RELLAWAY

By AdineNaylaara

107K 13.2K 3.1K

"Kita punya tujuan yang sama Hel, bedanya lo ngelindungi gue untuk masa depan sedangkan gue melindungi lo dar... More

Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
CHAPTER 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chpater 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
ILUSTRASI VISUAL
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
ILUSTRASI VISUAL (GIRL VER.)
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Chapter 70
Chapter 71
Chapter 72
Chapter 73
Chapter 74
Chapter 75
Chapter 76
Chapter 77
Chapter 78
Chapter 80
Chapter 81
Chapter 82
Chapter 83
Chapter 84
Chapter 85
Chapter 86
Chapter 87 (Rahel Flashback)
Chapter 88
Chapter 89
Chapter 90
Chapter 91
Chapter 92
Chapter 93
Chapter 94
Chapter 95
Chapter 96
Chapter 97
BIODATA KARAKTER
Chapter 98
Chapter 99
Chapter 100
Chapter 101
Chapter 102
Chapter 103
Chapter 104
Chapter 105
Chapter 106

Chapter 79

962 139 63
By AdineNaylaara

‧͙⁺˚*・༓☾RELLAWAY☽༓・*˚⁺‧͙

Langkah kaki yang terseok-seok berjalan menelusuri sebuah pemakaman yang sangat luas, ia berhenti di salah satu gundukan tanah dan berjongkok di sampingnya, sembari memeluk tas ranselnya yang terlihat lusuh.

Tubuhnya di penuhi darah, bahkan baju putihnya sudah berubah menjadi merah dan bau anyir menyengat keluar dari tubuhnya.

Ia terdiam memandangi gundukan tanah itu, tak ada tanda-tanda ingin bicara.

Dan sekitar dua jam-an ia duduk di sana, ia berdiri sembari mengeluarkan bunga yang telah layu dan agak hancur dari dalam tasnya dan meletakannya di atas gundukan tanah itu.

"Gue pulang yah, Hel..."

Deg!

Mata Rahel terbuka lebar seketika, ia langsung terduduk dengan nafas terengah-engah.

'lagi-lagi mimpi begitu'– batin Rahel mengusap wajahnya yang berkeringat dengan kasar.

Yah memang entah sejak lama Rahel selalu mengalami mimpi yang aneh, awalnya hanya sesekali saja tapi belakangan ini hampir setiap hari ia memimpikan... Rakel yang telah dewasa.

Ini mustahil, Rahel tidak mengerti apa maksud mimpi itu? Apa hanya bunga tidur? Tapi kenapa semuanya seolah berkaitan? Kemarin malam Rahel memimpikan Rakel yang di bully oleh tiga bocah yang telah di kalahkan adiknya dulu, sekarang ia memimpikan Rakel yang datang ke pemakamannya.

Sebenarnya apa maksud semua mimpi ini? Tidak masuk akal!

"Argh..." Rahel meringis memijit kepalanya yang terasa sangat sakit, Ya.... Sejak ia mulai memimpikan hal itu, sejak saat itulah kepala Rahel mulai sakit-sakitan.

Rasanya seperti ada sesuatu yang besar yang menekan kepalanya.

"Akh..." Rahel meringis lagi saat tangan kanannya menyenggol lemari kecil di samping kasurnya. Tangannya yang berbalut perban putih terlihat memerah menandakan lukanya kembali mengeluarkan darah.

Rahel mendengus lalu berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dan mengganti perban tangannya itu.

Rahel menghidupkan keran wastafel lalu terdiam kala menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi itu.

Lingkaran hitam di bawah matanya semakin jelas, binar matanya sudah hilang entah sejak kapan. Wajahnya bersih hanya saja terlihat lebih pucat, satu-satunya luka di diri Rahel saat ini hanya tangan kanannya lah, dan luka di tangan kanannya itu terlihat lebih buruk dari pada seluruh tubuh yang babak belur.

Rahel menatap dirinya sendiri dan ia kembali teringat pada mimpi-mimpinya selama ini.

Semuanya terasa tersusun dengan rapi dan saling berkelanjutan, seolah itu sebuah kehidupan yang di jalani Rakel tapi mimpi itu sangat tidak masuk akal.

Di mimpinya Rakel telah dewasa sedangkan pada kenyataannya saat ini Rakel masih 14 tahun.

