RELLAWAY

By AdineNaylaara

107K 13.2K 3.1K

"Kita punya tujuan yang sama Hel, bedanya lo ngelindungi gue untuk masa depan sedangkan gue melindungi lo dar... More

Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
CHAPTER 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chpater 56
Chapter 57
Chapter 58
Chapter 59
Chapter 60
ILUSTRASI VISUAL
Chapter 61
Chapter 62
Chapter 63
Chapter 64
Chapter 65
Chapter 66
ILUSTRASI VISUAL (GIRL VER.)
Chapter 67
Chapter 68
Chapter 69
Chapter 70
Chapter 71
Chapter 72
Chapter 73
Chapter 74
Chapter 75
Chapter 76
Chapter 77
Chapter 78
Chapter 79
Chapter 80
Chapter 81
Chapter 82
Chapter 83
Chapter 84
Chapter 85
Chapter 86
Chapter 87 (Rahel Flashback)
Chapter 88
Chapter 89
Chapter 90
Chapter 91
Chapter 92
Chapter 93
Chapter 94
Chapter 95
Chapter 96
Chapter 97
BIODATA KARAKTER
Chapter 98
Chapter 99
Chapter 100
Chapter 101
Chapter 102
Chapter 103
Chapter 104
Chapter 105
Chapter 106

Chapter 32

938 117 1
By AdineNaylaara

‧͙⁺˚*・༓☾RELLAWAY☽༓・*˚⁺‧͙

Di sebuah pemakaman terlihat seorang pria dengan seragam sekolah duduk di dekat salah satu gundukan tanah yang ada di sana, tanpa berbicara sedikitpun. Pria itu hanya diam dengan wajah yang sudah di penuhi lebam.

Sudah 1 jam lebih dia di sana tapi dia tak bersuara sedikitpun dan hanya diam melihat tempat peristirahatkan terakhir sang kakak.

Pria itu adalah Rakel.

Setelah sejaman berdiam diri di sana Rakel lalu berdiri

"Udah sore, see you Hel" Pamitnya berjalan pergi begitu saja sembari menggendong tasnya di bahu kanannya.

Saat pulang Rakel melewati sebuah gang kecil yang merupakan jalan pintas untuk sampai lebih cepat ke rumahnya. Dengan tatapan dingin terkesan kosong Rakel tak pernah sekalipun menoleh ke kiri dan ke kanan saat ada beberapa orang yang melewatinya.

Melihat Rakel seperti ini rasanya seperti melihat sebuah boneka yang berjalan. Namun tak lama Rakel berhenti melangkah dan mulai memperhatikan sekitarnya, kosong.

Bagaimana bisa tiba-tiba kosong? Pikir Rakel heran

"Jangan bilang..." Rakel langsung berlari sekuat tenaga untuk keluar dari gang itu namun sialnya jalan keluar masih terlalu jauh. Ekspresi dinginnya kini berubah menjadi ekspresi penuh ketakutan.

Bukan tanpa alasan Rakel takut, saat ini ia sudah memahami situasinya. Situasi bahwa ia sekarang tengah di intai oleh 3 iblis yang selalu aja menyiksanya.

Rakel menoleh ke belakang sembari berlari, kosong tak ada siapapun, apa Rakel hanya parnoan? Tapi suasana tadi benar-benar mengirim sinyal bahaya padanya. Rakel menghela nafas lega sambil memelankan langkah kakinya hingga berhenti.

Ia menyentuh kedua lututnya dengan nafas terengah-engah. Ia pikir ia akan mati tadi, syukurlah itu hanya khayalannya saja–

"Peek a boo!" Rakel menoleh cepat mendengar suara yang seperti suara kematian bagi Rakel. Saat ia menoleh sebuah motor dengan kecepatan di atas rata-rata melaju ke arahnya.

Rakel melotot kaget dan secepat mungkin menghindar namun karena lokasi tempatnya yang sempit ia berakhir terserempet.

"ARGH!" Rakel memekik ke sakitan dan sang pengendara motor itu otomatis berhenti.

"Ck, kok gak ketabrak sih. Padahal gue mau lihat badan lu melayang jauh" Decaknya kesal sambil turun dari motornya.

Rakel yang tersungkur di tanah mencoba untuk kembali berdiri namun tak bisa karena rasa sakit di kakinya, dapat Rakel lihat tulang di kakinya terlihat bergeser. Sial, batin Rakel mengumpat.

