RELLAWAY

By AdineNaylaara

107K 13.2K 3.1K

"Kita punya tujuan yang sama Hel, bedanya lo ngelindungi gue untuk masa depan sedangkan gue melindungi lo dar... More

Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
CHAPTER 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chpater 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
ILUSTRASI VISUAL
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
ILUSTRASI VISUAL (GIRL VER.)
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Chapter 70
Chapter 71
Chapter 72
Chapter 73
Chapter 74
Chapter 75
Chapter 76
Chapter 77
Chapter 78
Chapter 79
Chapter 80
Chapter 81
Chapter 82
Chapter 83
Chapter 84
Chapter 86
Chapter 87 (Rahel Flashback)
Chapter 88
Chapter 89
Chapter 90
Chapter 91
Chapter 92
Chapter 93
Chapter 94
Chapter 95
Chapter 96
Chapter 97
BIODATA KARAKTER
Chapter 98
Chapter 99
Chapter 100
Chapter 101
Chapter 102
Chapter 103
Chapter 104
Chapter 105
Chapter 106

Chapter 85

795 131 35
By AdineNaylaara


‧͙⁺˚*・༓☾RELLAWAY☽༓・*˚⁺‧͙

Setelah kepergian Rakel, Sean berjalan sendirian. Ia sudah menyuruh Ed untuk tidak menjemputnya karena ia ingin menjenguk Bastian, namun tidak jadi karena kedatangan abang? Sepupu? Ya mungkin sepupu Rakel.

Jadilah Sean berjalan sendirian menyusuri kota.

Sean berjalan dengan pikiran yang melayang-layang. Rakel kini telah bertemu dengan ayahnya dan bahkan ayahnya ingin mengajarkannya, saat ini saja Rakel sudah cukup kuat jika ia berhasil mengendalikan kekuatannya seberapa jauh Rakel akan melangkah?

Zayan juga semakin kuat setelah di ajari teknik spesial dari Mark. Belum sempurna saja ia sudah sekuat itu apa lagi jika ia berhasil menyempurnakan tekniknya itu?

Dan Lyan... Tanpa perlu di jelaskan, Lyan pasti telah berkembang pesat.

Jadi apa hanya dirinya saja yang masih stuck di tempat? Walau Sean merasa ia sudah berkembang tapi... Di bandingkan dengan yang lain perkembangannya bukan apa-apa.

Sean berhenti melangkah.

'di tingkat ini... Gue gak akan bisa mengejar Haru'–Batin Sean.

Jika di bandingkan yang lain, Sean berlatih lebih giat. Bahkan Ayahnya sampai membawa atlet-atlet terbaik untuk mengajarinya tapi... Ia tetap tidak bisa berkembang pesat seperti teman-temannya yang lain, kenapa?

Rakel, anak itu hanya perlu di berikan sedikit dorongan maka ia bisa maju dengan sangat cepat.

Jika Zayan, ya ia hampir sama dengan Sean hanya saja latihannya jelas dan ia punya tujuan untuk di capainya. Sean hanya berlatih untuk meningkatkan stamina dan daya tahan tubuhnya, Sean tidak benar-benar tau teknik seperti apa yang dapat menjadi teknik mematikannya.

Dan Lyan... Jangan di tanyakan, anak itu sangat berbakat ia menyadari bakatnya dan ia bisa berkembang sejauh manapun yang ia mau.

"Apa hanya gue yang tertinggal di sini?" Gumam Sean lalu mendengus, Sean kembali melangkah namun tak sampai empat langkah ia berhenti kala melewati sebuah salon.

"Dahulu Ayah Tuan di juluki sebagai The Golden Of First Era, karena rambut pirang dan mata emasnya. Saya harap Tuan Muda juga dapat seperti itu"

Seuntai kalimat yang pernah di ucapkan Ed, terlintas di kepala Sean. Sean menatap salon itu lama lalu ia berbelok memasuki salon itu.

"Selamat datang, ada yang bisa kami bantu?" Salah seorang wanita di toko itu bertanya.

