Bab 83 - The Phoenix Part 1 (flashback)

Start from the beginning
                                    

Mendekati pertandingan final, Regy menemukan social media post yang mencoba menyudutkan Sora bertebaran di sana-sini. Beberapa hanya gurauan murahan, tapi tak sedikit juga yang mengungkit masa kelam hiatus Sora dan berusaha menggiring opini kebencian ke arah Sora.

Oh, Regy paling murka tentang itu.

Regy mungkin bisa cuek kalau mereka bergunjing soal kehidupannya. Bahkan gosip yang menuding dia sebagai anak haram di keluarga Ramuna sekalipun. Karena Regy tahu dia kaya, mereka miskin. Dia punya kuasa, mereka pengangguran. Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain menyalak seperti anjing liar.

Tapi kalau sudah mengusik gadis favoritnya, detik itu juga dia akan turun tangan. Siapa pun tidak boleh berkata sembarangan tentang Sora. Apalagi memang bertujuan menyebar black campaign menjelang pertandingan finalnya. Orang-orang semacam itu tidak akan lolos dari sapu bersih Pram dan tim.

Regy hanya ingin Sora perlu berfokus pada pertandingannya.

Rona menyapu pipi Regy kala wajah cantik Sora menghiasi layar. Regy merasa tolol sekali. Padahal cuma di layar. Padahal cuma sedang bersiap-siap. Ah, tapi wajah Sora terlalu cantik di ukuran layar sebesar itu. Bagaimana dong?

Kamera beralih menyorot punggung Sora. Kini giliran darah Regy yang berdesir menyaksikan bendera merah putih dan nama negara Indonesia tersemat di punggung Sora. Seakan menegaskan kalau kali ini Sora sudah berada di level yang sama sekali berbeda.

"Aku seneng banget. Biasanya yang nonton Sora cuma kita-kita aja. Sekarang sebanyak ini. Merinding!"

Ternyata Izy, Galen, dan Reo berada tepat satu baris di depan Regy. Sengaja Regy tidak menyapa. Mood-nya sedang enggan bersosialisasi.

"She deserves it."

Jawaban Galen barusan merekahkan senyum Regy. Semua yang ia lakukan untuk Sora ternyata tidak sia-sia. Gadis itu mendapat dukungan terbaik yang bisa ia raih dengan performanya.

Pandangan Regy bergeser ke lawan Sora. Sekilas Regy pernah membaca profil singkat atlet itu di internet. Aliyah Bastien—blasteran Melayu dan Perancis mewakili Negara Malaysia. Seperti kata Sora, cewek itu peringkat 15 dunia. Bukan lawan yang enteng pastinya, kalau berhasil membuat perut Sora sampai mulas.

Gemuruh teriakan penonton merambat cepat, memekakkan telinga saat kedua atlet melangkah masuk dari pinggir lapangan. Di baris depan Regy, Reo menghentak bangkit dari kursinya sambil menyalak lantang, "FIGHTING, KAK SORAAA!"

"GO, SORA, GOOO!" Kakak perempuannya tak mau kalah.

Hanya Galen yang tak terusik kehebohan. Duduk dengan tangan terlipat di dada, mulut terkunci namun tak lepas mengawasi gerak-gerik Sora.

Di tengah arena, kaki Sora mantap menyangga posturnya. Walau terhalang masker pelindung wajah, Regy seakan bisa membayangkan tatapan macam apa yang Sora hunuskan ke lawannya. Tajam membara—kesayangan Regy itu tak akan mengijinkan siapa pun menghalangi kemenangannya.

Oh, my baby is on fire!

***

"Sora tersudut..."

Izy menggigit bibir ketika pertahanan Sora rontok sedikit demi sedikit. Dia memang tidak tahu apa-apa soal anggar, tapi orang awam pun bisa menilai situasi pelik ini.

"Fencing is such a fast paced sport. Kalau dia nggak segera melakukan sesuatu akan sulit untuk membalik keadaan," komentar Galen, diam-diam mengepalkan tangan di saku jaket untuk membendung ketegangan.

