‧͙⁺˚*・༓☾RELLAWAY☽༓・*˚⁺‧͙
Namanya Alya Faryokta atau biasa gue panggil 'Ayak', Alya adalah cewek yang suka ama gue sekaligus cewek yang gue suka. Tapi sayangnya walau saling suka hubungan kami gak berakhir baik, itu semua karena gengsi gue yang ketinggian gue selalu nolak perasaan gue untuk Alya hingga akhirnya tanpa sadar gue nyakitin dia. Gue terlalu di butakan sama harga diri dan terlalu haus dengan kekuasaan tanpa mau menggubris teriakan, tangisan, serta rintihan minta tolong yang selalu Alya berikan. Gue bego, gue pikir dengan diam menonton dan pura-pura gak tau gak akan ngerugiin siapapun baik Alya maupun gue tapi kenyataannya gue salah.
Tanggal 1 agustus 2019, Alya Faryokta di nyatakan meninggal setelah melakukan tindakan bunuh diri, di duga gadis cantik ini mengidap depresi akut setelah berulang kali mendapati pembullyan dari teman sekolahnya dan pelecehan seksual.
Begitu kata media yang menggali dan mengorek kasus kematian Alya.
Alya tiada itu karena salah gue, karena gue terlalu abai dan menganggap sepele akan hal yang di alami Alya. Semua... Salah gue. Karena itu di kehidupan kedua ini gue mau mempertanggung jawabkan semua kesalahan gue dulu, dan membuat semuanya bahagia.
"Ayak... " Panggil gue sambil menahan tangan Alya yang baru akan pergi untuk mengembalikan peralatan dan bahan yang ia gunakan untuk ngobatin gue.
Eskpresi Alya tampak kaget, mungkin karena ini pertama kalinya gue manggil nama dia setelah sekian lama.
"I-iya kenapa?" Gagap Alya dengan pipi yang bersemu merah. Gue memandangi wajah putih yang di hiasi rona merah itu lamat-lamat, Alya itu definisi luar dalam cantik dan gobloknya dulu gue nolak perasaan gue buat dia. Tapi sesuai dengan niat gue, gue gak akan ngebuat penyesalan lagi karena itu sekarang...
"Gue... Suka sama lo, gue janji bakal ngelindungi lo apapun yang terjadi" Akhirnya gue bisa mengatakan apa yang gak bisa gue bilang ke Alya dulu, gue janji sama diri gue sendiri di kehidupan ini gak akan ada lagi penyesalan.
***
"Sakit... " Lirih gue sambil mengelus-elus pipi kiri gue yang lebam. Tadi, abis gue ngungkapin perasaam gue ke Alya, gue pikir gue bakal liat gadis itu tersipu malu atau pura-pura gak denger dengan muka yang merah padam, tapi kenyataannya gue malah di tabok ama Alya dan setelah dia nampar gue dia langsung lari ninggalin gue hingga sekarang gue belum ada ketemu lagi dengan Alya. Jadi sebenarnya dia suka apa benci sih ama gue?
"Cewek saltingnya brutal banget" Sungut gue geleng-geleng akan tingkah Alya. Sekarang udah jam pulang sekolah dan sekarang gue lagi jalan buat balik kerumah.
Bugh! Bugh! Bugh!
"Ampun.. Sakit... Sakit... "
"Sujud lagi, sampe kepala lo nyentuh kaki gue, baru gue ampunin"
Langkah gue terhenti mendengar rintihan kesakitan di sebuah gang yang letaknya tak jauh dari sekolah gue. Dengan berbekal rasa penasaran gue mendekati gang itu dan mengintip apa yang tengah terjadi. Dan pemandangan miris tersaji di depan mata gue, sekitar 7 meter dari gue terdapat seorang pria yang sujud di kaki pria lainnya yang tengah tersenyum penuh kemenangan.
"Lyanhart?" Gumam gue memandangi blazzer yang di kenakan dua pria itu. Lyanhart itu sekolah gue dulu, sekolah elite yang merupakan mimpi semua orang namun setelah masuk ke sana sekolah itu akan menjadi mimpi buruk. Lyanhart adalah sekolahnya para kriminal yang berkedok sekolah rujukan. Rata-rata siswa-siswinya yah di luar seperti anak baik-baik tapi kalau di dalam semuanya kayak iblis. Berpatok pada kekuatan dan kekuasaan bagi siapa yang tidak punya kekuatan atau kekuasaan maka siap-siap di jadikan budak, seperti itulah Lyanharth.