Sean menatapnya dan mengangguk "Gue mau warnai rambut"

"Ah... Apa anda yakin?"

"Apa muka gue keliatan bercanda?" Balas Sean membuat wanita itu tersenyum canggung.

"B-baiklah, silahkan ikuti saya. Warna apa yang anda inginkan?" Tanya wanita itu lagi.

"Pirang" jawab Sean singkat dengan ekspresi datarnya.

"Eum, anda serius? Sepertinya anda masih sekolah, apa anda serius ingin mewarnai rambut anda dengan warna pirang?" Tanya Wanita itu lagi membuat Sean berdecak.

"Yakinlah, sekolah-sekolah bapak gue. Suka-suka gue" Sarkas Sean yang akhirnya membungkam wanita itu.

Wanita itu hanya tersenyum namun terlihat jelas ia kesal.

"Baiklah kalau begitu silahkan duduk" ucap wanita itu dan tanpa meresponnya Sean langsung duduk.

Sean tidak tau kenapa ia melakukan ini, ia hanya... Ingin terlihat seperti ayahnya.

Sean tidak menuruni mata emas Galen, ia hanya menuruni rambut hitam Galen tapi... Rambut hitam bukanlah jati diri Galen. Dan terkadang Sean merasa ia tidak mirip sama sekali dengan ayahnya.

Sejauh yang Sean ketahui, ayahnya memiliki rambut dan mata emas yang membuatnya di juluki 'Keemasan Era Pertama' (The Golden of First Era).

Dan ayahnya juga salah satu orang terkuat di Era pertama, bahkan katanya Galen... Pernah mengalahkan Austin Mackenzie dan Aston Gabridipta.

Ayahnya sekuat itu tapi... Sean hanya sekuat ini...

Sean tidak iri degan teman-temannya, ia lebih malu dengan ayahnya. Lagi pula tujuan Sean bukan ingin lebih kuat dari teman-temannya, tujuannya adalah melampaui keluarganya, Ayahnya dan Haru.

Tujuan Sean adalah melampaui keduanya, bukan menyaingi teman-temannya.

***

Tatapan gue beredar ke sana kemari kala sudah memasuki rumah sembari terus berjalan mengikuti Alden di depan gue.

"Di mana Guru?" Tanya gue, ya aneh aja. Gue jelas di bawa ke sini buat di latih, tapi gue gak liat tuh orang tua sama sekali.

"Paman sedang sibuk, akulah yang akan nengajarimu" Jawab Alden dingin sembari berhenti tepat di depan pintu yang mengarah ke sebuah ruangan terbuka namun di pagari dengan kawat besi.

Ini tempat latihan, Rahel dulu selalu berlatih di sini.

Oke abaikan soal itu dulu, gue menatap Alden bingung. Dia yang ngajarin gue? Apa Aston gak menganggap ucapan gue serius?

Ayah Sean aja bilang hanya dua orang yang bisa ngajarin gue itu artinya orang lain gak akan bisa. Tapi kenapa?

"Eh? Bang Al? Tapi kan bang—" Ucapan gue terhenti karena Alden memotongnya.

"Apa kau meremehkanku?" Tanyanya melirik gue dingin sembari berjalan memasuki ruang latihan itu.

Gue tersentak dan menyengir, gue menggaruk tengkuk gue tak enak. Anjirlah serem banget ni orang.

"Nggak, tapi kata Ayah Sean hanya dua orang yang bisa ngajarin aku. Guru sama Austin Mackenzie" Jawab gue beralasan sambil mengikutinya, Alden hanya diam usai ucapan gue dan saat kami berada di tengah lapangan itu dia berbalik menatap gue lalu menghela nafas.

"Gak cuma mereka berdua yang hebat di dunia ini, hah... Dasar bodoh" Ucapnya menyinggung jawaban gue tadi.

Bodoh? Hehh....

Gue mengerjap beberapa kali "Jadi, bang Al bisa?"

Bukannya ngejawab si Alden malah diam menatap gue dengan sorot dingin kayak biasanya.

"... Aku tidak pernah merasa dekat denganmu sampai membuatmu bisa memanggilku 'bang Al' "

Gue tersentak saat dia tiba-tiba aja nyinggung soal ini. Dari kemaren gue panggil begini gak ada tuh dia protes jadi gue kira gue boleh-boleh aja manggil dia begini. Fucklah...

"Eh ah! Maksud aku Tuan Alden hehehe, maaf..." gue menyengir tak enak dan Alden kembali seperti sebelumnya diam dulu.

Ni orang kebanyakan diam anj!

Gue cuman menatap Alden menunggu reaksinya, dia gak marahkan? Kenapa diam coba?

"...Tidak, panggil aku bang Al"

Maunya apa sih anj?!

Gue tetap tersenyum dan ngangguk

"Yaudah, jadi... Bang Al bisa?" Gue mengulang pertanyaan sebelumnya, yah udahlah abaikan aja soal sikap plin plan gak jelas minta di tonjoknya.

"Memangnya sekuat apa 'kekuatan terpendam'mu itu, bisa membuatku mati?" Dia balik nanya.

Sekarang gue ngerasa 20% energi gue udah kesedot habis cuma untuk tanya jawab ini. Capek...

"Bang Al bisa ngerasain sendiri kan?" Gue balik nanya lagi, ngebuat dia lagi dan lagi cuma diam natap gue.

Cukup lama hingga dia ngehela nafas.

"... Baiklah" Dia memejamkan matanya sembari bertolak pinggang "kau sepertinya mengira aku setara dengan Raja-raja-an di Era ini. Akan ku perkenalkan diriku dengan jelas, aku adalah Alden Gabridipta, salah satu penjaga ketentuan Era"

Ya emangnya lo setara dengan apa? Papa?— eh? Gue diam sejenak mencerna ucapan Alden sebelumnya, rasanya ada yang janggal.

Dia bilang apa tadi? Penjaga ketentuan Era kan ya?.... Eh?! Apa?! Dia bilang apa?!

"P-penjaga ketentuan Era?! Bu-bukannya ketentuan Era di jaga oleh orang-orang dari Era pertama? A-abangkan dari Era ke dua, iyakan?" Saking kagetnya gue sampe gagap.

Gak hanya kaget sih tapi ngeri juga, di rumah ini ternyata ada dua penjara ketentuan Era?! Mampus gue...

"Penjaga ketentuan Era di ambil dari setiap Era"

Gue diam sejenak mencoba mencerna ucapannya.

"Eh... Siapa aja?" Tanya gue penasaran.

"Itu rahasia, tapi... Aku akan memberitahukan penjaga Ketentuan Era dari Generasi mu" Alden beralih melipat tangannya di depan dadanya.

"Eh? Memangnya ada? Bukannya dari Gen 1 ama Gen 2 aja?"

"Sudah ku katakan 'ketentuan Era di jaga oleh orang terpilih dari setiap Era', kau bodoh atau apa? aku baru mengatakannya tadi"

DUGH!

Gue merasakan seolah batu besar bertuliskan 'bodoh' menimpa gue. Yang pertama tadi gue biasa aja tapi yang kedua ini rasanya tercabik-cabik harga diri gue.

Gue juara satu di kelas ya! Gue gak sebodoh itu!

Tapi yah gue gak akan bilang gitu, gue cuma bisa nyengir doang didepan ni orang.

"Ah sorry-sorry, lupa. Jadi dari Era ku ada? Siapa?" Tanya gue lagi mengabaikan hinaanya tadi.

Alden menarik nafas lalu bersuara "Samuel Morgan dan Akaza Arzakhan" jawabnya.

Pupil mata gue membesar, mata gue pun membelalak kala mendengar nama itu. Samuel Morgan dan Akaza Arzakhan Mereka kan... Gue....

"Gak kenal" Balas Gue lalu menyengir lagi, ya gue emang gak kenal siapa tuh orang tapi rasanya namanya familiar. Yah lagian nama Samuel ama Akaza banyak di film wajar aja familiar.

"Tentu saja, kau kan bodoh"

Hmm, tiga kali... Gue cuma senyum doang di katain begini. Mau ngamuk ntar gue mati.

"Baik, perkenalan udah selesai. Sekarang coba keluarkan seluruh aura mu dengan perlahan, jangan sampai meledak" Tiba-tiba Alden merubah topik pembicaraan kami membuat senyum gue hilang seketika tergantikan ekspresi heran.

Keluarkan aura?

"Ya? Gimana caranya?" Tanya gue bingung.

Sekarang berganti Alden yang keliatan agak kaget dengan ucapan gue.

"Hah? Apa kau tidak pernah mengeluarkan aura mu?"

Gue menggeleng "Gak tau, mungkin pernah tapi aku gak tau gimana caranya"

"Kau serba tidak tau, seberapa bodoh dirimu sebenarnya?" Cibirnya mendengus dengan matanya yang merotasi kesal.

Hm... Gue senyum sampai mata gue ikut senyum.

...bajingan.

"Karena kau sebodoh ini kita harus memulai dari awal hah... Merepotkan" keluhnya.

Gue gak ada minta ajarin lo yah, kalo gak mau yaudah! Gue juga mintanya ke bapak gue bukan ke lo, mrs. Smart.

Mau di kehidupan dulu ataupun sekarang gue tetap gak suka ama ni orang.

Alden menghela nafas "Baiklah, sekarang lakukan meditasi" suruhnya ngebuat gue memiringkan kepala gue bingung.

"Meditasi?" Ulang gue.

"Jangan bilang kau tidak tau apa meditasi" tuding Alden, tatapan matanya mulai menajam menunjukkan bahwa ia tengah kesal sekarang dan melihat itu gue sontak menyengir.

"Tau kok tau hehehe"

Alden mendengus "Meditasi adalah cara yang di lakukan untuk meningkatkan kefokusan mu. Kau pernah merasakan aura orang lain kan? Dengan meditasi, kau bisa saja melihat aura orang lain" Jelasnya.

"Melihat aura? Kayak anime dong"

Alden menatap gue lama dengan tatapan datar, entahlah gue kayak ngerasa dia capek dari tatapannya.

"... Bodoh, ini tidak seperti kau melihatnya secara langsung hanya saja bentuk aura mereka akan tergambarkan di kepalamu. Itulah yang di sebut melihat aura" jelasnya lagi.

"Ah.. begitu" gue mangut-mangut paham

"Cepat duduk sekarang" suruhnya yang langsung gue turutin.

"O-oke" gue menduduki diri gue di atas tanah dengan posisi bersila.

"Tutup matamu dan Biarkan kesunyian menenggelamkanmu. Jangan membuka matamu walau kau tidak dapat mendengar apapun lagi, terus biarkan dirimu tenggelam dalam kesunyian... Ini terdengar mudah tapi jika kau gagal, awakened akan mengambil alih dirimu" Jelas Alden dan gue cuma ngangguk aja.

"Meditasi adalah salah satu cara untuk mengendalikan kekuatanmu, dan saat kau melakukan meditasi kekuatanmu perlahan akan keluar karena itu teruslah fokus, dan jangan ke distrak dengan apapun, kekuatanmu bisa meledak jika kau hilang fokus"

"T-tapi apa yang berkemungkinan membuat fokusku terganggu?" Tanya gue entah kenapa tetiba gue ngerasa gugup.

"Suara orang lain tapi untuk tingkatanmu suara tidak akan bisa membuatmu merasa terancam melainkan Saat kau sudah berada dalam keheningan utuh, kau dapat merasakan aura di sekitarmu dan saat aura yang lebih besar dan kuat ada di sekitarmu itulah yang terkadang membuat fokusmu terganggu. Kau tidak tau aura siapa itu dan kau merasa terancam. Saat itulah awakened mengambil alih dirimu, instingmu mengambil alih dirimu" Jelas Alden.

