacar secantik Sora, buat apa melayangkan pandangan ke perempuan lain? Tapi bukankah Zenith masih bisa berharap dari insting alami para laki-laki yang enggan menolak kalau disodori mangsa yang tak berdaya? Paling tidak, begitu saran dari sahabatnya, Ema.

Siikap Sora yang terlalu santai seakan tak takut kehilangan pacar kesayangannya membuat Zenith semakin geram. Hingga tibalah Zenith pada kesimpulan gila.

Kalau dia tidak bisa memiliki Dendra, maka Sora pun tidak.

***

"Zenith?"

Dendra terkesiap mendapati Zenith meringkuk di depan pintu rumahnya 2 hari yang lalu. Dia memakai baju kaos bergambar bunga kecil dan celana pendek jins. Pipi dan lengan kanannya kebiruan. Kedua matanya bengkak seperti habis menangis.

"Dendra... Tolongin gue..." isak Zenith menghambur memeluk Dendra. "Gue dipukulin bokap gue..."

Dendra yang kebingungan menghadapi situasi itu, tak bisa memikirkan hal lain selain mempersilakan Zenith masuk. Bi Tini libur, kedua orang tua Dendra sedang menemani Sashi lomba paduan suara di Bandung. Jadi hanya ada Dendra di rumah.

Dendra menyajikan Zenith secangkir teh hangat. Bukan sekadar teh, tapi teh hijau oleh-oleh dari Sora ketika mengikuti pelatihan di Tokyo bulan lalu, yang Sora beli bersamaan dengan gantungan bunga sakura di spion mobil Dendra.

Dengan sabar Dendra menunggu Zenith selesai meneguk tehnya. Kalau ini Sora, Dendra pasti akan memeluk gadis itu dan memberikan perlindungan terbaiknya. Tapi ini Zenith. Dendra tak tahu sebatas mana ia boleh bertanya dan harus melakukan apa.

"Lo...baik-baik aja?"

Bahkan pertanyaan itu terdengar konyol. Mana mungkin dengan kondisi lebam begitu Zenith baik-baik saja, pikir Dendra.

Under My SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang