RELLAWAY

By AdineNaylaara

107K 13.2K 3.1K

"Kita punya tujuan yang sama Hel, bedanya lo ngelindungi gue untuk masa depan sedangkan gue melindungi lo dar... More

Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
CHAPTER 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chpater 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
ILUSTRASI VISUAL
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
ILUSTRASI VISUAL (GIRL VER.)
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Chapter 70
Chapter 71
Chapter 72
Chapter 73
Chapter 74
Chapter 75
Chapter 76
Chapter 77
Chapter 78
Chapter 79
Chapter 80
Chapter 81
Chapter 82
Chapter 83
Chapter 84
Chapter 85
Chapter 86
Chapter 87 (Rahel Flashback)
Chapter 89
Chapter 90
Chapter 91
Chapter 92
Chapter 93
Chapter 94
Chapter 95
Chapter 96
Chapter 97
BIODATA KARAKTER
Chapter 98
Chapter 99
Chapter 100
Chapter 101
Chapter 102
Chapter 103
Chapter 104
Chapter 105
Chapter 106

Chapter 88

856 124 43
By AdineNaylaara


‧͙⁺˚*・༓☾RELLAWAY☽༓・*˚⁺‧͙

Saat jam menunjukkan pukul 04.16 pagi, Rahel beranjak dari tempatnya duduk tadi lalu berjalan pergi membuat Jed yang tadi berbaring di sampingnya sontak menduduki diri lalu berdiri mengikuti Rahel.

"lo ngelakuin ini tiap hari kan?" Tanya Jed, menepuk-nepuk celananya karena mereka berbaring dan duduk di rerumputan tadi.

"Hm" Rahel hanya berdehem sebagai jawaban tanpa menoleh.

"Apa gakpapa?" Tanya Jed lagi yang membuat langkah Rahel sontak berhenti, Rahel menoleh.

"Apa?" Rahel balik bertanya dengan alis bertaut dan tatapan aneh.

"Lo kurang tidur, lo bisa sakit lo tau" Ucap Jed membuat ekspresi kebingungan dan penuh kecurigaan dari Rahel tadi langsung berganti datar dengan sorot mata jijik.

"Menjauh dari gue, lo menjijikan" Ucap Rahel membuat Jed langsung menyeringai lalu merangkul bahu Rahel.

"Hey gue cuma khawatir~"

"Jauh gue bilang!" Kesal Rahel mendorong tubuh Jed hingga rangkulannya lepas, mendapati perlakuan seperti itu Jed hanya tertawa.

Sedangkan Rahel mendengus sembari melanjutkan langkah kakinya.

"But hey hey, are you sure it's going to be okay?" Tanya Jed lagi berjalan mengikuti Rahel dari belakang dengan kedua tangan yang di masukan ke saku celananya.

*Tapi hei hei, lo yakin ini akan baik-baik aja?

Rahel melirik Jed "Maksud?" Tanya Rahel malas dan ogah-ogahan. Dia malas menanggapi Jed, tapi ia harus tetap menanggapi pria itu.

"Ah, maksud gue soal... Regea. Kalau dia tau ada orang yang mendapati perhatian lo sampe segininya, mau orang itu adik lo sekalipun dia bakal tetap cemburu. Lo taukan saat cemburu dia bisa mgelakuin apapun" Jawab Jed memperjelas maksud pertanyaannya tadi.

Rahel mendengus "Selama dia gak nyuruh lo, maka gakpapa. Rakel bisa ngatasinnya sendiri" Ucap Rahel membuat Jed kembali menyeringai.

"Yes, you're right, the class of anchovy ordered by Regea can definitely be handled by your little brother easily~"

*Ya lo benar, sekelas ikan teri suruhan Regea pasti bisa di atasi adik lo dengan mudah~

Rahel mengangguk menanggapi ucapan Jed, lalu keduanya berjalan menjauhi perkarangan rumah Rahel dengan sesekali bercanda. Yah Jed sih yang bercanda, Rahel hanya terus mengabaikannya.

Entah sejak kapan keduanya jadi dekat seperti ini.

***

Gue mengedipkan mata gue beberapa kali, saat gue masuk kelas dan menemukan sosok berambut pirang yang duduk di kursi Sean.