Yah walau dia agak dingin dan ketus, Alden tetap ngejelasin apapun yang gue tanyain.

"Ah..."

"Sudah jangan banyak tanya lagi, tutup matamu" suruhnya lagi gue mendengus pelan.

"Iya-iya" balas gue menutup mata gue dan entah bagaimana perlahan gue merasa seolah tertarik ke dalam kegelapan, ini agak menakutkan.

Tapi kalo gue bukak mata yang di depan mata gue lebih menakutkan. Hah... Hidup itu sulit...

***

"PFFFTHAHAHAHAHHA rambut lo! Hahahahahha! Rambut lo kayak Jamet! Hahahahahaha" Suara tawa Zayan menggelegar di sebuah persimpangan membuat beberapa orang yang lewat memandangi mereka.

Sean yang menjadi alasan tawa itu hanya memasang ekspresi masamnya.

"Gak lucu"

"Lucu, bagi gua lucu banget. HAHAHAHHAHAHAHA" Tawa Zayan semakin kencang membuat Sean semakin kesal

"Diem lo anjing" umpat Sean membuat Zayan sontak menutup mulutnya. Tapi yah... Walau sudah berusaha Zayan tetap tidak bisa menahan tawanya.

"Hahahahaha, pffthh" Zayan menutup mulutnya degan kedua tangan.

"Lo–bugh" baru saja Sean hendak meraih kerah baju Zayan seseorang menabraknya dari belakang membuatnya hampir terjatuh ke arah Zayan.

"Anjing!" Umpat Sean memutar tubuhnya untuk melihat sang pelaku.

"Ah sorry" Ucap sang Pelaku sembari menepuk-nepuk bajunya yang terkena noda coklat, sepertinya dia sedang memakan coklat saat menabrak Sean.

Namun berbeda dari yang diharapkan Sean yang tadi hendak mengamuk mendapat terdiam begitupun Zayan, tawanya langsung terhenti seketika kala melihat siapa sosok yang menabrak Sean tadi.

Rambut putih, tinggi badan, dan suara itu mereka kenal sekali. Pupil mata Zayan membesar dan senyumnya mereka seketika.

"LYAN!" Teriak Zayan membuat 'Lyan' langsung mendongak, dan ya saat melihat keduanya ekspresi dingin Lyan terlihat sedikit menghangat. Zayan berlari lalu memeluk Lyan erat "Lyaann!!!" Teriaknya lagi.

Lyan hanya terkekeh "ah kalian..." Lalu tawanya terhenti kala melirik Sean, satu alis Lyan terangkat "Hm? What happened to your hair?" Tanyanya.

*Hm? Apa yang terjadi dengan rambut lo?

Mendengar pertanyaan Lyan, Zayan melepaskan pelukannya namun satu tangannya masih merangkul bahu Lyan. Zayan kembali tertawa.

"Pffthh, Sean mau jadi jamet" bisik Zayan masih dapat di dengar oleh Sean.

Lyan mangut-mangut "Ah... It suits you" balasnya setuju.

*Ah... Itu cocok dengan lo

Sean menggeram kesal "Berisik! Apa yang lo lakuin di sini?!" Tanya Sean langsung mengganti topik pembicaraannya.

Lyan dan Zayan tertawa melihat respon Sean, lalu Lyan menjawab.

"Hanya jalan-jalan, kalian?" Jawab Lyan sekaligus bertanya.

"Kita mau kewarnet! Ikut?" Tawar Zayan penuh semangat.

Lyan berpikir sejenak "Hmm... Nah" Tolak Lyan menggelengkan kepalanya "Gue harus cepat kembali" Sambung Lyan matanya terlihat melirik ke sebuah toko membuat Zayan dan Sean ikut melirik toko itu.

Di sana ada sebuah bocah seumuran mereka dengan rambut putih yang mirip dengan Lyan, yah tanpa perlu berpikir mereka juga tau dia adalah keluarga Lyan.

