RELLAWAY

By AdineNaylaara

107K 13.2K 3.1K

"Kita punya tujuan yang sama Hel, bedanya lo ngelindungi gue untuk masa depan sedangkan gue melindungi lo dar... More

Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
CHAPTER 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chpater 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
ILUSTRASI VISUAL
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
ILUSTRASI VISUAL (GIRL VER.)
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Chapter 70
Chapter 71
Chapter 72
Chapter 73
Chapter 74
Chapter 75
Chapter 76
Chapter 77
Chapter 78
Chapter 79
Chapter 80
Chapter 81
Chapter 82
Chapter 83
Chapter 84
Chapter 85
Chapter 86
Chapter 87 (Rahel Flashback)
Chapter 88
Chapter 90
Chapter 91
Chapter 92
Chapter 93
Chapter 94
Chapter 95
Chapter 96
Chapter 97
BIODATA KARAKTER
Chapter 98
Chapter 99
Chapter 100
Chapter 101
Chapter 102
Chapter 103
Chapter 104
Chapter 105
Chapter 106

Chapter 89

787 120 38
By AdineNaylaara


‧͙⁺˚*・༓☾RELLAWAY☽༓・*˚⁺‧͙

Tok tok tok

Rakel mengetuk pintu rumah bastian, Ya bastian sudah tidak di rumah sakit ia sudah pulang setelah sehari Rakel pulang. Karena itulah sekarang mereka berada di depan rumah pria itu.

"Permisi" Seru Rakel tak mendengar balasan juga Rakel kembali mengetuk pintu itu.

Tok to—ceklek

Rakel menarik tangannya saat pintu itu terbuka dan tersenyum kala seorang gadis berambut pendek bewarna oranye muncul di balik pintu itu.

Gadis itu menatap Rakel dan Sean bergantian lalu tatapannya terkunci pada Rakel.

"Rakel?" Tanyanya.

Rakel berpikir sejenak, jujur aja dia agak kaget karena gadis itu mengenalnya. Dan akan memalukan jika ia tidak mengenal gadis itu juga.

Gadis itu terlihat seumuran dengannya dan sepertinya dia salah satu adik dari Bastian. Rakel berpikir lagi, ia taktau siapa nama gadis di hadapannya ini. Satu-satunya adik Bastian yang ia tau namanya hanyalah 'ARIEL'.

Apa mungkin gadis ini Ariel?

Rakel berdehem dan mengangguk "Ariel ya? Kita mau jenguk Bang Tian" Ucap Rakel sedikit waswas, bagaimana jika ia salah orang?

Tapi kekhawatiran Rakel seketika sirna saat mendapati gadis itu tersenyum dan mengangguk. Sepertinya benar ia Ariel.

"Oh iya, ayo masuk dulu Bang Tian ada di kamar" Ucap Ariel membuka lebar pintu itu dan mempersilahkan Rakel serta Sean untuk masuk.

Rakel dan Sean mengikuti Ariel dari belakang, dan mulai dari masuk Rakel sibuk menatap ke sana kemari. Ini pertama kalinya ia memasuki rumah Bastian.

Setelah puas menatap sekitar Rakel mendekat ke arah Ariel yang berjalan di depannya.

"Kabar bang Tian gimana?" Tanya Rakel membuat Ariel meliriknya sejenak lalu diam menunduk.

"Ah itu, lo liat aja sendiri. Ayo" ucap Ariel berbelok ke sebuah lorong setelah melewati ruang tv lalu berhenti di depan sebuah pintu, Ariel mengetuk pintu itu.

Tok tok

"Bang, ini Ariel. Ada Rakel sama temennya datang" Ucap Ariel melirik Rakel dan Sean, mendengar ucapan Ariel, Rakel melirik Sean dan menyikutnya.

"Temennya" bisik Rakel dengan nada meledek mendengar itu Sean hanya merotasi matanya malas membuat Rakel tertawa oelan.

"... Buka aja Riel, gak kekunci kok" sautan dari dalam ruangan itu membuat perhatian Rakel dan Sean kembali teralihkan.

"Iya, Ariel masuk ya" ucap Ariel membuka pintu itu.

Ceklek

Saat pintu terbuka lebar Rakel dapat melihat Bastian yang duduk di atas kasurnya dengan selimut yang menutupi bagian bawah tubuhnya.

"Sore bang Tian" sapa Rakel tersenyum lebar.

"Sore" Sean ikut menyapa.

Bastian tersenyum "Sore Rakel, Sean" balasnya.

Rakel berjalan mendekati kasur Bastian begitupun Sean yang ikut di belakangnya sedangkan Ariel ia hanya berdiri di depan pintu menatap ketiganya lalu berbalik hendak pergi.

"Ariel ke bawah dulu ya, permisi" ucap Ariel yang di balas anggukan oleh ketiganya setelahnya Ariel langsung pergi dari kamar itu, tak lupa menutup pintu kamar itu.

Setelah kepergian Ariel, Rakel menduduki dirinya di ujung kasur Bastian dan menatap Bastian dengan senyum lebarnya.

"Bang Tian apa kabar? Maaf ya Rakel baru bisa jenguk sekarang hehehe" cengir Rakel namun tak langsung mendapati jawaban dari Bastian, pria itu diam beberapa saat termenung lalu menoleh dengan senyum tipis.

"... Abang baik kok, gakpapa abang juga gak bisa nemenin kamu selama kamu koma. Kabar kamu gimana sekarang?" Bastian balik bertanya, entah kenapa dari nada bicara Bastian Rakel dan Sean dapat mendengar kesedihan di sana.

Namun walau begitu Rakel memilih untuk berpura-pura tidak tau dan tetap tersenyum lebar.

"Sehat banget hehehe kayak lahir kembali" Jawab Rakel dan melihat Rakel yang keliatan sangat ceria membuat Bastian menggeleng-gelengkan kepalanya dan terkekeh.

"Bagus deh" gumam Bastian.

Setelahnya keadaan menghening, Rakel tidak tau harus mengatakan apa lagi dan Bastian juga hanya termenung seolah tengah memikirkan sesuatu.

Sean? Dia hanya diam saja, setelah beberapa saat Sean melirik keduanya lalu menghela nafas dan berdiri menarik perhatian keduanya.

"Toilet di mana?"

"Ah, ada di dekat dapur. Kamu tanya aja ke Ariel atau Raina" Jawab Bastian setelah mendapati jawaban Sean hanya mengangguk lalu pergi begitu saja.

Setelah beberapa saat kepergian Sean, Rakel kembali membuka suara.

"Abang beneran gakpapa?" Tanya Rakel kali ini tak ada lagi senyuman hanya ekspresi khawatir yang terlihat jelas.

Bastian sangat berbeda dari apa yang Rakel ingat, karena itulah ia sangat khawatir hanya saja Rakel mencoba untuk menyembunyikannya karena takut menyinggung Bastian. Tapi sekarang ia sangat khawatir.

Bastian tersenyum miris "menurut kamu aja, sekarang abang gak bisa kemana-mana cuma bisa duduk dan baring di sini. Kalaupun mau pergi harus pakek itu" jawab Bastian berbeda dari sebelumnya ia menunjuk sebuah kursi roda di sudut kamarnya.

"... Awalnya abang ngikut ini untuk seru-seruan dan ujungnya abang terobsesi dengan kekuatan. Abang mau liat gimana berada di puncak sana, Tapi bukannya sampai puncak yang abang dapati malah ini..." bastian menatap kakinya yang tertutup selimut membuat Rakel ikut melihat ke arah kakinya.

"Sekarang gimana hidup abang Kel? Abang gak bisa sekolah lagi, jangankan sekolah bahkan untuk bangun aja gak bisa. Sekarang apa arti hidup ini? Abang ngerasa gak berguna banget sekarang, abang satu-satunya anak laki-laki di keluarga ini dan abang... Cacat. Sekarang abang gak berguna lagi..." Oceh Bastian menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Rakel hanya bisa diam melihatnya ia tak tau harus bagaimana. Rakel memang terkadang banyak omong, tapi untuk menghibur orabg yang tengah terpuruk atau frustasi Rakel tidak tau bagaimana caranya.

"Kel..." Bastian menurunkan tangannya dan menatap Rakel dengan mata membelalak, dan itu membuat Rakel terkejut "Kamu bisa liat masa depankan? Apa abang memang di takdirin begini? Apa abang memang di takdirkan cacat begini?" Tanya Bastian dengan nada yang sangat menuntut jawaban, mata Bastian sudah memerah sekarang.

Dan pertanyaan ini benar-benar membebani Rakel.

Rakel menunduk dalam "Rakel gak tau"

"Gimana kamu bisa gak tau? Kamu bisa melihat masa depankan? Kamu bilang kamu tau apa yang akan terjadi? Lalu gimana bisa kamu bilang kamu gak tau?" Bastian melotot ke arah Rakel yang hanya menunduk, jujur saja yang di katakan Bastian sekarang benar-benar membebani dan menampar Rakel.

Bahkan terkadang saat ia tau, ia tak bisa melakukan apapun. Dan apa yang terjadi pada Bastian Rakel benar-benar tidak tau. Yang ia tahu Bastian akan tiada dan ia sudah menghentikan itu, namun ia tidak tau kalau Bastian akan berakhi seperti ini.

"Maaf..." Cicit Rakel.

"Saat melawan Twoll, kamu tau abang akan mati di sana karena itulah kamu—..." Bastian terdiam setelah ia menyadari apa yang ia katakan sebelumnya, lalu dengan gusar Bastian mengusap wajahnya "Maafin abang, pikiran abang lagi kalut sekarang. Maaf Kel, abang gak bermaksud nyalahin kamu. Maaf..." Ucap Bastian membuat Rakel mengangkat wajahnya dan menatap Bastian iba.

"Bang Tian..." Lirih Rakel.

Bastian menunduk mencekram setiap sisi rambutnya.

"Abang gak tau lagi Kel, abang gak mau begini. Kenapa abang gak mati aja Kel? Abang lebih baik mati dari pada cacat begini! Abang bener-bener gak guna..." Oceh Bastian dan entah kenapa Rakel merasakan ribuan pedang menusuk dadanya.

Entahlah rasanya menyesakkan saat orang yang telah ia selamatkan hidupnya ternyata mengatakan ia ingin mati. Namun Rakel tidak bisa menyalahkan Bastian, karena ia sendiri tidak mengerti apa yang Bastian rasakan saat ini. Mungkin ini terlalu berat untuk Bastian.

Apa sebaiknya Rakel biarkan saja Bastian ma— apa yang ia pikirkan. Rakel menggelengkan kepalanya, lalu kembali menatap Bastian dengan seyuman.

"Bang... Rakel janji bakal balas dendam untuk apa yang terjadi dengan lo. Orang yang ngebuat lo begini, bakal gue balas 10 kali lipat lebih parah kalaupun dia harus gak bisa bangun untuk seumur hidupnya gue bakal ngelakuin itu. Gue bakal balas mereka..." Ucap Rakel membuat Bastian tersentak dan menatapnya tak percaya.

Bastian mengernyit "Apa maksudnya? Kamu mau ngelawan Mackenzie? Kamu ingin melawan Garagas? Jangan gila Kel, Hellura bahkan hancur hanya dengan dua anggotanya! Kamu gak akan bisa ngalahin mereka"

Rakel hanya terus tersenyum "Itu bukan hal yang bisa kita tentukan" ucap Rakel membuat Bastian kehilangan kata-katanya.

"Rakel..." lirih Bastian menatap Rakel dengan sorot melarang.

"Abang gak perlu khawatir serahin aja semuanya ke Rakel. Rakel akan membalas semuanya, Rakel akan membawa Rahel kembali, Rakel akan ngebangkitin Hellura lagi, dan Rakel akan... Membalas dendam untuk lo bang. Ini janji Rakel" Ucap Rakel menyentuh kaki Bastian dengan ekspresi meyakinkan namun hal itu tak mampu meyakinkan Bastian.

"Rakel lo gak tau Mackenzie itu gimana! Mereka itu... Seperti iblis, kejam dan gak punya belas kasihan. Jangan nyelakain diri kamu, Kel. Udah, kita mundur aja. Lupain soal Rahel dan Lyan, kita gak akan bisa ngebawa mereka kembali. Kita bukan tandingan mereka! Hellura... Sudah berakhir, jangan melakukan apapun lagi kel... Cukup, kita berhenti di sini. Jangan berbuat apapun lagi..." Ucap Bastian membuat senyum Rakel hilang seketika, ia tak menyangka akan mendengar hal itu dari Bastian.

"Bang, lo nyerah?"

Bastian diam dengan ekspresi serius lalu mengangguk tegas "Iya, karena ini jauh lebih baik. Gue gak mau ada... Bastian kedua setelah ini. Please, Kel jangan egois. Hentikan semuanya sekarang, ayo hidup normal"

Rakel diam beberapa saat mendengar ucapan Bastian yang memohon kepadanya. Berhenti? Melupakan Rahel dan Lyan? Setelah semuanya apa ia bisa menyerah?

Rakel menarik nafas dalam lalu tersenyum kembali "oke, Abang istirahat aja, Rakel juga gak akan nyeret Hellura. Hiduplah dengan normal"

Bastian menatap Rakel tak percaya "Kel?"

"Hidup Rakel gak akan bisa normal kalo gak ada Rahel, abang boleh berhenti tapi... Rakel akan terus maju" 

"Kenapa lo keras kepala banget?" Tanya Bastian agak sedikit kesal.