"Lo siapa?" Tanya gue kebingungan, seingat gue ya. Gue gak punya temen sekelas yang rambutnya pirang

Apa lagi tuh orang mirip banget ama Sean, apa kembarannya? Tapi gue gak pernah tau Sean punya kembaran.

Dia mendengus "Berhenti bercanda" ucapnya.

Eh suara ini... Gue diam, mengedipkan mata gue lagi berkali-kali lalu melotot kaget.

"Lah? Sean?! Lu Sean?! Kok rambut lo pirang?" Teriak gue gak percaya, Sean merotasi matanya malas

"Menurut lo?" Ketusnya mengalihkan tatapannya keluar jendela kelas.

Gue memgedipkan mata gue lagi, lalu menghela nafas dan berjalan mendekatinya dengan tas yang masih gue gendong di punggung gue.

"Lo warnai? Kenapa?" Tanya Gue sembari berjalan mendekat dengan mata memicing sembari memperhatikan Sean dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Pengen aja, kenapa muka lo gitu?" Jawab Sean ikut memandangi gue dengan sorot heran.

Gue berdecak, merotasi mata gue, dan mendengus "Nggak, muka gue emang gini" jawab gue dengan nada ketus.

Padahal kenyatannya...

'sialan, dasar makhluk good looking bisa-bisanya dia makin ganteng abis warnai rambut kayak gitu, Caper banget si bangsat'- Batin gue.

Gue menduduki diri gue di atas meja Sean, lalu memperhatikan mukanya lagi. Bajingan makin di liat makin bersinar ni orang, coba gue yang warnain rambut begitu, entah gimana keliatannya.

"lo gimana kemarin?" Tanya Sean mengalihkan pembicaraan ngebuat rasa iri gue hilang seketika.

"Gue? Yah beda dari latihan gue sama lo. Gue malah di suruh meditasi" Jawab gue menyenderkan punggung gue dinding samping meja Sean, posis gue duduknya menyamping.

Sean mengernyit "Untuk apa?"

"Pertama sih katanya untuk melihat aura cuma kalo gue udah terbiasa dengan itu lama kelamaan mungkin gue bisa ngeliat titik kekuatan gue" Jawab gue menjelaskan sembari menatap lurus ke depan.

"Hm, mudah dong" gumam Sean memgangkat bahunya acuh tak acuh, mendengar gumaman Sean gue langsung noleh ke dia gak terima.

"Gak anjir, kalo gue keganggu sedikit aja kekuatan gue langsung meledak. Dan gue bakal ngelakuin awakened" Sewot gue dan saat mendengar itu Sean diam sejenak lalu mangut-mangut.

"Hm, kedengerannya sulit ya" Ucap Sean datar, ni anak gak niat dengerin apa gimana? Dia yang nanya tapi dia juga yang malas-malasan denger jawaban gue, sialan.

"Terus gimana dengan Papa lo?" Tanya Sean lagi.

"Papa? Entahlah sifatnya aneh banget, tapi kayaknya gak terlalu buruk juga"

"Hm baguslah" balas Sean singkat, dia bahkan gak ngeliat gue pas jawab dan malah ngeliat keluar jendela.

Ya terserahlah, gue berdiri dan duduk di meja gue sendiri saat beberapa murid mulai berdatangan dan tak lama jam pelajaranpun di mulai.

***

Di tengah pelajaran seorang guru datang kekelas gue ngebuat penjelasan guru di depan terhenti, dan perhatian semua siswa tertuju ama tuh guru.

"Permisi bu, Saya izin ingin berbicara dengan Rakel sebentar" Ucap guru itu ngebuat gue mengedipkan mata gue beberapa kali.

Ngomong ama gue?

Sekarang beralih semua perhatian tertuju pada gue, guru yang mengajar kelas gue tersenyum dan mengangguk.

"Boleh, bu silahkan" Ucap guru itu, gue langsung berdiri dan berjalan keluar mengikuti guru yang 'manggil' gue tadi.

Dan saat di dekat tangga tuh guru berhenti, heh... Jadi ini lokasi dia mau ngomong. Gue menoleh ke belakang menatap ke arah kelas gue, jauh juga. Apa yang mau di omongin dia?

"Jadi Rakel, ibu mau nanya. Apa kamu tau apa yang terjadi dengan Alya? Ini sudah hampir satu bulan Alya tidak masuk kelas, apa kamu tau dia kenapa?" Tanya tuh guru ngebuat gue diam sejenak.

