RELLAWAY

By AdineNaylaara

107K 13.2K 3.1K

"Kita punya tujuan yang sama Hel, bedanya lo ngelindungi gue untuk masa depan sedangkan gue melindungi lo dar... More

Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
CHAPTER 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chpater 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
ILUSTRASI VISUAL
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
ILUSTRASI VISUAL (GIRL VER.)
Chapter 67
Chapter 69
Chapter 70
Chapter 71
Chapter 72
Chapter 73
Chapter 74
Chapter 75
Chapter 76
Chapter 77
Chapter 78
Chapter 79
Chapter 80
Chapter 81
Chapter 82
Chapter 83
Chapter 84
Chapter 85
Chapter 86
Chapter 87 (Rahel Flashback)
Chapter 88
Chapter 89
Chapter 90
Chapter 91
Chapter 92
Chapter 93
Chapter 94
Chapter 95
Chapter 96
Chapter 97
BIODATA KARAKTER
Chapter 98
Chapter 99
Chapter 100
Chapter 101
Chapter 102
Chapter 103
Chapter 104
Chapter 105
Chapter 106

Chapter 68

805 104 21
By AdineNaylaara

‧͙⁺˚*・༓☾RELLAWAY☽༓・*˚⁺‧͙

Gue menatap dua sepatu yang sudah ada di rak sepatu rumah gue. Rahel sudah pulang.

... Jadi ngerasa gak enak gue, hah.

Gue menggaruk tengkuk gue, lalu melepaskan sepatu gue dan berjalan memasuki rumah gue dengan tangan yang membawa kresek berisi makanan. Yah untungnya gue sempat kepikiran beli makanan tadi.

Rahel pasti belum makan, duh... Baik banget gue jadi adek, hahahaha.

"Gue pulang" ucap gue namun tak ada sautan, apa dia ngambek yah?

"Hel" panggil gue memasuki dapur tapi Rahel tak ada di sana. Hm, mungkin di kamarnya.

Gue berjalan ke lantai dua untuk ke kamar Rahel, dan saat gue mendekati kamar Rahel gue ngeliat pintunya agak terbuka yang tandanya dia ada di dalam.

Gue langsung memasuki kamar Rahel tanpa banyak mikir, dan saat udah masuk yang gue temuin adalah Rahel yang lagi tidur.

Wow... Ini pertama kalinya gue liat dia tidur selama gue ngulang kehidupan, agak kaget sih. Gue lalu berjalan pelan mendekati Rahel dan meletakkan kresek yang gue bawa tadi ke atas meja di sebelah kasurnya.

Hm... Sudah lama banget gue gak masuk ke kamarnya, dan semuanya... Masih sama.

"Pffth..." Gue tertawa pelan.

Yah jelas masih sama, kan gue ngulang kehidupan di waktu yang sama.

Gue tertawa lagi, lalu berjongkok tepat di samping kasur Rahel memandangi wajah Rahel. Gak ada luka, cuma tangan dan kakinya ada beberapa di balutin perban.

Kepala gue memutar kembali kejadian di mana Rahel ngamuk ke gue tadi malam.

Lemah yah....

Gue tau Rahel bilang gitu karena kesulut emosi tapi... Apa emang itu yang Rahel pikirin tentang gue? Apa karena itu selama ini dia ngelindungin gue dan ngorbanin semuanya buat gue? Apa semua yang Rahel lakuin buat gue hanya karena gue... Lemah?

Kalo emang bener, sakit juga yah rasanya. Emangnya gue selemah apa sampe dia segitunya ngelindungin gue?

Padahal dia pernah gue buat koma, apa yang ngebuat dia mikir gue lemah?

Tapi yah... Habis itu emang gue gak pernah bertarung lagi. Dan gue juga nganggap diri gue lemah karena—ah...

Iya juga.... Apa maksud Rahel 'lemah' itu sama seperti yang gue pikirin?

Gue bukan lemah dalam hal kekuatan, tapi kesadaran. Gue lemah dalam kesadaran, dan pengendalian kekuatan gue sendiri.

Gue yang gak bisa ngendaliin dan ngontrol kekuatan yang gue miliki adalah sebuah kelemahan. Padahal itu kekuatan gue sendiri tapi gue gak bisa ngendaliinnya sama sekali.