Ya sekarang bahkan untuk keluar saja Lyan selalu di awasi, beruntunglah Jeffery sekarang sibuk dengan urusannya sendiri.

"Ehh..." Zayan melenguh kecewa.

Lyan tersenyum tipis "Sorry, by the way. Where's Rakel?"

*Maaf, ngomong-ngomong, Rakel mana?

Mendengar pertanyaan Lyan, Zayan dan Sean sontak bertatapan.

"Yah... Rakel eum..." Zayan ingin menjawab namun ia agak bingung. Haruskah ia jujur? Tapi sekarang Lyan berada di pihak musuh, jika ia memberitahunya ada kemungkinan Lyan akan di paksa memberitahu ke keluarganya juga. Itu akn berbahaya untuk keselamatan Rakel.

Melihat keraguan Zayan, Lyan hanya menghela nafas dan tersenyum.

"Hm? No need to tell me if you have doubts. I can guess it" Ucap Lyan.

*Hm? Gak perlu kasih tau gue kalo lo ragu. Gue bisa nebaknya

"Hehehe, seperti tebakan lo. Ya itu yang lagi Rakel lakuin" cengir Zayan.

Lyan menatap keduanya bergantian lalu menarik nafas dalam dan menghembuskannya sembari tersenyum tipis.

"Hahh... OK, then I'll go. Nice to meet you, see you, have fun" Pamit Lyan melambaikan tangannya sembari berbalik hendak pergi.

*oke, kalau gitu gue pergi. Seneng ketemu kalian, sampai jumpa, selamat bersenang-senang.

Kelopak mata Zayan membesar terlihat jelas ia tidak ingin Lyan pergi begitu saja padahal mereka baru bertemu setelah sekian lama, namun Zayan hanya bisa diam aja.

Lyan melakukan ini untuk keselamatan mereka, jika ia terlalu lama bersama mereka. Garagas mungkin akan curiga, Lyan bisa saja di siksa oleh mereka atau mungkin merekalah yang akan menjadi target Garagas.

Jadi yah... Lebih baik mereka seperti ini dulu, saling menjauh, untuk keselamatan satu sama lain.

"Rakel akan jemput lo nanti" Baru beberapa langkah Lyan berjalan pergi Sean bersuara membuat langkah Lyan terhenti, Lyan menoleh lalu cekikikan.

"I'll wait for that" Balas Lyan mengangkat tangannya "Bye" Lyan melambai dan melanjutkan langkahnya.

*Gue akan menunggu itu

Sean dan Zayan hanya mengangguk dan berdiri diam menatap kepergian Lyan, dan saat Lyan berhadapan dengan sepupunya itu keduanya saling bertatapan.

"Berapa banyak saudara dia?" Tanya Zayan.

Sean mengangkat bahunya singkat "Gak tau" Jawab Sean singkat lalu keduanya diam dan saling bertatapan hingga seringai-an hadir di bibir keduanya.

"Ingin mencari tahu?" Tanya Sean.

Zayan mengangguk "Boleh~~"

"Yaudah ayo, kerumah gue"

"Alright, lets go!"

***

Sedangkan di kediaman Gabridipta, ekspresi heran muncul di wajah Alden saat ia melihat ekspresi Rakel sekarang.

'hm? Ekspresinya berubah total. Hehh....'–Batin Alden.

Alden diam beberapa saat sembari terus memperhatikan ekspresi Rakel dan setelah cukup lama ia kembali bersuara.

"Kau bisa merasakan aura ku?" Tanya Alden yang hanya di balas Rakel oleh anggukan.

Alden ikut mengangguk "Bagus pertahankan, jika kau terus tenggelam dalam kesunyian kau akan merasakan auramu sendiri dan jika kau terus tenggelam kau akan menemukan titik kekuatanmu" Uca Alden menjelaskan setelah penjelasannya Alden melihat jelas kerutan di dahi Rakel yang membuatnya menghela nafas.