"Masih hidup?" Elang datang entah dari mana dengan tangan yang memainkan sebuah pisau lipat.

"Yoi, dia sempat ngehindar tadi"

"Gak becus banget, tau gitu gue yang bawa motor!" Saut Rangga yang langsung menyulut keributan dengan Erpan.

  Di tengah pertengkaran keduanya Elang mendekati Rakel yang terus menyeret mundur tubuhnya menjauh, namun sayangnya Elang tetap bisa meraih Rakel. Elang mencengkram rambut Rakel lalu menariknya mendekat.

"Muka lo ngeselin banget ya" Desis Elang menempelkan ujung pisaunya di pipi Rakel dan sedikit menekannya membuat cairan kental bewarna merah mengalir keluar "gimana bisa ada budak dengan muka sesempurna ini? Bikin jijik tau gak? Cuih" Elang meludahi wajah Rakel setelah ucapannya.

Namun walau begitu Rakel tak merasa terhina sedikitpun, karena hal itu sudah biasa ia alami hingga Rakel menganggap hal itu... Wajar.

"Tapi, muka lo ini salah satu semangat gue buat makin nyiksa lo. Gak lucu kalo muka lo hancur. Kalau gitu, gimana... " Elang tak melanjutkan ucapannya dan malah memamerkan smirknya. Iblis satu ini benar-benar tak dapat di prediksi oleh Rakel.

Rakel menatap elang waswas kala ia merasakan sinyal bahaya dari pria di hadapannya ini.

"Lo mau ngapain?" Tanya Rakel dengan tatapan waspada.

"Membuat mahakarya" Tak sampai sedetik dari ucapan Elang ia mengayunkan pisau di tangannya ke badan gue.

SREET!

"ARRRGGHHH!!! J-jangan–"

SREET! SREETT!! SREETT!!!

Tak memperdulikan rintihan dan teriakan kesakitan Rakel, Elang terus memggoreskan pisau itu ketubuhnya, mengoyakkan kulit Rakel, hingga seragam putih yang di kenakan Rakel berubah warna menjadi merah.

Rakel berusaha menghindar dengan meringkukkan tubuhnya namun Erpan dan Rangga menahan kedua tangannya sehingga memberikan keleluasaan pada Elang untuk mengoyak-koyakan kulitnya.

Sakit... Rakel terus merapalkan hal itu di dalam hatinya.

'Sakit... Sakit... Sakit... Lepas... Sakitt...

.. Sakit... Lepasin gue... Sakit" Rahel tersentak kala mendengar Rakel bersuara apa adiknya itu mengigau? Rahel mendekati Rakel memperhatikan ekspresi adiknya yang seperti menunjukan ekspresi kesakitan dan ketakutan.

Apa dia mimpi buruk? Pikir Rahel.

Namun untuk di bilang mimpi buruk ekspresi Rakel seolah menunjukan kalau ia benar-benar kesakitan sekarang. Sebenarnya mimpi apa yang membuat adiknya sampai seperti ini.

Rahel mengelus rambut Rakel.

"Gak akan ada yang bisa nyakitin lo, ada gue di sini jadi jangan takut. Gue gak akan biarin siapapun nyakitin lo, tenang aja... " Gumam Rahel berbisik dan tak selang beberapa detik dari ucapannya eskpresi kesakitan yang di tunjukan Rakel mulai memudar tergantikan ekspresi damai.

***

Di sebuah ruangan berlapis besi terdapat empat orang pria yang duduk melingkar mengelilingi sebuah meja. Seluruh perhatian ke empat pria itu tertuju pada salah satu pria dari mereka 'LG' yang duduk sendiri di sebuah single sofa dengan satu tangan yang menopang pipinya dan kaki yang menindih kaki lainnya.

"I heard Lyan is back, thats true?" Tanya Nicholas membuka pembicaraan.

"Hm" LG hanya berdehem sebagai jawaban.

"Jadi pertemuan mendadak ini mau bahas soal Willyan?" Tanya Mike dengan tatapan datar dan terkesan malas.

LG tak merespon pertanyaan Mike, ya sebenarnya Willyan ada sangkutan juga dengan apa yang ingin ia bahas tapi Willyan bukanlah topik utamanya. Topik utama yang ingin ia bahas ialah... Rakel.