"Sebenarnya gue kenapa?" Gumam Rahel mengusap wajahnya dengan air lalu ia memilih mengabaikan mimpi itu, Rahel lalu menduduki dirinya di atas kloset dan mulai membuka perban di tangannya untuk di obati dan di ganti perbannya.

Usai melakukan itu, Rahel keluar.

"Hey~" langkah Rahel terhenti dan matanya langsung tertuju pada sosok perempuan berambut putih yang kini duduk di atas kasurnya.

"Kenapa lo di sini?" Tanya Rahel dengan sangat dingin.

"Why can't I come here?" Balas sosok itu tersenyum miring dan itu membuat Rahel mendengus.

*Kenapa? Aku tidak boleh ke sini?

"Muka lo bikin gue mau muntah" Ucap Rahel berjalan ke lemarinya sembari membuka kaos yang ia pakai.

Dan saat Rahel membuka lemari, jemari lentik memeluknya dari belakang membuat Rahel menunduk dengan dahi mengernyit.

"You're teasing me, aren't you?" Tanya Gadis itu dengan kekehan manis yang malah terdengar memuakan di telinga Rahel.

*Kau sedang menggodaku yah?

Rahel mengangkat kepalanya ke atas merasa jengah, rahangnya mengeras, dan urat-urat lehernya menonjol.

Rahel lalu menggenggam kedua tangan yang dengan tidak sopannya meraba tubuhnya lalu menghempaskan tangan itu membuat sang Gadis sampai tersentak.

"Rahel!" Teriaknya namun Rahel tak peduli, ia langsung mengambil sebuah hoodie dan memakainya.

Dan baru saja Rahel ingin berbalik tubuhnya di dorong hingga ia terjatuh ke dalam lemarinya.

"Berhenti bersikap sok jual mahal!" Desis gadis itu, kukunya yang tajam kini membelai pipi Rahel.

Ia menduduki paha Rahel, dengan satu tangan yang berada di samping kepala Rahel.

"Minggir..." Rahel akhirnya bersuara dengan nada yang sangat rendah, jika Rahel sudah berbicara seperti ini maka itu artinya kesabarannya sudah di ujung tanduk.

Namun... Bukannya takut 'gadis itu' malah menyeringai dengan pipi yang memerah.

"Yah... Terus bicara seperti itu kepadaku..." Gadis itu mendekatkan wajahnya membuat Rahel sontak memalingkan wajahnya.

Rahel menghela nafas, giginya sudah saling bergesekkan, ia sangat kesal sekarang.

"Ini peringatan terakhir gue, Regea Mackenzie... Minggir" Rahel menatap 'Regea' dengan sorot mengancam namun, bukannya takut Regea malah merasa tertantang. Ia semakin mendekatkan tubuhnya dengan Rahel.

"Tidak mau~"

Grep!

Tak sampai sedetik setelah jawaban Regea, Rahel langsung mengangkat tubuh gadis itu, kedua tangannya menopang paha Regea setelahnya ia langsung berdiri dengan mudahnya seolah tak membawa beban apapun, Rahel lalu keluar dari lemari itu berjalan ke kasurnya dan...

Brakh!

Ia melempar tubuh Regea begitu saja ke atas kasurnya.

"Lo beruntung gue lempar ke kasur, kalo lo ganggu gue lagi. Gue lempar lo dari jendela" Ancam Rahel hendak berbalik namun tangannya dengan cepat di tahan oleh Regea.

"Hey, you can't just leave after making me excited like this." Ucap Regea tersenyum miring, menggoda.

*Hey, kau tidak bisa pergi gitu aja setelah membuatku bersemangat seperti ini

"Ap—" Belum sempat Rahel hendak membalas ucapan Regea, gadis itu langsung menariknya tangannya sekaligus merangkul lehernya dan mencium bibirnya.

Rahel menatap wajah Regea marah namun... Ia juga pria.

'ah, fuck!' umpat Rahel membatin, setelahnya ia membalas ciuman Regea.

Regea Mackenzie, ia adalah adik dari Mikemillian Mackenzie, dan Ragea Jatuh cinta pada Rahel saat ia pertama kali melihat Rahel dan sejak saat itu, tak seharipun Regea absen untuk mengganggu Rahel.

Awalnya gangguan Regea masih normal, gadis itu hanya terus mengikutinya menempel padanya dan sesekali menyapanya, namun semakin hari... Gangguan Regea semakin agresif, hingga sekitar satu bulan usai Rahel bergabung dengan Garagas gadis itu berani menciumnya dan yah... Semakin berjalannya hari, gangguan Regea semakin meningkat.

Apa lagi dengan wajah dan tubuh seperti itu, Rahel pantas di katakan tidak normal jika ia tak tergoda sedikitpun dengan gadis ini.

Rahel memang bisa menolak Regea jika gadis itu mengganggunya hanya sebatas menempel padanya tapi jika Regea sampai seperti ini... Akal sehat Rahel langsung putus begitu saja.

Sial...

***

Seluruh perhatian langsung tertuju pada Rahel saat pria itu baru memasuki ruangan berlapis besi itu.

"Kau telat" Ucap LG dingin dan Rahel hanya mengabaikannya, ia berjalan mendekati mereka lalu duduk di sebuah long sofa di samping Lyan.

"Hey" Kini Rahel beralih menatap Jed yang memanggilnya dan saat Rahel menoleh Jed menunjuk bibirnya sendiri.

"You're wearing lipstick, huh?" Tanya Jed tersenyum miring.

*Lo pakek lipstik, ha?

Mendengar ejekan Jed, Rahel langsung mengusap bibirnya dan benar saja ada noda merah di sana. Rahel mengumpat pelan dan mengusap bibirnya dengan kuat.

"Woi, gue gak akan pernah ngerestui lo ama adek gue yah" Saut Mike menatap Rahel dengan tatapan tajam.

Rahel hanya merotasi matanya malas, yah... Rahel memang jarang berbicara sejak ia memasuki Garagas.

"Diamlah" LG bersuara membuat seluruh perhatian langsung tertuju padanya.

"Ada sebuah informasi yang akan ku sampaikan. Kalian tau, usai pertarungan terakhir antara Hellura dengan Jed serta Mike... Hellura kini... Resmi bubar, yah ini hal yang wajar karena mereka sudah kehilangan dua kekuatan utama mereka. Sekarang penghalang kita sudah di singkirkan, karena itu kita... Akan mulai bergerak" Ucap LG dan di akhir kalimatnya ia menyeringai kecil yang di balas oleh dengusan dan senyuman oleh pria-pria yang ada di sana.

"Kalian akan punya tugas masing-masing nantinya dan untuk kau, Rahel. Aku memiliki tugas khusus untukmu"

Rahel mengangkat satu alisnya "lo pikir gue bakal mgeiyain?"

"Kau harus setuju..." Tekan LG membuat Rahel mendengus dan mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Tugasmu adalah... Rekrut Haru masuk ke dalam Garagas..." Sambung LG membuat semua orang yang ada di sana terdiam, mereka menatap LG penuh keterkejutan. Ini hal yang tak terpikirkan oleh mereka.

"LG kau serius?" Tanya Nicholas dan LG mengangguk santai.

"Aku menginginkan Haru" Tekan LG membuat semuanya diam tak berani membantah lagi.

"Bukankah lo terlalu serakah? Lo udah dapat Rahel dan gue sekarang lo menginginkan Haru. Seenggaknya bersyukurlah dengan apa yang lo dapat sekarang. Lo udah cukup ngehancurin hidup orang lain dengan ambisi bodoh lo itu" Lyan bersuara tanpa mengalihkan fokusnya pada rubik yang ia mainkan saat ini.

"Stupid ambition? My ambition is what will elevate Mackenzie's status."

*Ambisi bodoh? Ambisiku inilah yang akan mengangkat derajat Mackenzie.

Brakh!

Rubik yang di mainkan Lyan hancur seketika usai mendengar balasan LG.

"Sebuah sampah gak akan pernah berubah menjadi emas" Ucap Lyan berdiri lalu keluar dari ruangan itu, sejenak pupil mata Lyan bercahaya nyalang dan ekspresi terlihat sangat dingin.

Seusai kepergian Lyan semua pria di ruangan itu bersitatap.

"Hm, masa puber" Ucap Nicholas mengangkat bahunya acuh tak acuh setelahnya mereka kembali melanjutkan percakapan mereka.

Tapi tak lama dari itu tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka dengan sangat kencang.