Karena itu selama bertahun-tahun gue gak pernah bertarung lagi, yah... Kalau gak bisa di kendalikan cukup di hilangkan... Itu yang gue pikirin.

Dengan gak bertarung sama sekali gue pikir kekuatan gue bakal hilang, dan gue gak salah. Gue benar soal itu, kekuatan gue benar-benar memudar dan saat gue masuk SMA gue jadi pecundang sepenuhnya ah lebih tepatnya saat gue gak bisa ngehentiin kematian Rahel.

Padahal.... Mungkin aja saat itu gue bisa, tapi rasa inferior ama guilty di diri gue emang kek anj.

Hah....

Jari telunjuk gue terulur menyentuh dahi Rahel.

Gue tau dia pasti tertekan banget waktu tau gue gak datang sama sekali ke rumah sakit, dia pasti ngerasa bersalah atas kejadian tadi malam, dan kecewa karena gue gak jemput dia.

Tapi ini semua gue lakuin buat dia. Seperti yang Rahel bilang gue lemah, gue gak bisa ngendaliin kekuatan gue sendiri. Kalau begini, gue gak akan bisa ngelindungi Rahel dan hanya akan nyakitin dia aja.

Walau kadang kami berdua terjebak adu argumen yang cukup serius, itu gak ngerubah alasan gue hidup sekarang. Sekarang, alasan gue hidup hanya untuk melindungi Rahel, keluarga gue satu-satunya.

Dan gue rasa... Rahel gak perlu tau soal hal ini. Biarin aja dia tetap nganggap gue adek yang egois dan gak mikirin abangnya sama sekali. Ini adalah pilihan yang terbaik untuk tujuan gue.

Gue berdiri dari jongkok gue sembari menarik telunjuk gue dari dahi Rahel tadi, gue menatap Rahel sebentar lalu berbalik dan pergi keluar dari kamarnya.

***

Alya berjalan sendiri tak tentu arah dengan lingkaran hitam di bawah matanya, ekpresi dingin terlihat suram, rambut yang menutupi sebagian wajahnya, gadis itu terlihat sangat berbeda dari penampilan biasanya.

Alya yang biasanya rapi kini sangat berantakan.

Tap tap

Langkah Alya terhenti tepat di tengah-tengah sebuah jembatan, Alya menoleh ke samping memperhatikan sungai yang melintang di bawah jembatan itu.

Setelahnya Alya berjalan mendekati pembatas jembatan itu lalu menunduk menatap aliran sungai di bawah sana.

Dan saat itu ingatan di mana Bela mencoba bunuh diri setelah melakukan siaran langsung kembali berputar di kepala Alya.

Dan ingatan di mana Rakel bertarung untuk melindungi Bela juga berputar di kepala Alya.

Sorot mata Alya semakin dingin.

"Orang-orang bodoh" gumam Alya lalu kembali melanjutkan langkahnya pergi dari sana.

Alya tidak tau tetapi sejak saat di mana Bela meminta maaf kepadanya suasana hatinya benar-benar buruk, Alya merasa marah, kesal, di tambah dengan kejadian di mana Bela mencoba bunuh diri dan Rakel yang siap mengorbankan nyawanya untuk melindungi Bela, benar-benar membuat Alya marah.

Ini bukan cemburu, Alya tidak cemburu sama sekali. Ini jelas marah, Alya sangat-sangat marah.

'Bagaimana bisa orang-orang sebegitu tidak menghargai hidup mereka?'

Itulah yang di pikirkan Alya, untuk seseorang yang berusaha sangat keras untuk hidupnya Alya sangat marah kepada orang-orang yang sangat mudahnya ingin mengakhiri hidupnya.

Alya tidak menganggap remeh masalah Bela, gadis itu sebatang kara, di siksa oleh orang lain, dan tak memiliki satupun teman. Yah... Alya mewajarkan jika Bela merasa depresi dan menderita.

Tapi... Emangnya hanya gadis itu saja yang menderita di dunia ini. Rakel bodoh itu juga...

Alya kembali menghentikan langkahnya saat rintik-rintik air hujan turun membasahi jalanan dan mengenai tubuhnya. Alya mendongakan kepalanya, menatap langit mendung yang mulai menangis.