"Karena Rakel gak mau nyesel lagi dan bang Tian... Walau abang mikir mati lebih baik, tapi... Rakel bersyukur abang masih hidup walau gak sesempurna sebelumnya" jawab Rakel dengan senyuman yang sangat tulus membuat Bastian benar-benar kehilangan kata-kata.

Ia merasa sangat tertampar, bagaimana bisa ia mengatakan 'lebih baik mati' di depan orang yang mengorbankan hidupnya untuk dirinya.

Dan bagaimana bisa Bastian menyuruh Rakel menyerah untuk Rahel padahal ia tau bahwa Rahel adalah satu-satunya yang Rakel punya.

Ia benar-benar sudah gila sekarang.

***

Gue berjalan bersebelahan dengan Sean usai pamit pulang dari rumah bang Tian. Dan dari mulai keluar dari rumah itu pikiran gue mulai berkecamuk, dan kayaknya Sean menyadari ini.

"apa aja yang lo bicarain ama Bastian tadi? Kalo privasi yah gak usah" Tanya Sean melirik gue sebentar lalu kembali menatap jalan di depannya.

Gue gak langsung ngejawab pikiran gue masih tertuju ama percakapan gue dan Bang Tian.

"Sey, ayo lupain soal Hellura" ucap gue dan Sean sontak berhenti dan menoleh ke gue.

"Hah?" Sean menatap gue dengan alis menukik. Keliatannya dia salah paham ama ucapan gue.

Gue menghela nafas "Maksud gue, ayo lupain buat nyeret Hellura dalam masalah ini. Hellura udah cukup menderita sampai saat ini gue rasa, gue gak bisa nyeret mereka untuk ngerasain penderitaan lagi hanya untuk ke egoisan gue. Dan lo... Lo juga boleh berhenti, Pasti capek banget buat lo nemenin gue selama ini, lo boleh berhenti sekarang" jelas gue menghadirkan keheningan selama beberapa saat gue yang tadi ngejelasin sambil ngeliatin orang lalu lalang di depan gue kini beralih menatap Sean yang tengah menatap gue dingin.

"... Lalu apa? Ngebiarin lo berjuang sendirian? Hellura memang udah sangat menderita sampe detik ini, tapi apa lo gak menderita? Dan jangan mikirin soal gue, gue ngelakuin ini karena gue gak punya hal lain yang bisa gue lakuin. Lagian ini seru" Sean mendengus memasukan tangannya ke saku celana dan lanjut melangkah.

Gue agak seneng sih denger ucapan Sean tapi kata-kata bang Tian lebih membekas di diri gue saat ini.

Tatapan gue berubah kecewa "Bang Tian bilang dia lebih baik mati dari pada cacat begini" lirih gue lagi-lagi menarik perhatian Sean, ekspresi Sean keliatan gak baik banget.

Dia gak suka percakapan ini, ya keliatannya begitu.

"Hah? Kalau gitu matilah. Kenapa dia masih hidup kalau memang sesulit itu menjadi orang cacat?" Sarkas Sean membuat kini gue yang menatap dia gak terima.

Sean bisa bilang gitu karena dia gak di posisi Bang Tian, menjadi cacat dalam waktu semalam. Siapa yang bisa nerima itu coba?

"Sey—

"Hentikan Rakel, dia bukan satu-satunya orang cacat di dunia ini. Banyak orang cacat yang lebih dari dia dan tetap menghargai hidup. Sedangkan dia? Gimana bisa dia bilang lebih baik mati di depan lo? Gak tau terima kasih, dia cuma gak sanggup ngehadapin kesulitan yang akan terjadi kedepannya di kehidupan dia. Dia gak bener-bener pengen mati" Oceh Sean ngebuat gue bener-bener diam, Sean lalu berdecak kala melihat gue yang hanya diam.

"Lo terlalu baik. Jangan nyalahin diri lo atas apa yang terjadi dengan Bastian, karena lo bahkan gak tau apapun. Ini bukan salah lo" lanjutnya.

Mendengar kata-katanya entah kenapa merasa gue seolah tergelitik.

Gue tertawa pelan "Terkadang gue ngerasa salah karena gak tau apapun"

"Mengetahui segalanya juga gak akan meyakinkan kalo lo bakal bener" ucap Sean ngebuat gue tertegun seketika.

Kata-kata Sean mungkin terdengar ngasal doang tapi entah kenapa untuk gue itu bermakna dalam.

Karena terkadang walau gue udah tau gue tetap gak bisa ngelakuin apapun. Dan mengetahui segalanya juga gak enak.