"RAHEL!" Teriak Lyan dengan nafas ngos-ngosan "Rakel... RAKEL UDAH SADAR!" Sambung Lyan.

"Heh... Tuh anak kek kucing aja, gak bisa mati-mati" dengus Mike menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya.

Jed menyeringai "I already guessed..."

*Sudah gue duga...

"Gimana dia bisa hidup terus sih? Gue kira dia bakal mati" decak Nicholas.

"Tapi... Bukannya ini gawat yah? Biasanya orang yang hidup habis ketemu kematian itu punya kekuatan super" saut Jeffrey salah seorang sepupu Lyan yang saat ini baru memasuki kelas 1 SMA.

"Lo kebanyakan nonton anime" cibir Nicholas dan Jeffrey hanya tertawa pelan.

"Jadi bagaimana? Your little brother is still alive, what are you going to do?" LG bertanya kepada Rahel yang seolah tertegun membuat semua orang yanga da di sana sontak langsung menatap Rahel.

*Adikmu masih hidup, apa yang akan kau lakukan?

Rahel berekspresi dingin "Itu bukan urusan gue" Ucap Rahel membuat Jed terkekeh pelan sedangkan Lyan menatapnya dengan sorot mata sedih.

"Ah dan kau Lyan, kau tidak di izinkan menemuinya. Kau harus sadar di pihak siapa kau sekarang" LG beralih berbicara pada Lyan.

Lyan mengepalkan tangannya "You're lucky Rakel hasn't given me any orders yet. If so, I can destroy this family at any time. Kalian makhluk lemah bukan tandingan gue" Ucap Lyan berbalik dan melirik dingin orang-orang di ruangan itu.

*Lo beruntung Rakel belum ngasih perintah apapun ke gue. Kalau sudah, gue bisa ngehancurin keluarga ini kapanpun.

Ya... Dalam waktu dua bulan Lyan, sudah mencapai titik yang mustahil di capai siapapun. Mungkin karena inilah keluarganya tergila-gila kepadanya mereka pasti sudah dapat menebak bahwa Lyan, anak satu-satunya dengan warna mata biru jernih di Mackenzie pasti dapat mendekati kekuatan Ayahnya yang di sebut Iblis Mackenzie, yaitu... Austin Mackenzie.

"Kita akan benar-benar hancur jika Lyan berbalik menodongkan pedangnya ke kita~"

"Kita hanya perlu membuat bocah itu gak ketemu ama si Rakel" Ucap Mike.

Jed tersenyum miring "Yeah... Itu ide bagus, kita punya tali kekang Lyan jadi kita bisa mengontrolnya. Tapi... Bagaimana jika Rakel yang datang kemari?"

"Itu gak masalah karena kita juga punya tali kekang bocah itu" Nicholas melirik Rahel yang hanya berekspresi dingin dan mendengar itu Jed tertawa pelan.

"Apa lo bener-bener yakin tali ini mengekangnya? Gue malah takut kita semua yang akan terkekang olehnya"

"Apa maksud lo?" Tatapan Mike menajam entahlah mereka tidak paham dengan sifat Jed ini, sejak dulu! Pria itu sulit di pahami, entah apa isi kepala Jed sebenarnya.

"Lo pikir kenapa gue tertarik dengan dia? Apa lo pikir alasan gue cuma karena dia bocah gak ketebak? Dangkal"

Mike seketika kesal "Terus apa sialan?"

Jed mengangkat bahunya acuh tak acuh "Lo liat aja sendiri nanti"

Krrt!

Urat di pelipis Mike seketika menonjol dan tangannya terkepal kuat.

"Bangsat!"

***

"Hellura udah tiga kali nyerang Garagas dan hasilnya selalu sama, mereka di kalahkan cuma dengan dua anggota Garagas. Yah itu cukup memalukan, jadi yah mungkin mereka kehilangan semangat tarung dan memilih untuk bubar"

"Ah..." Rakel mengangguk paham setelah mendengar seluruh penjelasan Sean tentang apa yang terjadi selama ia koma.

"Gak nyangka banget Hellura bakal bubar" Ucap Rakel termenung menatap lantai.

"Yah mereka udah kehilangan pemimpin jadi yah gak ada penopang lagi, wajar aja mereka milih bubar tapi sebagian ada juga yang masih mau bertahan"

Rakel mengangguk paham "Tapi..." Rakel menatap Sean.