Ah... Apa ni guru wali kelas Alya ya?

Gue menggeleng "Saya gak tau bu" Jawab gue.

Sebenarnya yah gue tau, tapi ini belum jelas. Gue harus ketemu Alya dulu untuk mastiin kebenarannya, jadi untuk sekarang gue pura-pura gak tau aja.

"Rakel, tolong jujur, di mana Alya sekarang? Kamu pasti taukan? Kamu dekat dengan Alya sebelum dia menghilang" Ucap tuh guru lagi ngebuat dahi gue mengernyit.

Kok maksa yah...

Gue lagi-lagi menggeleng "saya beneran gak tau, bu" Jawab gue masih dengan nada sopan.

Tuh guru mendengus, mengusap wajahnya lalu kembali menatap gue sembari mencekram kedua bahu gue.

"Ayo jujur Rakel, kamu taukan apa yang terjadi dengan Alya?" Ucapnya menatap gue seolah mencoba mengintimidasi gue.

Kali ini alis gue menukik karena kesal.

Kata "Ayo jujur" entah kenapa lebih terdengar kayak "Ayo ngaku" di telinga gue. Ni guru mencurigai gue, kah?

"Ibu curiga sama saya?" Gue balik bertanya dan gue lihat dia agak tersentak ama pertanyaan gue, dia langsung melepaskan tangannya dari bahu gue dan berdehem.

"Ibu gak curiga sama kamu, ibu gak nuduh kamu, ibu cuma nanya"

"Dan saya sudah jawab pertanyaan ibu... Kenapa ibu masih menanyakan hal yang sama berulang kali? Saya gak tau Alya di mana, Alya hilang sebulan yang lalu sedangkan Saya koma sejak dua bulan yang lalu. Gimana saya bisa tau di mana Alya?" Ucap gue sarkas dengan nada kesal dan tuh guru entah kenapa keliatan kayak gak enakan.

"Ibu nanya karena kamu yang dekat dengan Alya—

"Saya gak nyembunyiin Alya" Tekan gue memotong ucapan tuh guru ngebuat dia membeku beberapa saat.

"Y-yasudah kalau begitu, kembalilah ke kelas" Tuh guru langsung nyelesaiin topik pembicaraan kami gitu aja lalu berbalik dan berjalan pergi dengan cepat meninggalkan gue sendiri.

Stres... Sekarang aja baru peduli ama Alya, dulu-dulu kemana coba? Dan kenapa juga gue yang di curigai? Bikin kesel aja liat mukanya yang seolah yakin banget gue tau semuanya, sialan.

Gue mendengus lalu berbalik berjalan kembali ke kelas gue dengan perasaan dongkol.

Saat telah duduk di kursi gue, gue termenung memikirkan objek yang ngebuat tuh guru manggil gue tadi.

Alya, gimana kabar dia sekarang? Apa dia seneng dengan Aranna? Dia baik-baik aja kan?

Guekembali teringat saat pertama kali gue bertemu Alya di kehidupan ini, gue bertekad ngelindungi dia tapi... Gue gak pernah bisa ngelakuin itu.

Gue cuma sok mau ngelindungin dia, gak bener-bener ngelindungi. Bahkan sebelum koma gue gak ingat kapan terakhir kali gue ketemu Alya.

Gue selalu bilang mau jenguk Alya di rumah bang Tian tapi gak pernah ke sampai an, gue selalu aja ngurusin hal lain dulu karena gue kira... Masalah Alya gak sebanding dengan masalah yang lain.

Gue... Emang bodoh. Gue selalu lalai dengan Alya, mengulangi kesalahan yang sama, gue janji untuk memprioritaskan dia tapi gue gak pernah ada untuk dia.

Hah... Kalau gue ketemu dia nanti, gue harus minta maaf dulu.

Gue memejamkan mata gue sembari memijit kepala gue, pusing. Hah, jangan sampe ada masalah lain selain ini, kepala gue sakit banget mikir sialan.

Tapi sepertinya doa gue gak di jabah.

Pulang sekolah, tepat di depan gerbang sekolah gue. Semua siswa-siswi berhenti memandangi seorang perempuan yang berdiri dengan di temani dua orang berbadan kekar dan berbaju hitam.

Dan tuh cewek gue tau siapa... Dia, Pacar Rahel. 