LG beralih menatap Jed yang hanya diam.

"Jed... Apa ada yang lo sembunyiin dari gue?" Tanya LG membuat suasana di sekitar mereka mencekam.

Jed memiringkan kepalanya bingung "About what?" Jed balik bertanya.

"Rakel Orrion Gabridipta" Sepenggal nama yang di ucapkan LG membuat ekspresi Jed berubah seketika dari datar menjadi tertegun "Bukannya lo bilang dia lemah? Lalu kenapa Lyan mau berteman dengannya? Are you kidding me?" Lanjut LG.

Jed menghela nafas sejenak "Gue bukan nyembunyiin hal itu, gue sendiri juga lagi menyelidikinya. Do you remember when I said Rahel powers may be limitless?" Jed melontarkan pertanyaan yang tak di jawab oleh LG namun keterdiaman LG sudah cukup sebagai jawaban bagi Jed.

"If Rahel has power limitless, then Rakel has limitless potential" Lanjut Jed dengan senyum miring.

"Ehh? Jadi dia lebih kuat dari Rahel? " Tanya Nicholas dengan satu alis terangkat.

Jed menggeleng pelan "Entahlah, kalau dia gak menyadari potensinya maka kekuatannya hanya akan terbuang sia-sia. Dan jika hal itu terjadi, I killed him" Ujar Jed di akhiri desisan dengan tatapan penuh semangat.

LG sedikit terkesan melihat Jed yang tampak semangat, itu berarti Rakel benar-benar menarik perhatiannya. Jika begitu yasudah, ia tak punya urusan lagi dengan Rakel karena Jed yang akan mengurusi anak itu.

"Hey, lupakan soal Gabridipta. Bukankah kita harus membahas The Kingdom? Logan saat ini di penjara dan Twoll di ambil alih oleh Shion. Bukankah ini penipuan?" Mike bersuara, ia mencondongkan tubuhnya ke depan dengan tangan yang saling bertautan.

"Ah bener juga" Nicholas menyenderkan tubuhnya pada kepala Sofa sembari melipat tangannya di depan dada "Perjanjiannya, jika ada yang tertangkap pihak berwajib maka dia akan di musnahkan dari The Kingdom kan? Lalu apa-apaan ini?" Sambung Nicholas ikut keheranan.

"Kita di permainkan olehnya" Saut Jed ekspresi nya kembali dingin.

"LG kita gak mungkin diam aja, apa yang akan kita lakukan?" Ketiga pria itu langsung memusatkan perhatian mereka pada LG yang masih tampak biasa saja.

"Calm down, bocah itu gak mungkin diam aja dengan hal ini. Bukankah bocah sialan itu yang menyerahkan dirinya sendiri? Itu artinya dia memang ingin memusnahkan Twoll, jadi kita tunggu pergerakannya" Respon LG di setujui ketiganya.

"Lalu bagaimana dengan Hellura? Walau Logan yang menghancurkan Twoll sendiri, Hellura juga ikut campur tangan dalam memojokan mereka. Mereka bisa jadi ancaman LG... " Ucap Nicholas lagi.

"Hellura... They're my business" Ujar LG penuh penekanan, terlihat jelas bahwa ia masih menyimpan dendam pada Hellura karena telah merebut Willyan darinya.

Jed, Mike, dan Nicholas mengangguk paham. Ya jika LG tidak mau di ganggu ya sudah. Mereka tidak perlu ikut campur.

"Pertemuan hari ini hanya sampai di sini" Ujar LG berdiri di ikuti ketiganya.

"Dan ya Jed, ingat tugas lo" Lanjut LG menatap Jed dingin yang di balas anggukan oleh Jed.

Setelahnya ke empatnya berjalan untuk keluar dari ruangan itu dengan LG yang memimpin di depan di ikuti, Mike, Jed, dan Nicholas.

***

"Jadi dok, gimana keadaan adik saya?" Tanya Rahel kepada dokter yang baru saja memeriksa Rakel yang masih tak sadarkan diri.

"Adik anda hanya kelelahan dan merasa tertekan, sepertinya beberapa hari ini ia terlalu memaksakan otaknya untuk bekerja hingga di luar kemampuannya. Hal itulah yang membuat pembulu darahnya pecah, tidak ada yang perlu di khawatirkan. Ia hanya perlu istirahat yang cukup saja" jelas sang dokter.

