시차 (We Are)

858 130 57
                                    

Beware of typo

Coretan jadwal harian makin banyak terisi, tayangan nasional dan internasional juga menjadi bukti kesuksesan bintang besar masa kini. Tiada hari tanpa perjuangan dibalik kostum dan kerja keras, setidaknya jam tidur sedikit bertambah karena tidak secara daring. Mereka tetap bisa kembali berkumpul dengan kerabat setelah bekerja, atau kembali pada asrama dalam kota sesuai keinginan mereka.

Seperti yang lain, Jungkook memilih menghabiskan sisa harinya pada gedung mewah Hybe sampai jam kerja yang dirasanya telah pantas untuk diselesaikan. Banyak yang dilakukan mengisi sisa waktunya, entah berkutat diatas kursi komposer, melatih fisik dalam gym, atau berlatih koreo pada ruang latihan yang lebih luas. Ponselnya lebih banyak digunakan ketika jam kerja saja, memang sulit dihubungi bahkan jauh sebelum masa pandemi seperti ini.

Ruang persembunyiannya diketuk beberapa kali sebelum akhirnya terpaksa dibuka dari luar dengan sandi. Hadirnya sosok ini tidak mengharuskan tuannya memutar kepala untuk memeriksa siapa yang masuk. Sebab memang ada perjanjian yang dibicarakan kemarin malam, lagipula ada hal lain yang membuatnya berat untuk saling bertatap muka.

"Jeon, kutitip Jeongsan padamu ya"

Bocah yang disebutkan namanya kini sudah berpindah ke atas pangkuan ayahnya yang sibuk dengan layar monitor besar.

 "Aku tahu ini berat, tapi setidaknya kau menanggapi perpisahanku"

"Aku tetap tidak menyetujui keputusanmu, apapun alasannya"

(y/n) mendekatkan tubuhnya lalu menyisir rambut lebat halus yang pasti akan dirindukannya beberapa bulan setelah ini. Dua sosok yang akhirnya harus dipisahkan jauh karena tugas akhir yang tak lagi memiliki opsi untuk dihindari.

"Hanya tiga bulan saja, lalu selepas itu aku pasti dirumah mengurus kalian"

Jungkook menjauhkan kepalanya dari sentuhan sang istri, bukan karena ia tak suka namun karena hatinya berat "tiga bulan itu bukan waktu yang singkat"

"Tapi ini tugas akhir yang harus diselesaikan sebelum kelulusanku"

"Setelah lulus, kau perlu masuk tahap selanjutnya untuk mendapat izin bekerja di rumah sakit. Selain itu, aku tahu betul jam kerja tim medis di rumah sakit besar, apalagi dokter spesialis sepertimu"

"Nanti kita bahas yang akan datang, aku harus pergi sekarang"

"Kalau kau pergi selama itu, aku bisa saja bertemu wanita lain"

Tangan (y/n) yang beru saja menyentuh tas pakaiannya mendadak terasa begitu berat untuk melanjutkan langkah mantap yang semula diputuskan. Ia berusaha dengan tenang mengeatasi sifat kekanak-kanakan sang suami yang timbul karena tak rela terpisah jauh.

"Kalau kau bertemu yang baru nantinya, maka aku mengalah pada posisiku yang sekarang. Kalau kau bertemu yang baru dan mencintainya maka sudah tidak ada lagi alasan keberadaanku dekatmu"

Jungkook terkejut dengan jawaban tenang calon dokter dihadapannya, ia tak menyangka ancaman yang biasa digunakan kini tak lagi ada gunanya.

"Aku pergi ya"

(y/n) tidak meninggalkan ciuman manis pada dahi seperti yang biasa ia lakukan sebelum mengantar suaminya pergi kerja. Ia takut perpisahan mereka akan semakin terasa berat dengan sentuhan manis, atau bahkan menghantui tugas prakteknya diluar kota. Jeongsasn memperhatikan senyuman ibunya sebelum berjalan meninggalkan ruangan, matanya semakin berair setelah sosok perempuan itu hilang dibalik pintu.

"Anak ayah tidak boleh menangis, kita harus kuat tanpa ibu"

"Eommaa mma" Jeonsan meraih sosok ibunya yang tak lagi ada bersama dengan mereka

"Nanti kita cari paman Jimin saja ya" Jungkook menggerakkan tubuhnya seperti yang biasa dilakukan sang istri saat mencoba menidurkan anak mereka

---

Wajah murungnya terus mewarnai wajah cantik ibbu muda yang terpaksa berpisah dari keluarganya demi menempuh gelar sarjana. Sahabat karibnya sampai segan mengajak bicara selama perjalanan mereka dalam pesawat udara. Benar-benar jawaban singkat yang terdengar dari bibir merahnya, matanya juga terus memandang ponsel yang tak kunjung mengantar pesan masuk dari sang suami.