"Apa lo gak kelewatan?" Rakel tersenyum lebar hingga matanya ikut tersenyum dan senyuman ini hanya di berikannya saat ia kesal.

Yah wajar saja Rakel kesal karena posisinya sekarang, Sean berbaring santai di ranjang rumah sakit sedangkan Rakel duduk di kursi penjenguk.

Sean mengangkat satu alisnya "Hah? Lo bilang Lo udah gakpapa dan juga lo udah kelewat lama tidurkan? Jadi seharusnya sekarang lo regangin otot lo, duduk kek, jalan kek, olahraga kek, terserah lo" Balas Sean dengan wajah tanpa dosa membuat Rakel tidak bisa membantahnya.

Rakel kesal tapi ucapan Sean ada benarnya juga, bangsat...

Rakel mendengus dan berdiri sembari membawa tiang infusnya, ia menuruti ucapan Sean... Rakel mulai berjalan mondar-mandir ke sana kemari, lalu berdiri di depan kaca dan melakukan pemanasan kecil sedangkan Sean hanya berbaring menonton setiap pergerakannya.

"Rakel!" Rakel sontak berhenti dan kompak menoleh bersama Sean ke arah pintu ruangannya dan saat itu ia melihat sosok Zayan yang terengah-engah dengan keringat bercucuran deras.

Ekspresi panik Zayan seketika berubah terkejut, ia menatap Rakel dan Sean bergantian, lalu...

"Kayaknya gue salah ruangan, sorry"

Brakh!

Zayan langsung menutup pintu itu kuat membuat Rakel tersentak sedangkan Zayan ia keliatan lebih panik dari sebelumnya.

"Apa yang gue liat barusan?! Itu bener muka Rakel tapi, dia udah bisa berdiri. Mampus gue, gue dateng karena gue pikir dia masih lemah! Orang macam apa yang koma dua bulan tapi kayak orang bangun tidur begitu?! Gak gak gak ini gak mungkin, mana tadi Sean ada di sono mampus gue... Apa gue balik aja yah? Ya ya gue balik aja dulu" Zayan berbicara pada dirinya sendir setelah meyakinkan dirinya ia memutuskan untuk pulang namun baru Zayan ingin mengambil langkah pergi teriakan lantang Rakel menghentikannya.

"ZAYAN MASUK LO!"

Fuck...

Zayan hanya bisa tersenyum 'tamatlah riwayat gue'—Batin Zayan.

"..."

"..."

Suasana terasa sangat sunyi di ruangan Rakel, Rakel menatap Zayan dengan sorot dingin sedangkan Zayan terus mengalihkan tatapannya ke arah lain sembari menunduk.

Kini posisinya Rakel duduk di sofa ruangan itu sedangkan Zayan duduk berlutut di lantai dan Sean? Dia masih di atas ranjang pasien dan tengah menyengir lebar melihat pemandangan di depannya kini.

"Gue... Udah denger semuanya dari Sean" Rakel bersuara membuat tubuh Zayan menegang seketika "Apa lo ada pembelaan?" Lanjut Rakel bertanya.

Zayan mengangkat kepalanya dan hendak bicara namun tak jadi dan ia kembali menunduk dengan bibir memanyun sembari menggeleng.

Melihat respon Zayan, Rakel menarik nafas dalam dan menghembuskannya pelan.

"Gue tau lo ngelakuin ini karena gue, jadi gue gak akan nyalahin lo. Tapi Yan, apa lo bener-bener nganggap diri lo beban di antara kami?" Setelah pertanyaan Rakel nafas Zayan terasa tercekat ia tak berani untuk sekedar menatap Rakel.

Dan melihat Zayan seperti ini Rakel seolah melihat dirinya dulu yang selalu merasa rendah diri dan tak mampu melakukan apapun. Insecure mungkin kata yang tepat untuk situasi Zayan sekarang.

"Gue gak tau apa yang ngebuat lo mikir kalo lo 'gak berbakat' padahal dari segi kecepatan lo melampaui kami semua. Kekuatan lo emang gak begitu menonjol tapi bukan berarti lo lemah, apa lo gak ingat kalau lo pernah ngalahin Sean yang paling kuat di antara kita? Dan apa lo gak ingat, di sparing kita terakhir kali lo lah pemenangnya?"