Rahel mengangguk paham walaupun sebenarnya ia bingung, Rakel memaksakan otaknya untuk berpikir? Berpikir apa?

"Kalau begitu makasih dok" ujar Rahel tersenyum tipis, dokter itu mengangguk dan pamit pergi seusai menepuk bahu Rahel dua kali.

Selepas kepergian sang dokter Rahel keluar dari kamar Rakel untuk menghampiri anak yang membawa adiknya pulang tadi.

"Ngapain aja kalian tadi?" Tanya Rahel to the point saat matanya sudah menangkap sosok Lyan.

Lyan yang tadi duduk kini berdiri dengan ekspresi dingin yang sudah biasa di lihat oleh Rahel.

"I brought Rakel to my house" jawab Lyan jujur.

Rahel membelalak tak percaya dan dengan langkah lebar ia mendekati Lyan.

"What the fuck?! Ngapain lo bawa dia ke sarang monster begitu hah?!" Tanya Rahel mencengkram kedua bahu Lyan.

Lyan menegangkan tubuhnya saat rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya namun ia tak sedikitpun meringis.

"Rakel nyuruh gue pulang. Jadi gue ajak dia ke sana"  Jawab Lyan lagi membuat Rahel semakin tak percaya.

"Lo gila hah?! Lo mau bunuh dia?! " Bentak Rahel terlihat jelas bahwa pria itu sangat marah.

"Gak akan ada yang berani nyakitin Rakel di sana, karena gue yang membawanya"

"Terus kenapa dia sampe begini?!" Tanya Rahel lagi membentak, Lyan tak langsung menjawab. Anak itu terdiam cukup lama air wajahnya yang tadi dingin juga kini tersirat kesedihan.

Apa lagi Lyan mengalihkan tatapannya ke bawah membuat ekspresi sedihnya terlihat semakin jelas.

"Entahlah, Rakel tiba-tiba aja mimisan dan pingsan tadi. I dont know why" jawab Lyan yang tak menjawab sepenuhnya pertanyaan Rahel.

"Dia gak mungkin tiba-tiba mimisan, lo apain dia?" Tekan Rahel dengan tatapan yang sangat menusuk. Ia menguatkan cengkramannya pada bahu Lyan dan saat itulah Lyan akhirnya menunjukan ekspresi kesakitannya.

"Arg sshh" ringis Lyan.

"Jawab Lyan, atau tulang lo bakal remuk" ancam Rahel namun Lyan tetap memilih bungkam.

Apa yang harus ia jawab? Ia juga belum bisa mengerti perdebatannya dan Rakel tadi. Rakel membencinya, ia menghancurkan hidup Rakel, ia tidak paham sama sekali. Sebenarnya apa maksud Rakel mengatakan hal yang sama sekali tak pernah ia lakukan? Lyan benar-benar tidak paham, mau sekeras apapun ia berpikir ia tak juga menemukan jawabannya.

"Gue gak bisa jawab, lo harus tanya Rakel sendiri. Karena gue juga gak paham sama apa yang terjadi" jawab Lyan serius membuat cengkraman Rahel sedikit melonggar.

Walau jawaban Lyan tidak memuaskan, ekspresi serius Lyan membuat Rahel yakin bahwa anak itu tidak berbohong. Ia benar-benar tidak tau jawabannya, tapi bagaimana bisa? Bukankah ia yang bersama Rakel tadi? Bagaimana ia tak tau jawabannya? Dan kalaupun nanti Rahel bertanya pada Rakel anak itu pasti tidak mau menjawabnya.

Sebenarnya apa yang terjadi sampai Lyan bahkan tak bisa memahaminya?

Rahel melepaskan tangannya pada bahu Willyan lalu mengusap wajahnya gusar, ia benar-benar bingung sekarang. Rasanya semakin lama semakin besar jarak antara dirinya dan Rakel. Adiknya itu semakin lama semakin terasa asing. Sebenarnya apa yang terjadi?

Memikirkannya membuat Rahel pusing setengah mati, belum lagi masalah Hellura yang kini sedang di awasi oleh the kingdom. Ah rasanya kepalanya benar-benar bisa pecah.

***

Bugh!

Bugh!

Bugh!

"Bilang ampun dulu!" Gue menoleh mendengar suara gebukan dan suara seseorang yang sangat gue kenal.