"Kau harus kuat dokter (y/n)" Sori mengusap pundak sahabatnya yang nampak tak bersemangat

Setibanya pada bandara kota Busan, mereka diantar menuju asrama tenaga medis milik rumah sakit terbesar disana. Setengah jam kemudian mereka sudah diharuskan berkumpul untuk memulai pelatihan dasar dan pengenalan lokasi kerja. Tak ada kerja tim antar sesama mahasiswa, mereka dipecah dengan dokter perawat senior.

"Kau harus lebih terlihat ramah dengan pasien" tegur dokter senior yang baru saja selesai melakukan tugas bedah bersamanya

(y/n) menghargai setiap masukan yang disampaikan dan berusaha dengan keras untuk menjadi apa yang dituntut oleh pihak rumah sakit. Semuanya terasa begitu berat tanpa kehadiran sang putra dan tawa orang yang dicintai. Ada waktunya ia hampir menyerah, tetapi janjinya pada sang ayah mengunci kembali semangat yang tersisa.

Ponselnya seperti tak lagi berfungsi karena jam tugas yang semakin padat, hal lainnya karena sang suami yang belum juga memberi kabar dalam satu minggu ini. Ia mencoba untuk memahami jadwal kerja prianya yang mungkin bertambah padat disana, tapi kerinduannya pada keluarga kecil terasa semakin menyiksa. Tangis yang tersembunyi dalam bilik istirahat terpaksa disembunyikan dari rekan kerja.

Usahanya menghubungi sang suami setiap jam istirahat berbuah nihil, tetapi ia berusaha tetap profesional dengan tuntutan kerja. Hari ini ia hampir saja menyerah dengan usahanya, kinerjanya memburuk dan hampir saja mencelakai salah satu pasien. Ia butuh tempat bercerita dan meluapkan emosi, bilik istirahat yang biasa digunakan olehnya merekam semua tangis dan luapan emosi.

Ponselnya berbunyi menghantar panggilan masuk dari sepupu laki-lakinya, tak terlewat dua detik sia-sia panggilan itu langsung diterima. Suara tawa terdengar dari seberang sana kala sepupunya dengan bangga memperlihatkan putranya tengah berusaha mengayuh sepeda roda tiga. Celotehan panjang dari Jimin seperti hiasan yang terlewatkan oleh telinga (y/n), ia tertarik dengan usaha putranya disana.

Tiba-tiba hadir sosok wanita muda yang dengan sigap menangkap putranya yang hampir terjatuh. Tak lama hadir pria yang dirindukannya berdiri disebelah wanita yang menggendong Jeongsan. Ketiganya tertawa bahagia seperti keluarga utuh yang menikmati perkembangan anak mereka.

"Anakmu itu semakin menggemaskan.."

Panggilan diputus bahkan sebelum Jimin menyelesaikan kalimatnya yang penuh semangat. (y/n) menahan isakannya agar tak mengganggu rekan kerja yang mungkin juga sedang beristirahat pada bilik lain. Ia berusaha kuat dengan pikrian buruk yang terus menghantuinya setelah panggilan terakhir yang diterima.

Emosinya dialihkan dengan tumpukan pekerjaan yang terus diterima tanpa memperhatikan kondisi tubuh yang tidak lagi prima. Wajah pucatnya menyapa ruang gawat darurat sejak malam kemarin, sampai kini mentari menyapa dari atas. Vitamin dan beberapa obat energi ditenggaknya tanpa memperdulikan efek jangka panjang dari dosis yang berlebihan.

"(y/n) tolong pasangkan cairan infus pada pasien" suasana genting ruangan darurat tiba-tiba meledak setelah kecelakaan besar terjadi dekat rumah sakit.

Pandangannya berputar saat jarum hampir menyentuh pembuluh darah pasien, tapi ia berhasil menyelesaikan tugasnya dengan sempurna. Kakinya berputar menuju ruang penyimpanan untuk mengambil stok cairan infus yang tersimpan. Tiba-tiba saja pandangannya menggelap dan tubuhnya menyapa lantai rumah sakit dengan keras. Sahabatnya yang baru keluar dari ruang penyimpanan lekas meminta pertolongan.

"Jangan beritahu Jungkook" hanya itu yang berhasil diucapnya sebelum ia tak sadarkan diri sepenuhnya

- TBC -

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 16, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

전정국 imagine (Book 2) {HIATUS}Where stories live. Discover now