"Sebanyak apa lagi penderitaan orang lain yang mau lo tanggung?" Gumam Alya dengan ekspresi yang sangat-sangat dingin, Alya hanya geming di tempatnya berdiri di saat orang lain mulai berlarian ke sana kemari mencari tempat berteduh.

"Raya..." Alya berbisik di antara ributnya suara air hujan yang jatuh ke bumi "gue mau istirahat" sambung Alya dan tak sampai sedetik Alya tiba-tiba saja jatuh pingsan di sana.

Yah hanya beberapa detik Alya jatuh pingsan setelahnya gadis itu terbangun dengan aura yang benar-benar berbeda.

Ia menduduki dirinya lalu menatap sekitar.

"Gadis sialan, apa dia gak punya tempat lebih baik buat ngebangunin gue?" Dengus Alya-ah maksudnya Raya.

Raya berdiri sembari menepuk-nepuk bajunya yang basah dan agak kotor karena pingsan tadi, lalu berjalan dengan sangat cepat layaknya model di tengah-tengah hujan itu. Ia tidak terlalu peduli dengan hujan, toh tubuhnya sudah bayah kuyup untuk apa ia takut?

"Karena sekarang gue di sini, ayo bersenang-senang~" ucap Raya tersenyum miring dan mulai berjalan mencari mangsa untuknya bersenang-senang.

***

"Kakek sudah mendengar semuanya"

Lyan hanya menunduk dengan kedua tangan di atas pahanya. Ia kini tengah berada di rumahnya setelah di beritahukan bahwa kakeknya telah pulang.

Lyan sebenarnya tidak mau tapi resiko jika ia tidak datang jauh lebih besar.  Atau mungkin... Resiko ia datang lebih besar? Ah entahlah, Lyan tidak tau.

"Kau mengkhianati kakakmu dan memilih membantu musuh kakakmu yang juga merupakan musuh keluarga kita. Lyan... Kau berteman dengan sampah dari Gabridipta itu, kan?"  Sambung Eugene mengangkat dagunya dengan tatapan ke bawah membuat mata biru itu seketika terlihat bercahaya, membuat Lyan merasa sangat terintimidasi.

"Jawab Lyan, kau berteman dengan sampah itu?"

Lyan mengepalkan tangannya dengan kuat lalu mengangkat kepalanya dengan ekspresi serius.

"Rakel bukanlah sampah" Jawab Lyan tegas dan jawaban membuat rahang sang kakek mengeras seketika.

"Apa maksud tatapanmu itu Willyan?! Dan apa kau mencoba melawanku?! Gabridipta adalah musuh keluarga kita! Bagaimana kau bisa berteman dengan mereka?! Apa kau ingin menjatuhkan harga diri keluargamu?!" Nada bicara Eugene naik satu oktaf membuat Lyan kembali menunduk.

Orang-orang di sana juga sama seperti Eugene, mereka menatap Lyan dengan sorot marah dan kecewa. Yah jika kalian pikir Lyan hanya berdua dengan kakeknya kalian salah, saat ini di ruangan itu ada beberapa anggota keluarga Lyan yang lain dan beberapa sepupunya. Seperti Derion, ibunya, Mike, Nicholas, paman, bibi, dan banyak lagi bahkan sepupu Lyan yang masih sangat kecil ada di sana.

"Kita adalah keluarga yang di kenal dengan keluarga para Dewa! Kita tidak setara dengan mereka!" Bentak Eugene lagi.

".... Kalau memang kita keluarga 'Dewa'. Kenapa julukan Dewa perang ada pada Aston Gabridipta?" Lyan kembali mengangkat kepalanya dengan sorot dingin dan ucapan Lyan membuat seluruh keluarganya yang ada di sana terkejut, begitupun kakeknya.

"Kau...."

PLAK!

Sebuah tamparan yang sangat keras melayang di pipi Lyan membuat kepala Lyan langsung tertoleh ke kiri, sudut bibir Lyan robek seketika dan pipi kanannya langsung membiru.

"APA KAU BARU SAJA MENGHINA KELUARGA INI, WILLYAN MACKENZIE?!" Teriak Eugene dengan wajah memerah dan urat leher yang menonjol keluar. Kali ini, kakeknya itu benar-benar marah.

Lyan menyentuh pipi kanannya lalu menatap dingin sang kakek, sangat dingin hingga membuat kakeknya tertegun.