Ah...kenapa gue masih di sini? Ya gue sadar sekarang gue lagi mimpi, tapi kenapa gue mimpiin kehidupan lalu gue?

"A-ampun...a-ampunn..." Gue menatap sosok gue yang terpekur di tanah sembari menyatukan kedua telapak tangannya untuk memohon ampun. Menyedihkan pikir gue.

Ternyata ini ya sosok gue pas di siksa ama mereka.

"Ah, gak asik masa langsung minta ampun sih?" Dengus Elang mencondongkan tubuhnya ke tubuh gue yang ada di tanah.

"Lo sekarang ngebosenin ah, gak seru kayak di awal. Gue muak" dengus Elang menegapkan tubuhnya  lalu ia menggerakkan tangannya ke depan lehernya lalu merentangkan tangannya ke samping.

Srassshh!!!

Gue melotot kaget saat kepala gue yang ada di sana tiba-tiba saja terputus dari tubuh gue dan bergelinding di tanah. Apa... Gue tau kejadian ini tapi gak ada kejadian di mana kepala gue terputus. Setelah gue di gebukin dan Elang mengeluh bosan dia menghantam kepala gue dengan vas bunga bukan seperti ini...

Apa karena ini mimpi gue jadi–

"Dasar membosankan" dengus Elang memotong batin gue yang sibuk bertanya-tanya.

Gue melihat tubuh gue yang sudah tak ada, badan gue udah ilang tapi kenapa Elang belum hilang?

"Tapi kayaknya....lo yang sekarang gak membosankan, ya?"

Deg!

Seluruh tubuh gue bergetar hebat kala Elang yang tadi membelakangi gue kini menoleh ke arah gue, tatapan kami bertemu. Dia melihat gue...

Apa-apaan ini? Gimana bisa Elang melihat gue?

"Lets play Rakel..." Ajak Elang berjalan mendekati gue yang membuat gue otomatis berjalan mundur.

"A–" gue mencoba bersuara tapi gak bisa, suara gue gak bisa keluar.

Gue terus berjalan mundur bersama dengan Elang yang terus maju.

"Jangan lari... Lo tau akibatnya kalo lo lari" Ancam Elang lagi membuat pacu jantung gue semakin tak karuan, kaki gue melemas, tubuh gue gak berhenti bergetar.

Grep!

Gue tersentak kaget dan langsung berbalik saat bahu gue di pegang dari belakang.

"Pffth jangan ketakutan gitulah, kayak kita mau nyelakain lo aja" tawa Rangga.

"Ternyata lo sama aja ya gak berubah, tetap pengecut" Saut Erpan muncul di antara kegelapan. Dan kini gue di kelilingi ketiganya.

Nafas gue memburu, gue kesulitan bernafas

Ini mimpi....ini mimpi...ini mimpi... Gue berulang kali merapalkan hal itu di pikiran gue.

"Eeh? Padahal kita udah nyapa lo begini masa lo mikir kita cuma mimpi" dengus Erpan membuat gue tersentak.

"Seneng ya lo, lo pikir lo bisa lepas dari kita? Lo itu budak kita Rakel... Jangan coba-coba untuk pergi dari kita" ujar Elang dengan ekspresi wajah yang berubah serius membuat gue benar-benar takut.

"Setelah seenaknya kabur dari kita lo pikir lo bakal selamat hah?" Tanya Rangga yang berdiri di belakang gue ngebuat gue langsung berbalik menatapnya.

Gue menggeleng kuat, gue gak bisa berpikir logis. Gue bahkan hampir lupa kalo ini mimpi.

"Karena lo udah salah, lo bakal di hukum. Kayaknya tubuh lo udah lama gak di bakar ya" Ucap Elang membuat berbalik menatapnya dan saat gue berbalik gue liat dia membawa alat pembakar daging di tangannya.

Seluruh tubuh gue bergetar hebat, gue menggeleng dengan tatapan memohon untuk di lepaskan tapi Elang malah tersenyum senang.

Gue hendak lari namun Erpan dan Rangga dengan cepat menahan kedua tangan gue. Mati...gue bakal mati...gue gak mau!

Elang semakin mendekat, alat pembakar daging di tangannya juga sudah ia hidupkan. Dan saat ia berada di hadapan gue ia langsung mengarahkan alat itu ke tubuh gue yang membuat gue langsung berteriak.