Rakel Pov Off

Rakel memandangi datar ketiga sosok itu, lalu sembari mendengus Rakel menutup wajahnya dengan kupluk hoodienya lalu berjalan melewati tiga orang itu begitu saja, sepertinya mereka tidak menyadari kehadiran Rakel karena banyaknya siswa-siswi yang berkerumun di di sekitar mereka.

Grep!

Baru beberapa langkah Rakel berjalan melewati tiga orang itu, sebuah tangan mencekrem bahunya membuat Rakel membelalak tak sampai di situ tiba-tiba saja kupluk hoodie Rakel di tarik membuat wajahnya kini terpampang jelas.

Rakel menoleh ke sosok yang menghentikannya itu, lalu tersenyum kesal.

"Sialan" umpat Rakel menatap sosok berbadan kekar itu. Seperti dugaan Rakel, mereka ke sini untuk mencarinya. Ini menyebalkan, Rakel sekarang lagi menghemat staminanya untuk berhadapan dengan Papa nya tapi jika seperti ini, ia sepertinya harus menggunakan staminanya untuk orang-orang tidak penting ini.

"Jeez, are you trying to run away?" Tanya Regea tersenyum miring dan dengan lenggak-lenggok nya ia berjalan mendekati Rakel, Regea mencondongkan tubuhnya dan telunjuknya kini berada di dada Rakel.

*Astaga, kau mencoba kabur?

"No one can escape from me" sambung Regea ekspresinya seketika berubah dingin, ia menatap Rakel sengit seperti singa kelaparan yang menatap mangsanya.

*Tidak ada yang bisa kabur dariku

Rakel mendengus "Apa yang lo mau?"

"Ini mudah, kau hanya perlu menjawab pertanyaanku" Regea menarik tangannya mengangkat bahunya singkat sembari menarik mundur tubuhnya dengan senyum licik.

Rakel melirik dua orang yang di bawa Regea lalu kembali menatap Regea "Apa?" Tanya Rakel sembari menarik hoodienya yang di tahan oleh salah satu orang bebadan besar itu, namun Rakel tetap tidak bisa melepaskannya.

"Jangan mencoba kabur..." Desis Regea tepat di telinga Rakel membuat Rakel merinding seketika.

Rakel lalu hanya mendengus dan menatap Regea seolah menyuruhnya cepat. Melihat respon Rakel Regea tersenyum miring.

"Baiklah, pertanyaannya... Apa hubunganmu dengan Rahel?" Tanya Regea membuat Rakel langsung diam membeku sembari mengedipkan matanya beberapa kali.

Apa ia tak salah dengar? Gadis itu menanyai hubungannya dengan Rahel kan? Jadi apa semua yang ia lakukan ini hanya untuk menanyai apa hubungannya dengan Rahel? Hah, Kenanakan sekali!

Rakel memicing kesal "Kenapa gue harus ngasih tau lo? Harusnya gue yang nanya, apa hubungan lo ama Rahel?" Rakel tak menjawab dan malah balik bertanya.

"Of course, you have to tell me. Rahel is mine, and my relationship with Rahel is a very special relationship" Ucap Regea terdengar agak nyolot.

*Tentu, kau harus memberitahuku. Rahel adalah milikku, dan hubunganku dengan Rahel adalah hubungan yang sangat spesial.

Rakel memiringkan kepalanya lalu menyeringai, entah kenapa ia terpikirkan untuk mempermainkan gadis ini.

"Ah baiklah, kalau gitu hubungan gue ama Rahel adalah hubungan yang lebih spesial dari hubungan kalian. Lo gak akan pernah bisa ngebayangin sedekat apa gue dengan Rahel, kami bahkan tinggal serumah" Ucap Rakel dengan senyum miring, ya Rakel sudah mengatakan seperti ini seharusnya gadis itu tau apa hubungannya dan Rahel.

Regea membelalak "Kau... Apa kau mantannya?!" Tuduhnya dengan suara melengking membuat ekspresi Rakel semakin datar.

'...bodoh'-Batin Rakel.

Rakel lalu menghela nafas lalu mendengus "Gue lebih dari sekedar mantan" ucap Rakel lagi. 'gue adiknya tolol'

"Apa kau.... Kalian masih berpacaran?!" Tebak Regea lagi dan Rakel hanya bisa menatap gadis itu tak percaya, entah kemana letak otak Regea. Bagaimana dia bia mengira Rakel pacar/mantan Rahel padahal Rakel sendiri adalah laki-laki.