"Aku hanya bertanya, jika kakek menganggapnya sebagai hinaan. Itu menunjukkan ketidakmampuan keluarga ini" ucap Lyan di akhiri senyum miring.

Yah, Lyan sudah memutuskan... Ia tidak ingin peduli lagi kepada keluarganya. Ia tidak ingin lagi menjadi anjing yang patuh kepada majikannya. Lyan sudah menemukan cahayanya sekarang, dan itu adalah Rakel. Mulai sekarang ia hanya akan mengikuti Rakel. Dan kalaupun itu harus membuang keluarganya, Lyan... Tidak peduli.

"Willyan kau benar-benar kelewatan!" Salah seorang paman Lyan bersuara, wajahnya juga memerah karena marah.

"Ayah, ayo duduk dulu" Ibu Lyan mendatangi sang kakek dan membantu menenangkan kakeknya yang kini terlihat sangat marah hingga nafasnya memburu.

Dan saat Helena mendatangi Eugene seluruh sepupu dan paman Lyan langsung mendatangi Lyan.

"Apa kau lupa siapa keluargamu Lyan?" Tanya Victoria dengan mata biru yang berkilat marah.

"Bagaimana bisa kau menghina keluargamu sendiri?! Kau benar-benar harus di beri pelajaran Lyan!" Salah satu paman Lyan menarik tangan Lyan untuk berdiri dan mencoba menyeret Lyan.

"Apa..." Paman Lyan berhenti saat Lyan bersuara dan kakeknya yang tadi hendak duduk langsung berhenti dan menatap Lyan.

"...Dewa tidak boleh berteman dengan siapapun?" Tanya Lyan mengangkat kepalanya dan menatap lurus kepada sang kakek.

Eugene hanya diam dengan pertanyaan Lyan dan hal itu membuat Lyan tersenyum miring.

"Kalo iya, kalau gitu gue gak butuh jadi Dewa. Lagi pula... Gue gak percaya dewa, Sialan" sambung Lyan menyeringai lebar sembari mengacungkan jari tengahnya membuat semua keluarganya tercengang.

BUGH! BRAKH!

Sebuah tendangan menghantam kepala Lyan membuat tubuh Lyan terpelanting seketika dan menghantam dinding.

Pelaku dari hal itu adalah, Derrion, kakak Lyan sendiri.

Derrion lalu berjalan mendekati Lyan yang mencoba berdiri lalu menarik tangan adiknya itu membanting tubuh Lyan ke lantai lalu menduduki tubuh Lyan dan meninju wajah adiknya itu berkali-kali.

"Jaga sopan santunmu Lyan"

Bugh!

Bugh!

"Dengan siapa kau bicara, dia adalah kepala keluarga ini"

Bugh!

Bugh!

"Kau pikir siapa yang membuatmu hidup hingga detik ini?"

Bugh!

Bugh!

Darah Lyan seketika muncrat membasahi wajah Derrion namun Derrion tak juga berhenti ia masih terus meninju wajah Lyan tanpa belas kasihan.

"Gue–Bugh!" Lyan hendak bicara namun tinju Derrion menghentikannya.

"Apa kau tidak tau balas budi?"

"Gu–Bugh!"

Bugh!

Bugh!

Rahang Lyan mengeras ia menggertakkan giginya.

"Gue–Bugh!"

"GUE BENCI KELUARGA INI!" Lyan berteriak kencang dan teriakan Lyan membuat tinju Derrion berhenti seketika tepat di depan wajah Lyan.

"Lyan" Helena membelalak tak percaya, apa ia tak salah dengar? Apa yang baru saja anaknya itu katakan?

"Gue benci! Gue benci Mama! Gue benci Papa! Gue benci kakek! Gue benci sepupu-sepupu sialan itu! Gue benci paman dan bibi bajingan itu! Gue benci lo! Kalian orang-orang bajingan! Kalian sampah menjijikan!"

Semuanya terdiam mendengar teriakan Lyan.

"Rion.... Bunuh dia" ucap Eugene dengan mata membelalak masih tak percaya.

Dan mendengar perintah Eugene, Derrion langsung mencekram kerah baju Lyan, berdiri, lalu menghantamkan Lyan ke dinding, berulang kali hingga dinding bewarna putih itu berubah menjadi merah.

Lyan hanya diam tanpa perlawanan, ia menatap ke langit-langit ruangan itu.