"Jangan memaksakan dirimu, hari ini kau hanya perlu sampai di titik yang dapat merasakan auramu sendiri" Ucap Alden, dan ekspresi Rakel kembali santai seperti sebelumnya.

Ya Alden tau anak itu tadi mencoba mencapai titik di mana ia akan menemukan titik kekuatannya namun ini belum waktunya. Jika Rakel memaksa ingin mencapai titik itu sekarang, anak itu bisa kehilangan dirinya dan saat tersadarpun Rakel mungkin akan linglung dan parahnya bisa sampai lumpuh. Itu cukup berbahaya.

Setelah penjelasan dan arahan singkat dari Alden tadi, ia tak mengatakan apapun lagi hingga hampir setengah jam. Yang ia lakukan hanya diam menatap Rakel, ya Alden saat ini seperti penetral untuk Rakel agar bocah itu tidak hilang kendali.

"Alden" Alden sontak menoleh ke belakang saat mendengar namanya di panggil, yah sebelum namanya di sebut ia sudah menyadari ada seseorang di belakang sana tapi Alden malas saja menoleh.

"Paman? Pekerjaanmu sudah selesai?" Tanya Alden melirik Rakel sejenak lalu berjalan mendekati Aston yang hanya berdiri di depan pintu masuk.

Saat berhadapan dengan Aston, Alden kembali melirik Rakel lalu menatap Aston.

"Sebenarnya kenapa Paman menerimanya?" Tanya Alden.

Aston menatap Rakel "Lebih dekat lebih mudah di musnahkan. Rahel sudah membuangnya itu artinya kita bisa menyingkirkannya" Ucap Aston kembali menatap Alden di akhir ucapannya.

"Lalu kenapa paman menyuruhku mengajarinya? Ia yang sekarang akan lebih mudah di musnahkan" Alden menatap dingin Aston, ia benar-benar tidak mengerti apa yang pamannya ini inginkan.

Namun entah kenapa Alden memiliki firasat.. yah Alden tidak tau ini baik atau buruk tapi firasatnya terasa sangat kuat

"Dia yang sekarang tidak membuatku bersemangat" jawab Aston dengan tatapan lurus ke arah Rakel.

Alden terus menatap wajah Aston, entah kenapa ia semakin yakin dengan firasatnya.

"Semakin lama akan semakin berat untuk paman membunuhnya" Ucap Alden dan Aston langsung menatapnya.

"Kenapa begitu?"

"Karena dia memiliki aura yang mirip dengan ibunya"

Grrt!

Ekspresi Aston seketika berubah, urat-urat wajahnya menonjol dan rahangnya mengeras seketika, matanya memerah dan melotot menatap Alden.

"Apa maksudmu mengatakan itu? Jangan mengatakan omong kosong, karena auranya mirip dengan jalang itu, Itulah yang membuatku semakin ingin membunuhnya" Ucap Aston penuh dengan penekanan namun tak lama ekspresinya berubah dingin kembali di sertai dengusan malas.

"Cih... Bahkan aura seperti ini saja membuatnya merasa terancam" decak Aston kembali melirik sosok yang berada di tengah lapangan itu.

Alden ikut mendengus "Kau mengeluarkan aura membunuh ke arahnya tentu saja dia merasa sangat terancam" Ucap Alden.

Sosok Rakel yang sebelum terduduk di tanah kini telah berdiri dengan kepala tertunduk, mata tertutup, dan nafas memburu.

Aura di sekitarnya terasa sangat gelap, dan meluap-luap.

Rakel... Melakukan awakened... Di depan dua penjaga ketentuan Era.

Alden bersiul melihat aura yang mengitari Rakel sekarang.

"Jika di lihat seperti ini, dia sepertinya benar-benar anakmu" Ucap Alden melirik Aston yang hanya berekspresi dingin.

"Hentikan omong kosongmu itu" Dengus Aston berjalan memasuki lapangan itu dan baru satu kaki Aston menginjak lapangan itu kepal Rakel yang tadi menunduk langsung terangkat dan tertoleh ke arah Aston.