Zayan tersenyum kecut "Itu karena kalian gak tau cara mainnya jadi gue manfaatin kelemahan itu"

Rakel diam sejenak 'Inferior memang hal yang paling menyebalkan'—Batin Rakel.

"Yan, lo taukan kemampuan gue? Gue bisa meniru apapun dengan sempurna, tapi apa lo tau? Kalau kecepatan lo adalah satu-satunya yang gak bisa gue tiru dengan sempurna—ah bukan gak sempurna, tapi... Setiap gue meniru kecepatan lo. Seperti tau... lo selalu menjadi lebih cepat dari apa yang gue tiru. Lo mungkin gak sadar saat sparing kita, waktu itu saat lo berhasil menjatuhkan Sean dan gue mengejar lo, Saat itu gue menggunakan kecepatan lo tapi tetap... Gue gak bisa ngalahin lo. Bakat lo sempurna Yan, Bakat yang selalu berkembang saat merasa ada yang ingin mengejarnya. Lo punya bakat persaingan yang kuat banget. Yah hampir sama dengan Sean yang gak mau di saingin lo juga gitu, lo gak sadar tapi insting lo tanpa sadar membuat lo melampaui kemampuan lo sendiri. Apa lo gak sadar akan hal itu?"

Mendengar penjelasan panjang Rakel membuat Zayan benar-benar mulai memikirkan kembali tentang 'dirinya'. Benar kata Rakel, sejak dulu, saat ia masih senang bermain bola, saat di perlombaan, saat ada lawan yang hendak mengejarnya, Zayan selalu tiba-tiba menjadi 10 kali lebih cepat dari orang itu, karena itulah ia menjadi kapten di klub sepak bola di sekolahnya dan di juluki Zayan si 'Genius dengan kecepatan Cahaya'.

Maksud julukan itu adalah kecepatan Zayan yang seolah secepat cahaya, walaupun itu agak lebay tapi memang secepat itulah Zayan sampai ia di katakan 'Cahaya'.

"Dan juga di antara kita berempat lo yang paling PD, jadi ngeliat lo yang insecure sekarang rasanya kayak bukan lo. Sadar Yan, sejak dulu... Lo tuh setara ama kita, rasa inferior lo yang ngebuat lo ngerasa lebih kecil di antara kita berempat. Lo harus buang perasaan itu kalau lo memang mau tetap di sisi gue" sambung Rakel lebih seperti ancaman membuat Zayan sontak menatapnya tak terima.

"Gak terima? Kalo gak terima lo pasti taukan lo harus apa?" Tanya Rakel menaikan dagunya sedikit sembari menyilangkan tangannya dan mendengar pertanyaan itu Zayan kembali menunduk sembari mencebik.

"Minta maaf ke Papa... Minta maaf ke Sean..." Cibir Zayan.

"Nah" Rakel akhirnya tersenyum "kalo gitu lakuin" Ucap Rakel membuat Zayan langsung melirik Sean yang kini menyeringai mengejek ke arah dari atas ranjang pasien.

Zayan bersengut "Sey, Maaf, terakhir kali kita ngobrol kayaknya gue terlalu kasar dan terlalu bawa perasaan. Gue sadar gue salah, jadi, maafin gue" Ucap Zayan mendengar itu Sean tersenyum miring.

"Gue bukan orang mulia yang bakal maafin lo gitu aja. Lo ngoceh panjang lebar ama gue padahal gue cuma nasehatin lo, lo pikir gue bakal iya-iya aja gara-gara lo minta maaf. Apa lagi lo keliatan gak tulus" Ucap Sean mendengar itu Zayan mendelik.

"Terus lo mau gue apa hah?!"

"Bayarin gue selama seminggu di warnet, dari jam main sampe ke cemilannya"

"Lo pikir gue sekaya apa?!"

"Bapak lo Jaksa, emak lo guru. Lo kaya banget" Sean menaik turunkan alisnya.

"Lo kira duit jajan gue sama kayak gaji bapak gue hah?! Jajan sehari cuma 15 ribu lo minta bayarin semuanya! Kalo gitu gue dapat apa?!" Zayan berteriak gak terima dan sekarang dia udah berdiri.