"Jika kau bersujud minta ampun sekarang aku akan mengampunimu Lyan" ucap sang kakek.

"Walau kau sudah menghina keluarga ini, jika kau sujud dan mencium kakiku sekarang aku akan mengampunimu!" Teriak sang kakek lagi namun Lyan hanya diam.

'kenapa gue harus sujud?'–Pikir Lyan.

"WILLYAN!" Eugene berteriak marah kala melihat Lyan yang hanya diam sembari terus di hantamkan ke dinding.

Lyan menutup matanya dan seketika seluruh momen yang ia habiskan bersama Rakel, Sean, Zayan, Hellura, berputar di kepalanya berulang kali.

Pertemuan pertama Lyan dan mereka, saat Lyan dan mereka belajar bela diri bersama, saat mereka bercanda dan mengejek satu sama lain. Semuanya berputar di kepala Lyan.

"Pffth"

Derrion sontak berhenti kala mendengar tawa pelan keluar dari Lyan. Ia menatap Lyan penuh tanya lewat ekspresi dinginnya.

"I have a nice life..." –Gumam Lyan membuat seluruh orang di ruangan itu semakin terkejut.

*Gue punya hidup yang menyenangkan, yah....

"Bunuh dia, Rion!"

BRUAKH!

***

Suara ribut sorak sorai mengisi markas Hellura, yah malam inipun markas itu tetap ramai oleh anggota-anggota Hellura.

Beberapa ada yang bernyanyi sembari bermain gitar, dan seperti biasanya ada yang bermain catur, ataupun bercanda satu sama lain, dan ada juga yang tengah berlatih.

Dan di tengah keributan dan kesibukan mereka masing-masing, suasana mendadak hening saat Billy yang tengah bercanda melontarkan pertanyaan.

"BTW, Junior gue kemana?" Tanya Billy membuat Bastian yang bermain catur ikut berhenti.

"Lah iya, Lyan kemana dah? Gak datang dia malam ini?" Saut Ricko kebingungan.

"Masa iya? Tiap malam dia tidur di mari, gak mungkin gak dateng"

"Lah ini buktinya kagak ada"

"Mungkin dia di rumah Rahel kali"

"Yah mungkin aja sih, yaudahlah"

Mereka kembali bercanda satu sama lain setelah mendapati jawaban yang agak memuaskan. Namun tak bertahan lama keseruan mereka kembali terhenti saat satu sosok tak di kenal tiba-tiba saja datang.

Dafa, Billy, dan Bastian langsung menatap ke arah aura yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya, dan sikap mereka yang mendadak aneh ini membuat seluruh anggota Hellura ikut menatap ke arah pandang mereka. Dan saat itu semuanya membeku seketika.

"Garagas... Jed Hillston..." Desis Dafa berdiri, begitupun anggota Hellura yang lain mereka semua langsung berdiri dan langsung mengambil sikap siaga.

Suasana hangat di tempat itu mendadak dingin dan mencekam.

"Wah wah wah... Sepertinya kalian sedang bersenang-senang yah~" ucap Jed dengan senyum lebar seolah 50 orang yang siap menjerjangnya kini tak membuatnya takut sama sekali.

"Mau apa lo ke sini?" Tanya Dafa dengan sorot mata yang sangat tajam.

"Wow wow santai... Gue bukan mau nyari masalah kok, gue cuma mau ngirim pesan yang gue rasa lumayan penting bukan kalian" ucap Jed di akhiri senyum miringnya.

"Pesan? Pesan apa?" Tanya Ricko mewakili seluruh anggota Hellura.

"Gue cuma mau menyampaikan, kalau mulai detik ini, Willyan Mackenzie, mengeluarkan diri dari Hellura!" Ucap Jed lantang membuat seluruh anggota Hellura membelalak tak percaya.

Billy mengeraskan rahangnya "Siapa lo yang mutusin seenaknya?! Di mana Lyan?!"

Jed tertawa pelan"Pffthh, Keputusan ini di buat dengan mempertimbangkan nyawa Lyan. Jadi, kalo kalian masih mau liat muka Lyan, terimalah. Lyan bukan lagi anggota Hellura"

"Apa-apaan? Apa yang udah lo lakuin ke Lyan hah?!"