"ARRRRGGHHH!!!" Gue berteriak sampai terduduk dengan nafas terengah-engah, keringat bercucuran membasahi wajah dan tubuh gue.

"Rakel?" Gue menoleh cepat ke suara yang memanggil nama gue.

"Zayan?" Gumam gue menatap Zayan tak percaya sedangkan Zayan menatap gue dengan ekspresi kaget.

"Nightmare ya?" Tanya Zayan kembali berekspresi seperti biasanya.

Gue menatap sekitar gue, ternyata gue ada di kamar. Gue juga dengan cepat membuka baju gue untuk melihat tubuh gue, tak ada luka apapun kecuali bekas jaitan di perut gue, hah... Jadi tadi beneran cuma mimpi?

Gue menekuk kedua kaki gue dan memijat kepala gue dengan satu tangan, nafas gue masih berhembus tak beraturan. Jantung gue juga masih berpacu dengan cepat, gue masih ketakutan.

Sialan kenapa gue mimpiin mereka sih?

"Kayaknya mimpi lo buruk banget sampe lo begini. Mimpiin apa?" Tanya Zayan membuat gue yang tadi sibuk mengingat mimpi gue kini mengalihkan perhatian gue padanya.

Gue menarik nafas dalam lalu mulai menceritakan apa yang gue alami di mimpi kepada Zayan. Zayan terlihat beberapa kali tertegun dengan cerita gue namun ia tetap diam mendengarkan.

"Jadi lo mimpi ada orang yang lagi nyiksa orang lain lalu tiba-tiba orang itu bisa lihat lo dan dia beralih mau nyiksa lo?" Tanya Zayan, ya gue gak menceritakan secara spesifik kepada Zayan karena mustahil hal itu bisa di terima oleh pikiran Zayan.

Gue mengangguk lemah "Gue gak tau tapi gue takut banget" gue menenggelamkan kepala gue pada tangan gue yang berada di atas kedua lutut gue dan satu tangan gue lagi menyentuh kepala gue.

Setelah ucapan gue Zayan diam cukup lama dan gue juga diam di posisi yang sama cukup lama.

"Orang yang lo lihat lagi di siksa mereka itu... Lo ya?" Tanya Zayan ngebuat gue langsung mengangkat kepala gue menatapnya terkejut gue tak mengatakan apapun dan hanya menatap Zayan, dan seolah pertanyaan terjawab dengan tatapan gue Zayan menyengir lebar.

"Ternyata bener ya... Kalo gitu, itu artinya lo trauma sama mereka. Gue gak tau apa yang udah terjadi tapi kayaknya mereka adalah trauma besar di hidup lo. Dan dari cara lo yang menceritakan diri lo sebagai orang lain itu artinya lo gak mau ceritain semuanya ke guekan? Jadi gue gak akan nanya lebih jauh" lanjut Zayan membuat gue benar-benar kehabisan kata-kata.

Ah gue lupa kalo Zayan itu orang yang sangat peka, baik terhadap perasaan orang lain maupun kondisi di sekitarnya. Mungkin karena sifat Zayan yang seperti itu membuat gue bisa selalu terbuka dengan Zayan.

"Maaf...gue memang gak bisa ceritain semuanya" lirih gue dan Zayan mengangguk paham.

"Jadi gimana? Lo masih takut ama mereka?" Tanya Zayan menaikan kedua kakinya di atas sofa yang ada di kamar gue dan duduk bersila dengan tangan yang menggenggam kakinya.

"Gue gak pernah ketemu mereka lagi, jadi gue rasa gue gak perlu takut lagi karena gue gak akan pernah ketemu mereka lagi. Tapi tiba-tiba aja mereka muncul di mimpi gue dan bilang kalo gue gak bisa lari lagi dari mereka. Gue...takut, tubuh gue bergetar, nafas gue gak beraturan, gue mau pergi. Gue gak mau ketemu mereka yan... Gue takut"

"Kalo gitu temuin" ucapan Zayan ngebuat gue menatapnya tak percaya.

"Apa maksud lo? Kan gue bilang gue gak mau ketemu mereka lagi. Kenapa lo malah nyuruh gue nemuin mereka?"

"Emangnya mau sampai kapan lo lari? Kalo alasan lo gak bisa maju karena rasa trauma lo kepada mereka, maka lo harus ngehadapin mereka buat naklukin rasa takut lo. Iyakan? Dengan begitu lo baru bisa maju" jawaban Zayan membuat gue tertegun.