"Kau..." Regea menunjuk Rakel matanya melotot lebar membuat wajahnya terlihat sangat menyeramkan "Rahel itu milikku! Dia hidup untukku! Untuk melayaniku! RAHEL ITU MILIKKU!" Teriaknya kencang membuat semua siswa-siswi yang sedari tadi menonton tersentak kaget.

Sedangkan Rakel ia memiringkan kepalanya dengan mata menyipit keheranan.

"Hah? Rahel itu hidup untuk dirinya sendiri, dan dia bukan budak yang harus ngelayani lo" ucap Rakel

Nafas Regea memburu mendengar penolakan atas ucapannya dari Rakel, ini pertama kalinya ada yang membantah kata-katanya.

"Yes he is! Dia bekerja untukku! Untuk melindungiku! Untuk melayaniku! Dia ada untukku!" Teriak Regea menunjuk-nunjuk dirinya berkali-kali, kulit putih wajahnya kini memerah layaknya kepiting rebus dan urat-urat lehernya menonjol keluar.

*Ya dia adalah budak!

Tatapan Rakel mendingin "Rahel bukan budak" tekan Rakel.

Regea mendecih menyilangkan tangannya lalu tertawa bodoh "Itu bukan hakmu untuk menentukan. Dia di berikan kepadaku, dia milikku"

Kepala Rakel menunduk namun ia tak mengalihkan tatapannya sedikitpun dari Regea, semua orang bisa melihat betapa tajamnya tatapan Rakel sekarang dari balik helaian-helaian rambut anak itu.

Entah kenapa Rakel merasa sangat tersinggung saat Regea mengatakan kalau kakaknya adalah seorang budak. Rakel lah yang tau bagaimana hidup menjadi budak, dan jika Rahel mengalami hal itu juga karena gadis bodoh ini Rakel tidak bisa menerima hal itu.

"Dan ini bukan hak lo buat ngeklaim dia" gumam Rakel.

Grep!

Rakel mencekram tangan bodyguard Regea yang menahan tubuhnya tadi, terlihat itu hanya seperti cengkraman kecil namun cengkraman itu mampu membuat pria berbadan kekar itu meringis kesakitan.

"Argh!" Ringisnya, tangannya yang di cengkram Rakel entah kenapa terasa remuk. Rakel tidak mencekram tangannya, rasanya anak itu seperti tengah mencekram tulang tangannya. Sakit!

"Gue lagi kesal sekarang dan lo mengatakan omong kosong soal abang gue, bikin gue tambah kesel aja" dengus Rakel mengangkat sedikit kepalanya dan saat itu Regea mengambil satu langkah mundur saat mata hijau menyala itu bertatapan tepat dengan matanya.

"A-abang?" Gagap Regea entah kenapa ia merasa energi berbahaya di sekitarnya.

Rakel menghela nafas "Ingat, gue gak tau lo siapa, lo juga kayaknya bukan pacar Rahel jadi... Menjauhlah dari Rahel, kalau lo gak mau berurusan dengan gue" Ucap Rakel memperingati lalu tanpa ragu Rakel menekan tangan bodyguar yang ia pegang tadi ke belakang hingga punggung tangan pria itu menyentuh kulit lengannya.

KREK!!

Suara tulang patah terdengar renyah bersamaan dengan telapak tangan pria itu yang terlihat tak tersambung lagi dengan tangannya, tulang pergelangan tangannya patah... Itu jelas dan itu luka yang cukup vatal.

"AAAAAARRRRRRGGGGGGHHHHH" Pria berbadan kekar itu berteriak kencang kesakitan bahkan ia sampai berlutut da meringkuk di tanah.

Melihat hal itu membuat Regea kembali mengambil langkah mundur.

"A-apa yang kau lakukan?! Kau... H-hey! Bangun! Bagaimana kau bisa berlutut begitu saja dengan anak sekecil ini?!" Regea berteriak kepada bodyguardnya yang hanya bisa berteriak, meringis dan menangis menahan rasa sakit.

Regea lalu tersentak saat Rakel memutar tubuhnya ke arahnya dan perlahan berjalan mendekati Regea.

"Sebelum bertindak lo harus tau siapa yang lo lawan... Terlalu gegabah bisa ngebuat lo hancur berkeping-keping" Ucap Rakel.