"Kalian gak perlu tau karena ini, masalah keluarga. Terima aja, Lyan bukan lagi anggota Hellura"

"Lo–" Billy berhenti saat ingin mendekati Jed karena Bastian mengangkat tangannya untuk menghentikan dan membuat seluruh anggota Hellura diam.

"Apa Lyan baik-baik aja?" Tanya Bastian membuat Jed tersenyum miring.

"Lo kayaknya paham situasi yah... Hmm gimana gue jawabnya ya? Hmm... Ah, Lyan sekarang tengah mendapati pelajaran dari keluarganya. Berapa lama dan kapan berakhirnya gue gak tau, jadi kalau kalian mau bantu dia. Terimalah dia keluar dari Hellura, sekian terima kasih" Jed berbalik dan berjalan pergi sembari melambai.

"Woi" langkah Jed berhenti saat seseorang memanggilnya, ia menoleh ke belakang dan menemukan sosok Dafa yang menatap serius ke arahnya.

"Pastiin Lyan baik-baik aja, sampai... Kami datang ngejemput dia" Ucap Dafa di akhiri senyum miring dan ekspresi penuh percaya diri dan ucapan Dafa membuat seluruh anggota Hellura ikut tersenyum dan bersorak.

Ekspresi Jed mendatar seketika "Kalian ini... Bodoh ya?"

"Pffthh, Bilangin ke Lyan, bentar lagi kami datang, suruh dia jangan mati dulu!"

"Lyan adalah Hellura, kalo dia ilang udah sewajarnya kami nyari dia. Sekarang tempatnya kami sudah tau, tinggal nunggu Rahel aja buat jemput dia. Suruh dia sabar sampai kami datang" Ucap Bastian.

"Yoi! Suruh dia sabar yah bang!"

Jed menatap datar anggota Hellura yang kini bersorak menyuruhnya menyampaikan pesan mereka ke Lyan, mendengus pelan Jed lalu berbalik dan kembali melanjutkan langkahnya.

"Kayaknya gue tau kenapa dia lebih milih mereka dari pada keluarganya, pffthh benar-benar bocah menyedihkan" gumam Jed.

To Be Continued...

GUYSSSS, Aku up lagi niech! Sorry yah belakangan ini jarang up, soalnya aku sibuk ngurus laporan ama mikirin seminar jadi gak sempet mikirin buat up.

Dan untungnya sekarang laporan aku udah selesai dan tinggal nunggu seminarnya aja, doain lancar yah wkwkwkwk.

Untuk chapter ini segini aja dulu, semoga kalian sukha yahhh.

Oh ya, kalian punya karakter favorit selain Rakel gak di cerita ini? Kalo aku selaku author sih, banyak sih karakter favorit ku. Sampe yang jahat-jahatnya aku sukhaaa, kayak Jed :^

Wkwkwkwk, yaudah deh sekian aja. Sorry kalo ada typo.

Jangan lupa vote and komen.

See you in the next chapter guys~

And ini Mackenzie Family guys! Emak Lyan ama bapaknya uda tak taro di chapter sebelumnya yahh...

° EUGENE MACKENZIE °

° MIKEMILLIAN MACKENZIE °

° NICHOLAS MACKENZIE °

° VICTORIA MACKENZIE °

° CARL MACKENZIE °

*Paman Lyan yang narek dia tadi

Continue Reading

You'll Also Like

45.4K 3.8K 34
Zee seorang anak ke 4 dari 5 bersaudara, ia dibenci oleh tiga kakaknya karena kesalahan pahaman, tetapi berbeda dengan adiknya, adiknya percaya kalau...
97.7K 7K 54
WARNING WP INI BXB JIKA ANDA HOMOPHOBIC MENJAUH!!! JANGAN BACA SEMUANYA KARANGAN 100% GAADA YANG BERDASARKAN RL!! JANGAN MEMBAWA SEMUA CERITA YANG AD...
2.4K 302 56
Firmi bukanlah murid biasa. Tak ada yang tahu siapa dia, bahkan dirinya sendiri pun tak tahu. Namun, kedatangannya ke Sma Bukit Cahaya membawa badai...
133K 3.5K 19
TAHAP REVISI Cerita ini sebelumnya sudah pernah saya publish sebanyak 12 Bab di akun @aim_Key dengan judul My Childish Boyfriend __________-----_____...