Zayan benar... Tapi, semuanya gak semudah seperti yang dia bilang. Trauma gue ke ketiga setan itu gak sesederhana itu, selain karena mereka yang udah nyiksa gue, mereka juga yang udah...bunuh gue. Gimana gue bisa berhadapan dengan orang yang udah membunuh gue? Gue beruntung karena kali ini gue bisa balik ke masa lalu, tapi gimana kalo nanti gue mati lagi? Semuanya bakal selesai...

"Lo mikirin apa sih? Kalo lo setakut itu, lo bisa ajak gue, Sean, sama Lyankan? Kalo kami bertiga gak cukup, lo bisa bawa Hellura buat balas mereka. Sebenarnya apa yang lo takutin Kel? Mereka juga sama aja anak SMP kayak kita" Ujar Zayan lagi membuat seluruh pikiran buruk gue buyar.

Mereka sama aja anak SMP kayak kita... Ucapan Zayan satu ini membuat gue benar-benar terdiam. Zayan benar, saat ini trio iblis itu juga masih SMP mungkin aja mereka belum sejahat dulu. Dan kalo mau balas dendam maka ini saatnya. Saat di mana mereka masih sangat lemah, ini timing yang bagus untuk menghancurkan mereka. Dan juga sekarang gue punya Sean dan Lyan di sisi gue...ini pasti berhasil.

Gue bisa membalas Elang, Rangga dan Erpan. Gue bisa balas dendam.

"Lo bener yan...tapi masalahnya gue gak tau mereka di mana sekarang"

"Eeh? Yaudah gak masalah, kalo emang takdir pasti ketemu ntar" cengir Zayan.

"Gue harap sih nggak"

"Lo pengecut ya..." desis Zayan mendelik pada gue.

Gue memicing tak suka "Gue merasa terhina banget dengar kata itu dari orang kayak lo" balas gue mendesis membuat Zayan menyengir.

"Btw lo ngapain di sini?" Tanya gue mengalihkan pembicaraan.

"Jenguk lo, udah dua hari lo gak sadar. Oh iya! Gue harus panggil bang Rahel!" Zayan langsung berdiri dan berlari keluar dari kamar gue.

"BANG! RAKEL UDAH SADAR!!!" Teriak Zayan menggelegar.

Gue hanya bisa menghela nafas akan tingkah Zayan, dan sedikit kaget juga. Jadi udah dua hari gue gak sadar? Aneh, perasaan waktu ngelihat masa depan Lizea gue cuma pingsan beberapa jam doang. Tapi kenapa Lyan butuh waktu lama banget?

Apa karena gue melihat masa lalu dan masa depan secara bersamaan? Hmm...mungkin aja sih tapi gimana keadaan Lyan sekarang ya?

ah sudahlah. Sekarang yang harus gue pikirin adalah gimana caranya ngehadapin Rahel. Tu orang pasti nanti banyak bacot banget. Hah...mikirinnya aja kepala gue sakit lagi.

***

Kini di sebuah gang sempit di dekat sebuah sekolah ternama terlihat seorang siswi berseragam Bratamasta berjalan sendiri memasuki gang itu.

"Hey boy's" sapanya kepada Tiga orang yang kini tengah merokok dengan salah satunya yang menduduki seorang pria berkacamata dengan seragam yang telah lusuh.

"Dasar jalang sialan, lama banget lo" maki salah satu dari mereka dengan ekspresi yang di buat sangar.

"Berisik jelek! Elang aja gak marah, iyakan Lang?" Bela mengedip-ngedipkan matanya pada pria yang menduduki pria lainnya tadi.

Pria itu...Elang, hanya tersenyum miring dan mengangguk sembari mengisap rokoknya.

"Kampret lo tuh yang jelek!"

"Erpan jangan berisik, masih untung Bela ke sini. Jadi lo udah ada yang gue suruh?" Tanya Elang pada Bela masih dengan senyum miringnya.

Bela tersipu malu dan mendekati Elang, lalu memberikan selembar foto pada anak itu.

"Ini, namanya Kanaya Azzura. Kamu ada urusan apa dengan Kanaya?" Ujar Bela di selingi pertanyaan.