Melihat itu Aston hanya diam saja, ia melangkahkan satu kakinya lagi.

"Lihat baik-baik Alden, aku bisa membunuh anak ini kapanpun aku mau. Jadi—"

Aston seketika sudah berada di hadapan Rakel yang jaraknya sekitar 30 meter darinya, bahkan Rakel yang tengah menggunakan awakened tetap tidak bisa memprediksi gerakan Aston membuat Rakel yang terkejut hampir jatuh ke belakang akibat kemunculan tiba-tiba Aston.

Rakel baru saja hendak melompat mundur namun wajahnya sudah terlebih dulu di cengkram oleh Aston lalu...

BRRUUAAAGGHHH!!! KREEEKKK!!!

Tanah di lapangan itu retak seketika kala tubuh Rakel di banting ke tanah oleh Aston, padahal Aston terlihat membanting Rakel dengan sangat lembut.

Namun keretakan pada tanah itu menjelaskan seberapa kuatnya kekuatan Aston, bahkan Rakel seketika pingsan di buatnya.

Dari tempat Rakel terbaring sekarang, keretakan tanah yang di buat Aston bahkan sampai hingga di tempat Alden berdiri.

Benar-benar gila, dan lebih gilanya itu hanyalah seperempat dari kekuatan Aston sesungguhnya.

Aston berdiri menatap dingin sosok Rakel yang terbaring terlentang tak sadarkan diri dengan mata memutih dan mulut yang ternganga menunjukkan seberapa kesakitannya ia.

Aston beralih menatap Alden "Jangan mengatakan omong kosong lagi" Ucap Aston melanjutkan ucapannya sebelumnya.

Alden hanya menatap Aston dan Rakel dingin tanpa mengatakan apapun, walau perbuatan Aston terlihat jelas tapi entah kenapa firasat Alden semakin kuat.

Firasat yang mengatakan bahwa...

'Paman mungkin akan jatuh kedalam perasaan bodoh itu lagi'

To Be Continued...

HOLAAA NIH SESUAI JANJI AKU UPNYA HARI SABTUU!!! UNTUK MENEMANI MALMING KALIAN, NIH KU KASIH RAKEL!

Nah, Kira-kira kepala Rakel pecah gak yah di banting gitu?🤔 Tapi karena Rakel MC mungkin yah baik-baik aja😗

Jujur aja ngetik chapter ini sebelumnya aku cuma ngetik dialognya aja, soalnya aku malas ngedeskripsiinnya, jadi yah pas dialog udah semua baru aku mulai ngedeskripsiin tokohnya huehehehe.

Jadi kalo ada kalimat yang kalian gak paham, tanya aja. Soalnya pas ngetik aku sambi dengerin lagi, jadi yah agak gak fokus. Sibuk joget soalnya🤣

Yaudha deh enjoy reading ges, Maafkeun typo. Aku mager baca ulang.

Jamgan lupa vote and comment

See you in the next chapterrr!!!!

Ilustrasi Visual

°JEFFERY MACKENZIE°

° SEAN (duda) PIRANG °

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 45.7K 26
Seorang atlet silat yang bertransmigrasi ke dalam Novel sebagai ketua geng motor yang terkenal pembuat onar PART TIDAK LENGKAP ❗❗ Cerita murni hasil...
2.3M 265K 54
Alvan dan Alvin, mereka kembar. Namun, mereka tidak diperlakukan secara adil. Ayahnya hanya mementingkan Alvan, Alvan, dan Alvan. Ayahnya juga selal...
44.8K 3.8K 34
Zee seorang anak ke 4 dari 5 bersaudara, ia dibenci oleh tiga kakaknya karena kesalahan pahaman, tetapi berbeda dengan adiknya, adiknya percaya kalau...
127 68 34
Elicia dan Vicktory, sudah saling bermusuhan sejak pertama kali mereka bertemu. Namun siapa sangka, ternyata mereka akhirnya bisa saling jatuh cinta...