"Semenjak rambut lo pirang omongan lo makin bijak ya" ucap gue bercanda membuat Sean berdecak.

"Sialan" decaknya merotasi matanya malas dan berjalan mendahului gue. Gue cuma ketawa pelan doang sambil ngikutin dia, selang beberapa detik perasaan gue kembali memburuk.

"Kalo berduaan doang ama lo begini gue jadi rindu Jerry" ucap gue yang tak langsung di balas Sean, setelah tiga langkah kami berjalan usai ucapan gue barulah Sean membalas.

"... Gue juga"

Balasan Sean ngebuat semua hal yang sempat gue lupakan kembali menerobos memasuki kepala gue. Kematian Jerry, kak Alexa semuanya membuat gue terpaksa harus mnghentikan langkah gue dan menunduk sembari mencekram rambut gue dengan satu tangan.

Gue belum menuntaskan satupun...

"Sey...gimana caranya menyelesaikan semua ini? Gue bingung harus nyelesaiinnya dari mana. Gue bahkan belum balas dendam dengan bener untuk Jerry, kak Alexa juga begitu, sekarang Bang Tian juga. Gue harus mulai dari mana?" Tanya gue, rasanya gue bener-bener kalut sekarang.

Gimanapun... Ini terlalu berat tapi gue gak mau ngeluh.

"Mulai dari diri lo sendiri, perbaiki pikiran lo yang menganggap kalo semuanya tanggung jawab lo" Ucap Sean memalingkan tatapannya ke depan dan melangkah mendahului gue.

Setelah mendengar ucapan Sean, gue cuma diam. Gue gak bisa bilang isi pikiran gue sekarang karena ujungnya mungkin gue bakal bertengkar ama Sean.

Ini jelas tanggung jawab gue, semua ini adalah tanggung jawab gue. Sejak gue kembali ke kehidupan ini, semuanya menjadi... Tanggung jawab gue.

***

"Lepaskan.Lyan. itu yang dia perintahkan ke lo" Ucap Mike kepada LG yang sekarang hanya duduk mendengarkan di single sofa yang sudah seperti singasananya.

Satu alis LG naik "Bocah itu? Memerintah diriku?" Tanyanya di angguki oleh Mike.

"Ya, dia bilang hal itu ke Gea" Jawab Mike.

LG diam beberapa saat, tatapan matanya tertuju pada tanah dan tak lama kembali bergulir ke atas menatap Mike.

"... Apa yang ingin kau lakukan, Mike?" Tanya LG lebih seperti penawaran yang membuat senyum Mike merekah lebar.

"Gue mau menghancurkannya, dia udah ngebuat Adik manis gue menangis dan juga menghina Mackenzie. Biarkan gue menghajarnya..." Jawab Mike, senyumnya lebar namun urat yang menonjol di tangan dan lehernya menunjukkan seberapa marah ia sekarang.

LG menatapnya datar "Ini melanggar kesepakatan kita dengan Rahel, tapi... Tidak masalah. Lakukanlah dengan bersih" ucap LG membuat Mike menyeringai lebar.

"Pffth, terima kasih... Akan gue lakukan dengan sangat bersih, bahkan suara teriakan aja gak akan terdengar~"

To Be Continued...

HAALOOO GUYSSS, AKU UP LAGI NIECH! Sorry yawh baru up soalnya minggu ini aku sibuk pra UKK dan MID guys, dan selasa depan aku mulai UKK. Hiks lelah diri ini...

Semoga kalian enjoy yah ama chapter ini, sebenarnya mau aku panjangin lagi tapi gak deh simpen aja buat next chapter :^

Huehehehe yaudah deh, segini aja. Sorry for the typo.

Jangan lupa vote and comment

See you in the next chapter guyss papayy😘

Continue Reading

You'll Also Like

67K 5.9K 52
Shen Qing adalah Tuan muda dari keluarga Shen,ia mengantikan saudari perempuannya yang kabur di hari pernikahan dan menikah dengan musuh bebuyutan ny...
198K 33.6K 48
On going Bagaimana jadinya jika Andre si cowok bobrok nan playboy cap badak itu bertransmigrasi ke tubuh seorang cewek yang sudah berimage buruk di m...
2.4K 275 24
Menceritakan seorang vampir arogan, tindakan seenak jidat, punya kuasa yang melindungi dari segala tuduhan negatif. Bangsawan terkenal psikopat sadi...
45.3K 3.8K 34
Zee seorang anak ke 4 dari 5 bersaudara, ia dibenci oleh tiga kakaknya karena kesalahan pahaman, tetapi berbeda dengan adiknya, adiknya percaya kalau...