Tangan gue terkepal kuat, ternyata tu sekolah udah sampah dari lama yaa... Gue marah, tapi sayangnya gue gak bisa berbuat apapun dengan kondisi begini, gimana gue bisa nyelamatin orang lain? Muka gue aja udah babak belur begini, yang ada gue mati nanti.
"Ampun... Ampun.... Sakit" Rintih pria itu.
Sial, gue gak bisa ada di sini, ngeliat tu orang ngebuat dada gue sesak, gue harus pergi-
"Jilat sepatu gue" Gue yang udah mau balik badan langsung berhenti mendengar perintah sarkas itu.
"Argh, lepasin gue!"
"Mau di lepasin? Jilat dulu sepatu gue"
"Cium kaki gue, itung itung amal ibadah lo buat ke akhirat nanti"
Kilas balik kehidupan gue dulu tiba-tiba aja muncul di benak gue membuat amarah yang sedari tadi gue tahan langsung meledak.
"Bangsat!" Teriak gue sambil melempar tas gue ke tu orang dan tepat sasaran tas gue kena kemukanya, dia limbung akibat serangan tiba-tiba gue, ini kesempatan!
"Bang! Lari!" Suruh gue dan orang yang sujud tadi langsung gelagapan untuk melarikan diri, setelah orang itu kabur akal sehat gue kembali. Anjing, gue ngapain tadi?! Kalo begini ceritanya maka gue yang bakal jadi sasaran berikutnya, gue harus lari!
"Bocah brengsek! -Grep!" Telat, kerah baju gue lebih dulu di cengkrannya.
Tatapan nyalang penuh amarah tersirat di matanya, mati gue.
"Bosan hidup? Sini gue cabut nyawa lo" Usai mengatakan sederet kalimat mengerikan itu, badan gue melayang dan menghantam tembok dengan sangat amat kuat
"Akh!" Ringis gue kesakitan rasanya sakit banget anjing! Gak sampai di situ cowok tadi meninju perut gue di tempat yang sama yang di tinju Sean tadi pagi. "ugh!" Cairan tubuh gue keluar dari mulut, namun sayangnya tu cowok tetap gak berhenti mukul gue di tempat yang sama. Rasanya kesadaran gue mulai hilang, pandangan gue buram, dan organ dalam gue rasanya kayak hancur, sakit...
Kaki gue melemas, tubuh gue mau ambruk tapi tu cowok nahan kedua bahu gue.
Bugh! Krek!
"Akh!!" Kerongkongan gue terasa kecekik saat lututnya menghantan kuat dada gue sampai mengeluarkan suara patah di bagian tulang rusuk gue. Gue langsung terkapar saat tangannya tak lagi menahan bahu gue.
Seketika ucapan gue beberapa waktu lalu sayup-sayup berbisik di telinga gue 'Gue janji bakal ngelindungi lo apapun yang terjadi'. Ngelindungi? Cih, sekarang aja gue udah mau ketemu lagi sama maut, ngelindungi apanya? Padahal baru aja gue nyusun rencana untuk merubah masa depan, tapi sekarang gue malah sekarat, fuck! Gue bakal mati lagi...
Samar-samar gue mendengar suara derum motor, apa gue halu ya? Ada yang mau nyelamatin gue, kah? Gak, gak mungkin, gue gak boleh bergantung sama orang lain! Gue harus bangkit sendiri, gue gak boleh mati di sini! Kesempatan yang datang gak boleh gue sia-siain lagi!
Dengan susah payah gue mencoba untuk berdiri "Ssshhh" Ringis gue menahan rasa sakit di seluruh tubuh gue, rasanya badan gue remuk. Tapi ini gak sebanding sama sakit di hati gue selama ini.
"Pecundang... " Ucap gue susah payah dengan tubuh bergetar, gue berhasil berdiri walau tak setegap seharusnya karena sakit di perut dan dada gue.
"Apa lo bilang?! " Emosinya tersulut kembali.
Dengan mata redup-redup gue membalas tatapan nyalangnya, gue tersenyum remeh "Pecundang. Bisanya nyakitin orang yang lebih lemah sama bocah SMP, pfthahaha, emang yah murid Lyanhart itu... Pe.cun.dang." Ejek gue meremehkan di akhiri dengan penekanan di setiap kata yang gue ucapkan dan acungan jari tengah.