"Dapat maaf dari gue" Kali ini Zayan benar-benar di buat skakmat oleh Sean.

Dari wajahnya terlihat jelas Zayan ingin membalas ucapan Sean namun tak bisa membuatnya pada akhirnya mengalah.

"Fine! Okay! Alright! Gwenchana! Gwenchana! Seminggukan? Gue bayarin lo!" Final Zayan menghadirkan tawa puas dari Sean.

Emang kelewatan tuh anak, udah tidur di kasur pasien sampe pasien terlantar. Lalu manfaatin temennya yang salah.

"Ah ya Kel, setelah ini apa yang akan kita lakukan?" Tanya Zayan membuat suasana hangat di antara mereka mendadak serius.

Rakel berpikir sejenak "Selesaiin masalah kita masing-masing dulu, kayak lo sama bapak lo, gue juga ada urusan yang mau gue selesaiin. Setelahnya yah... Merebut Lyan dan Alya kembali"

Zayan dan Sean mengangguk paham. Ntah kenapa setelah Rakel bangun dari koma tak hanya Rakel, tapi Zayan dan Sean rasanya sedikit berbeda padahal ini baru dua bulan, tapi perubahan yang terjadi benar-benar sangat meningkat.

Rakel terasa lebih berkharisma dari pada sebelumnya.

Zayan terasa lebih dewasa.

Dan Sean terasa lebih tenang dan dapat mengatur emosinya.

Sepertinya waktu dua bulan benar-benar waktu yang yang lebih dari cukup untuk mereka berkembang dan ini baru dua bulan... Jika seandainya mereka di berikan waktu dua tahun, entah apa yang akan terjadi pada mereka.

Dan sebaiknya... Jangan berikan mereka waktu selama itu untuk berkembang, karena hal itu mungkin... Dapat menghancurkan ketentuan 'Era' dalam dunia pertarungan.

To Be Continued...

YO YO WATSAAPPPP Rindu gak nieh?! Nieh! Sesuai janjikuh! Aku up khannn?! Iya dong, aku selalu tepat janji huehehehe.

Syok banget aku baru beberapa hari gak bukak Wattpad pas buka notifkasi tembus 99+. Dan pas aku buka WP tadi, aku lagi belajar huehehehe dan aku sempetin bales beberapa pesan kalian yang mungkin udah berhari-hari lalu hehehehe.

Maap yah, aku emang agak seleb🌚 tapi walau begitu aku tetap rendah hati kok😌

Dan untuk para fans Rahel... Patahlah hati kalian, aku ucapin semangat menempuh hati baru yah 🙇.

Dan yah sedikit spoiler aja... Sebentar lagi Papa Aston akan muncul hehehehe dan Rakel akan jadi OP! HAHAHAHA OP YANG AKAN MOKAD! HAHAHAHA  Bercanda :^

Yaudha deh sekian bacotan aku, rindu aku tuh ngebacot ama kalian. Sorry kalo ada typo.

Jangan lupa vote ama komen

Andddd see you in the next chapter!!!!

Ini beberapa ilustrasi Visual!

° ARSEAN BRATARAKSA °

° ZAYAN RADIKA PUSTAKARYA °

° JED HILLSTON °

° REGEA MACKENZIE °

° RAHEL ELLION GABRIDIPTA °

° RAKEL ORRION GABRIDIPTA °

Continue Reading

You'll Also Like

2.4K 302 56
Firmi bukanlah murid biasa. Tak ada yang tahu siapa dia, bahkan dirinya sendiri pun tak tahu. Namun, kedatangannya ke Sma Bukit Cahaya membawa badai...
1.7M 134K 52
[PART LENGKAP] 1. Namanya Nino. Remaja 15 tahun yang saat ini hanya tinggal bersama saudara kembarnya. Mereka berdua tinggal selama kurang lebih 3 ta...
174K 6.1K 70
Follow akun ini yukšŸ¤ Suatu hari seorang gadis yang sedang tidur pada malam hari , ia bertemu dengan sosok yang ia rindukan muncul dalam mimpi nya. Y...
45.8K 3.8K 34
Zee seorang anak ke 4 dari 5 bersaudara, ia dibenci oleh tiga kakaknya karena kesalahan pahaman, tetapi berbeda dengan adiknya, adiknya percaya kalau...