"Dia pasti stres berat. Silver medal is not an option for her," Reo menambahkan.

Dari baris atas, Dendra juga sedang ketar-ketir setelah menonton Sora babak belur oleh Aliyah. Membayangkan dirinya berada di situasi yang Sora hadapi sekarang membuat kedua telapak tangan Dendra sedingin es.

Sayang, are you okay?

Di arena pertandingan, Sora nyatanya memang terpuruk. Saking frustrasinya, Sora nyaris mencabut body cord-nya semata-mata agar bel penanda skor berhenti berbunyi. Semakin mencoba menyerang, semakin banyak ia kehilangan skor. Ini benar-benar berbahaya.

Aliyah Bastien adalah yang tertangguh. Tensi perlawanan dari seseorang yang berada di peringkat dunia memang tidak bisa diremehkan. Lengah sedikit, Sora pasti habis. Seperti apa yang baru saja terjadi.

Tapi menurut perhitungan Sora, jurang skor keduanya seharusnya tidak sejauh ini. Lantas kenapa celah permainan Sora bisa terbuka selebar itu?

"I heard you weren't supposed to be here?"

Ya, berawal dari satu kalimat pernyataan itu dengan cepat memompa emosi. Dialirkan adrenalin, mata Sora buram dalam hitungan detik.

Hardikan itu terasa berbeda dengan saat Astri yang mengucapkannya. Kalau Astri jelas menandakan ketakutan. Insecure karena tahu akan kalah.

Namun, ketika kalimat itu terlontar dari mulut lawannya sekarang, terasa sebagai sebuah evaluasi. Tidak ada yang lebih memalukan daripada dipandang tak pantas berada di final oleh sang juara bertahan.

Dulu Sora pernah menonton Galen membantai Ian habis-habisan di sebuah pertandingan eksebisi. Beberapa kali Galen menceritakan sosok Ian di depan Sora sebagai manusia tak tau malu. Keberuntungan demi keberuntungan membawa orang itu ke hadapan Galen di laga final dan membuatnya besar kepala mengira mereka sudah setara. Ian akhirnya tahu diri dan walkout.

Sekarang, haruskah Sora melakukan hal yang sama? Meninggalkan pertandingan sebagai bentuk kesadaran diri? Apalagi setelah pembuktian dari Aliyah di babak pertama yang membuat Sora tak berkutik.

Suara-suara suporter pendukung Sora meredup. Ya, lebih baik kalian berpindah saja mendukung Aliyah! Hati Sora berseru getir.

I'm sorry...

Maaf tertuju pada semua orang termasuk lawannya karena ia gagal menyuguhkan permainan yang sepadan.

"SORA! PERTANDINGAN BELUM USAI!"

Sora menoleh kaget. Bagaimana bisa suara Regy menembus kepalanya dari sejauh itu?

Regy pun terkejut melihat Sora menoleh. Karena sebenarnya dia tidak berteriak sekeras itu. Mungkinkah batin mereka terkoneksi satu sama lain?

1 menit.

Sora punya waktu 1 menit di jeda antar babak untuk menata ulang mentalnya. Mengingat-ingat kembali apa yang sudah ia pertaruhkan sampai di sini. Teman-temannya, kehidupannya yang menyenangkan di Navia, kesempatan untuk membangun ulang Margaux bersama para pelatihnya—

Dan Regy.

Kenapa Sora bisa hampir lupa kalau ada satu orang lagi yang nasibnya sama-sama di ujung tanduk karena pertandingan ini? Wajah sendu Regy sewaktu di bandara mengusik pikiran Sora. Anak itu pasti sangat ketakutan jika harus pindah ke New York di bawah bayang-bayang ibunya.

Ah, sial. Kalau begini kan Sora jadi tidak tega.

Bak doa yang terjawab, tepat saat itu mata Sora menangkap sesuatu di diri lawannya.

***

Under My SkyWhere stories live. Discover now