Suara gigi yang bergemeletuk terdengar, sorot matanya terlihat berapi-api mendengar ucapan gue. Gue rasa gue bener-bener udah ngusik singa yang lagi tidur.
BRAKH!
Sebuah bangku kayu yang ada di sana sejetika hancur di tendang cowok itu, ia lalu mengambil salah satu balok kayu itu. Kayaknya ini bener-bener ajal gue, tapi setidaknya kali ini gue gak akan mati dengan malu-maluin. Kedua kepalan tangan gue, gue angkat hingga sejajar dengan wajah gue.
"Hah! Lo pikir lo bisa ngelawan dengan tubuh ancur begitu? "
"Bacot, maju lo pecundang!" Tantang gue ngebuat tawa remehnya langsung sirna.
"Brengsek!? Mati lo! " Kepalan tangan gue semakin gue eratkan saat cowok itu berlari ke arah gue sambil mengayunkan balok kayu yang di tangannya tepat ke arah kepala gue.
"ARRRRRGGGHHH!!! " Gue berteriak keras-keras, dan saat balok kayu itu beberapa senti lagi mengenai kepala gue, gue membiarkan tubuh gue ambruk ke tanah sehingga balok kayu itu hanya dapat memukul udara.
"Pfftthh, lemah" Ledek gue.
"Bangsat lo!" Ia kembali mengayunkan kayu itu, dan kali ini gue tau gue gak bisa ngelak. Gue tersenyum menyambut maut, seenggaknya kali ini gue merasa bangga ama diri gue. Cuma... 'maaf Rahel, maaf Alya, gue pergi duluan' batin gue memejamkan mata bersiap akan rasa sakit yang akan datang.
"Kok bisa Lyanhart nerima sampah masuk ke dalamnya?" Suara lain menghentikan pergerakan cowok tadi katu yang terayun tadi berhenti tepat di sebelah wajah gue, mata gue juga langsung terbuka. Gue dan cowok tadi kompak menoleh ke sumber suara itu, di sana terdapat seorang cowok yang bersender di motornya dengan tangan yang menyilang di dadanya.
Jadi bener yang gue denger tadi, ada yang datang.
"Dafa?!" Gue kembali natap cowok di hadapan gue, Dafa? Rasanya namanya familiar.
"A-apa maksud lo hah?!" Tanya dia tampak ketakutan, gue bingung.
"Ngelawan bocah SMP aja pakek senjata, apa lagi kalo bukan sampah! " Ejek cowok bernama Dafa itu, mendekatkan diri dengan kami berdua "Cara yang bener itu begini" Wajah tengil Dafa langsung berubah datar dan entah bagaimana tiba-tiba aja dia sudah berada di depan cowok tadi dan tanpa basa basi Dafa menarik leher cowok itu dan membenturkan kepalanya ke lututnya.
Krek!
Suara ranting terinjak terdengar keras, apa-apaan tuh?! Apa tengkoraknya retak?! Gila!
Brukh
Badan cowok itu langsung ambruk dan kesadarannya hilang, sedangkan si Dafa menepuk-nepuk tangannya satu sama lain dengan santai.
"Lemah banget, gitu aja langsung tepar" Dumelanya.
Gue berjengit kaget waktu dia berbalik ke arah gue, mata yang terasa sedingin es itu menelisik gue dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Katanya lo itu anak manja yang mentalnya backingan suka jual nama abang sendiri. Tapi dari yang gue liat tadi nyali lo gede juga sama kek abang lo" Abang? Ni orang kenal sama Rahel?
Dafa berjongkok di depan gue dengan senyum misterius yang ngebuat gue waswas, jangan bilang ni orang gay? Senyumnya mencurigakan.
"Hmm, bulu mata lo lentik amat kek cewek. Rahel punya adek yang menarik ya... " Ujarnya mengamati gue, gue menyeret tubuh gue mundur menjauhi pria aneh itu, gue gak tau dia siapa tapi gue yakin dia bahaya. Gue melirik pria yang terbaring di belakangnya lalu kembali lagi natap dia takut-takut.
Melihat tingkah gue Dafa tertawa geli "Lo takut ama gue? Tenang aja gue gak akan ngelukai lo kok walau sebenarnya gue sempet mikir buat bunuh lo karena gosip yang beredar, tapi pas ketemu gue yakin lo bukan hambatan buat Rahel. Oke kita kenalan dulu, Nama gue Dafa, Dafa Algionard wakil ketua dari Hellura" Tubuh gue mendadak membeku sejarang sekarang gue inget.