Tubuh Regea bergetar seketika.

"A-apa?! K-kau! Kau hentikan dia!!" Regea berteriak ke bodyguardnya satu lagi dan mendengar teriakan Regea bodyguard itu tanpa ragu berlari ke arah arah Rakel.

BUGH!

Tubuh besar itu terpental jauh hanya dengan satu tinju dari Rakel, bahkan Rakel terlihat tidak menaruh banyak effort pada tinjunya ia hanya merentangkan tangannya saat pria itu hendak menyerangnya dan tubuh pria itu langsung terpental jauh.

Hal itu membuat mental Regea semakin down, ia terus berjalan mundur dengan Rakel yang terus berjalan maju.

"Lo mackenzie kan? Bilang ke Derrion ini perintah dari gue, lepaskan Lyan..." Ucap Rakel berdesis dan kali ini ucapan Rakel membuat Regea berhenti melangkah mundur dengan mata membelalak tak percaya.

"P-perintah?" Beo Regea "Apa maksud lo?! Memangnya Lo siapa?! Berani-beraninya lo memerintah Rion! Lo itu bukan siapa-siapa!" Lanjutnya seolah tak terima sepupu kebanggannya itu di perintah oleh orang lain.

Rakel tersenyum miring, dan saat ia berada tepat di depan Regea. Rakel menyentuh pundak kiri Regea lalu mendekatkan kepalanya ke telinga kanan gadis itu.

"Gue? Gue adalah orang yang akan menghancurkan Mackenzie, sang Maha Raja. Rakel Orrion Gabridipta, jadi sampaikan perintah gue ke... Derrion" bisik Rakel dan tubuh Regea terlihat menegang bagaikan batu. 

"K-kau—

Baru Regea hendak bicara Rakel langsung mundur dan mendorong tubuh Regea menjauh dari tubuhnya.

"Pergi, menjauhlah dari Rahel dan jangan lupa sampaikan perintah gue. Cukup perintah gue aja, yang lain jangan lo bilang ke dia, ya... Slut" ucap Rakel di akhiri eyesmile nya.

Regea menatap Rakel dengan pupil mata bergetar, ekpresinya terlihat sangat syok dan penuh ketakutan sekarang namun ke arogannya tetap memaksanya untuk terlihat biasa saja.

"K-kau akan menyesal!" Teriak Regea berbalik lalu berlari memasuki mobilnya di ikuti dua bodyguardnya meninggalkan Rakel yang berdiri diam dengan kedua tangan yang di sembunyikan di balik saku hoodienya.

Setelah mobil mewah itu pergi, Rakel mendengus lalu berbalik dan saat itulah Rakel melihat tatapan ketakutan dari siswa-siswi sekolahnya yang di berikan kepadanya. Rakel hanya merespon tatapan mereka datar, dan memilih untuk tak memperdulikan mereka dengan lanjut berjalan untuk mengambil tasnya.

Mereka tidak penting untuk Rakel, lagi pula dia memiliki teman yang sudah terbiasa dengan hal seperti ini.

"Sebentar banget" Dengus Sean saat Rakel mengambil tasnya Sean sudah berdiri di depannya, ya sedari tadi Sean menonton apa yang terjadi.

"Ya, orang mental tuan putri di gertak aja bakal cabut" Balas Rakel di akhiri kekehan.

Sean ikut terkekeh "Yaudah ayo, jenguk bang Tian"

Rakel mengangguk "Ayo" balas Rakel lalu keduanya berjalan santai untuk ke rumah Bastian dan terkadang bercanda satu sama lain seolah apa yang terjadi sebelumnya tak pernah ada.

Padahal apa yang terjadi sebelumnya bisa saja berdampak buruk kedepannya. Karena siapapun yang berurusan dengan Mackenzie... Tidak akan bisa lepas begitu saja.

***

"Hiks... Hiks... Hiks..." Tubuh besar itu memasuki ruangan gelap yang sangat berantakan dan di hiasi oleh suara tangisan pilu.

Ia Mike, Mike berjalan menyusuri kamar adiknya itu. Saat ia baru pulang tadi ia mendapati laporan bahwa adik kesayangannya 'Regea' mengamuk dan menangis di kamarnya.

Karena itulah kini Mike di sini.

Mike perlahan berjalan mendekati kasur besar yang menjadi tempat adiknya terbaring dan menangis sekarang.