Elang menggeleng pelan "Cuma urusan biasa kok, jangan cemburu" ujar Elang menarik tangan Bela lalu mencium punggung tangannya membuat Bela tersipu malu.

"Kamu bisa aja tapi...dia gak papa?" Tanya Bela melirik anak yang di duduki Elang dengan tatapan sedikit iba.

"Gak papa kok, dan kalopun kenapa-kenapa itu malah tambah seru" ujar Elang menarik pinggang Bela dan membiat gadis itu duduk di pangkuannya membuat tubuh anak yang di dudukinya semakin bergetar ia tak kuat namun jika ia ambruk sekarang ia akan di siksa lebih oleh Elang 'ia harus bertahan' itulah yang tertanam di pikirannya sekarang.

Elang memberikan foto yang di berikan Bela tadi ke Rangga membuat Erpan mendekat ke Rangga untuk melihat target mereka selanjutnya.

Erpan bersiul "Imut juga, kalo ginikan gue jadi semangat" ujar Erpan di angguki oleh Rangga. Sedangkan Elang hanya tersenyum miring.

  

   Sedangkan di kediaman Brataraksa Sean lagi memberikan data-data siswa siswi yang berprestasi kepada ayahnya.

"Alya ini gak minta apapun?" Tanya Gallen menaikan satu alisnya menatap Sean.

Sean menggeleng pelan "Tapi dia lagi mikirin" jawab Sean.

Gallen mengangguk paham lalu mengambil biodata siswa lainnya.

"Kanaya Bianca Azzura... Pemenang olimpiade matematika. Dan dia mau bantuan untuk pengobatan neneknya ya" gumam Gallen membaca biodata seorang gadis di tangannya, cukup lama Gallen membacanya dan membandingkannya dengan kertas yang lain. Setelah cukup lama menimbang Gallen mengangguk.

"Sean, kamu urus yang satu ini dulu. Ikut dia untuk melihat kondisi neneknya besok, setelah itu kamu pertimbangkan sendiri. Apa dia memang layak di bantu atau tidak" Perintah Galen memberikan biodata siswi itu kepada Sean.

Sean menatap kertas itu dan langsung terfokus pada foto yang terpajang di sana, foto itu menunjukan seorang gadis berkacamata dengan rambut yang di kepang dua.

"Oke. Kalo gitu Sean mau pergi dulu" izin Sean.

"Menemui temanmu itu?"

"Hm, dua hari ini dia sakit dan Sean gak sempat jenguk karena kelas tambahan. Jadi Sean akan ke rumahnya hari ini"

"Baiklah"

Sean membungkuk untuk pamit lalu melangkah keluar dari ruang kerja ayahnya dan bersiap untuk pergi ke rumah Rakel, saat Sean usai berganti pakaian dan hendak pergi kertas yang di berikan sang ayah tadi jatuh ke lantai dari atas kasurnya membuat Sean mau tak mau mengambilnya.

Sean kembali memandangi foto gadis itu.

"Kanaya Azzura...? Gue baru tau ada ni cewek di Bratamasta" gumam Sean sembari meletakan kertas itu di atas meja belajarnya dan pergi begitu saja untuk kerumah Rakel.

To Be Continued...


HOLAAAAA!!! Guys, aku up lagiiii

Hiks, sebentar lagi penerimaan raport guys aku stres mikirin hasilnya hiks. Tapi aku harap hasilnya sesuai dengan usaha aku selama ini. Eh kok aku malah curhat sih, Yaudah guys enjoy reading ya. Semoga kalian suka dengan chap ini. Sorry for typo guys!

Dont forget vote and comment.

See youuu






  

Continue Reading

You'll Also Like

143K 9.9K 52
Cerita belum direvisi jadi jika ada kata yang tidak dimengerti, terdapat typo, mohon dimaafkan. Saya usahakan untuk merevisi bagain awal awal part ya...
41.9K 7K 27
cerita suka-suka yang penting cerita wkwk
2.4K 302 56
Firmi bukanlah murid biasa. Tak ada yang tahu siapa dia, bahkan dirinya sendiri pun tak tahu. Namun, kedatangannya ke Sma Bukit Cahaya membawa badai...
45.2K 3.8K 34
Zee seorang anak ke 4 dari 5 bersaudara, ia dibenci oleh tiga kakaknya karena kesalahan pahaman, tetapi berbeda dengan adiknya, adiknya percaya kalau...