Dafa... Dia itu sahabat sekaligus orang terpercaya abang gue dan orang yang di amanahin Rahel buat jaga gue tapi setelah Rahel mati dia menghilang.
Di kehidupan dulu gue gak pernah ketemu dia, padahal dulu gue selalu nyari-nyari dia, tapi siapa sangka di kehidupan ini dia sendiri yang datang ke gue.
"Hm? Padahal gue udah ngenalin diri tapi kenapa lo makin tegang? Gue gak akan nyakitin lo jangan tak-" Dafa mencoba menyentuh gue tapi dengan cepat tangannya gue tepis.
"Gue gak takut! Walaupun lo ada niat buat nyakitin gue, gue tetap gak takut sama lo!" Dafa terdiam memandangi tangannya yang gue tepis.
"Terus kenapa lo tegang?"
"Bukan urusan lo!" Ketus gue mencoba berdiri susah payah dengan tangan kanan yang menyangga perut gue yang masih terasa sakit dan hal itu tak luput dari pandangan Dafa.
"Lo masih bisa berdiri? Bukannya rusuk lo patah?" Tanya Dafa melirik gue yang kesulitan mengambil tas gue yang tergeletak di tanah setelah berhasil gue langsung menggendong tas gue di bahu kiri.
"Yang patah rusuk gue bukan kaki gue"
"Pffth!" Gue mengernyit heran, napa dia ketawa? "Lo menarik banget yah, tapi walau lo bersihkeras bilang gakpapa lo tetap harus di bawa kerumah sakit. Cedera lo lumayan serius" Dia berhenti tertawa sambil berdiri kembali.
"Gak perlu, gue gakpapa- ugh!" Gue terdiam memandangi cairan kental bewarna merah yang menetes ke tanah usai gue terbatuk, tangan gue beralih menyentuh bibir gue dan saat gue ngelihat telapak tangan gue, jemari gue udah di lumuri darah. Pandangan gue kembali memburam, sial! Gue pasti luka dalam.
"Jadi? Itu yang lo bilang gakpapa?" Sindir Dafa dengan satu alis terangkat.
Gue berdecak dengan tatapan tajam ke arahnya lalu menggenggam tali tas gue sembari membenarkan posisinya yang sedikit merosot di bahu kiri gue.
"Jangan sok peduli, gue tau lo benci ama gue" Sarkas gue waktu ngelewatin dafa sambil ngelap bibir gue dengan menggunakan punggung tangan kiri gue. Dan gue tau sampai gue pergi dari sana mata Dafa tak lepas dari gue. Anjing tuh cowok buat merinding aja.
***
Di basecamp Hellura kini anggota-anggotanya tengah sibuk berdiskusi untuk menyusun rencana penyerangan untuk tawuran yang akan terjadi esok hari. Di saat tengah berdiskusi seorang pria berambut coklat datang yang menghentikan perbincangan mereka.
"Lo telat" Ucap Rahel dan Dafa hanya bersikap bodo amat dengan mengedikkan bahunya.
"Lo masih di sini? Gue kira lo udah balik" Ujar Dafa duduk di samping Rahel. Dafa melirik Rahel yang tak mengindahkan ucapannya dan hanya memandang datar dirinya seolah menunggu alasan atas keterlambatannya "gue tadi ketemu adik lo, makanya telat" Lanjutnya beralasan.
Rahel melotot "Lo apain adek gue?!" Tanya Rahel mencengkram kerah jaket Dafa.
"Wow wow santai! Lo jangan marah-marah harusnya lo berterima kasih ama gue. Gue nyelamatin nyawa adek lo"
"Omong kosong, nyelamatin? Lo tuh orang yang paling mungkin ngelukai rakel"
"Lo gak percaya? Adek lo gak ada gitu nelpon lo sambil nangis-nangis 'Rahel rusuk gue patah, Dafa nyelamatin gue' gak ada?"
Mendengar ucapan Dafa Rahel terdiam dengan ekspresi kaget yang amat kentara "Rusuk Rakel patah?!"
"Iya, tadi dia di gebukin anak SMA" Jawab Dafa santai.
"What the fuck?!"
TO BE CONTINUED...