"Gea..." Panggil Mike lembut namun hanya isakanlah yang membalas panggilannya.

Mike duduk di ujung kasur lalu memgelus rambut adiknya itu lembut.

"Gea... Who made you cry?" Tanya Mike dengan rahang mengeras, Mike memang orang yang paling santai di Garagas tapi jika ini menyangkut adik kecilnya seujung kuku saja kalian menyenggol adiknya itu maka amarah Mark akan meledak begitu saja.

*Siapa yang membuatmu menangis?

"Hiks... Hiks... Brother Hiks... Rahel is mine, right? He's my slave, he's mine, right?" Regea mengangkat wajahnya dan saat itu Mike melihat wajah Regea yang sudah sangat sembab membuat Mike sangat tidak tega menyangkal ucapan adiknya itu.

*Kakak... Rahel milikku kan? Dia budakku, dia punyaku, yakan?

"Of course, baby. He's yours" Mike menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Regea dan mendengar ucapan Mike Regea memeluk perut kakaknya itu.

*Tentu sayang, dia milikmu

"But he said Rahel wasn't mine hiks... He said he would also break my hand if I didn't stay away from my Rahel hiks... He was very cruel brother hiks..." Adu Regea menangis sejadi-jadinya dan mendengar itu mata Mike membelalak marah.

*Tapi dia bilang Rahel bukan milikku hiks... Dia juga bilang dia bakal mematahkan tanganku jika aku tidak menjauh dari Rahel hiks... Dia sangat kejam, kak hiks...

"Siapa yang mengatakan itu?"

"Hiks... Namanya hiks... Rakel... Rakel Orrion Gabridipta hiks... Dia juga memerintahkan untuk melepaskan Lyan, dia menyuruhku menyampaikan perintah ini kepada Rion hiks..." Tangis Regea lagi menjawab dan mengadukan semua yang ia alami tadi kepada Mike.

BLLLZAAARR!!

Ledakan emosi Mike membuat auranya keluar seluruhnya hingga beberapa bingkai foto di kamar itu jatuh.

Mata Mike memerah dan melotot, rahangnya mengeras, tangannya terkepal kuat.

"Rakel Orrion Gabridipta... Bocah itu sepertinya sangat sombong... Berani-beraninya dia membuatmu menangis dan memerintah kita. Memangnya siapa dia? Gabridipta rendahan... Aku pasti akan membalasnya" Ucap Mike sedangkan Regea hanya menangis memeluk perutnya dan tanpa Mike sadari sudut bibir Regea menukik ke atas.

Inilah pembalasannya kepada Rakel.

'Kau pasti akan menyesal, Rakel...'–Batin Regea.

To Be Continued...

GUYSSS!!! NIH AKU UPDATE!!! Niatnya kemarin mau double up, tapi ada sedikit kendala yang yah... Agak buat emosi :)

Wattpadku error lagi setelah sekian lama, dan sebagian yang aku ketik!!! Lenyap gitu aja! Sakit hatiku, padahal udha ku simpan gess!!! Hiks... Bajingan.

Jadinya siang ini deh aku up, maaf ya.

Semoga kalian gak marah 🥹👉👈

Yaudah enjoy reading ya guys, sorry for the typo.

Jangan lupa pot ama komen.

Ci yu in de neks captel gesss babayyy

Ni visual si cewek ulerrrrrr

° REGEA MACKENZIE °


° MIKEMILLIAN MACKENZIE °

Continue Reading

You'll Also Like

2.5K 275 24
Menceritakan seorang vampir arogan, tindakan seenak jidat, punya kuasa yang melindungi dari segala tuduhan negatif. Bangsawan terkenal psikopat sadi...
1.2M 45.8K 26
Seorang atlet silat yang bertransmigrasi ke dalam Novel sebagai ketua geng motor yang terkenal pembuat onar PART TIDAK LENGKAP ❗❗ Cerita murni hasil...
45.6K 3.8K 34
Zee seorang anak ke 4 dari 5 bersaudara, ia dibenci oleh tiga kakaknya karena kesalahan pahaman, tetapi berbeda dengan adiknya, adiknya percaya kalau...
127 68 34
Elicia dan Vicktory, sudah saling bermusuhan sejak pertama kali mereka bertemu. Namun siapa sangka, ternyata mereka akhirnya bisa saling jatuh cinta...