117. Tidak Ada Jalan untuk Menyelamatkannya

623 108 141
                                    

Sudah tiga kali Jiang Cheng harus berjalan bolak-balik dari kamar Lan XiChen dan sumber mata air yang berada di belakang kediaman pria itu. Peluh membasahi dahi serta pakaiannya, yang sebenarnya membuat Jiang Cheng mengernyit karena lukanya yang telah separuh kering kini dibasahi oleh keringat.

Kain-kain bekas menyeka luka Lan XiChen yang terbuka kini juga telah ternoda oleh darah dan menumpuk di sisi ranjang. Dihadapan Jiang Cheng terdapat sebaskom air bersih, ia baru saja menggantinya, tangan kasar Jiang Cheng memeras ringan kain putih dan meletakkannya di dahi Lan XiChen. Gerakannya canggung, tapi dipenuhi oleh ketulusan tanpa akhir. Gerakan tangannya memang terlihat amatir, tetapi Jiang Cheng mencurahkan seluruh kasih sayangnya.

Jiang Cheng, "Bagaimana....keadaan....bagaimana keadaanmu sekarang?" Tanyanya gugup, bahkan Jiang Cheng tidak kuasa untuk menatap sepasang mata Lan XiChen yang memerah itu.

Meski waktu telah cukup lama berlalu sejak ia mendengar Lan XiChen menggumamkan nama Jin Guangyao dalam tidurnya, Jiang Cheng masih merasakan sisa-sisa dari perasaan tidak nyaman itu. Membuatnya mengerutkan alis dalam dan menegangkan otot di sekitar lehernya.

Lan XiChen tidak bisa tidak melihatnya, walaupun dia tidak tahu apa yang telah membuat kucingnya begitu marah, Lan XiChen memaksakan tenaganya yang sangat lemah saat ini untuk menggapai punggung tangan Jiang Cheng. Tentu saja selain merasa terkejut Jiang Cheng juga merasakan perasaan takut, Jiang Cheng yang diperlakukan seperti ini kembali mengingat tentang pesan berisikan penolakan Lan XiChen kepadanya hari itu, terekam di dalam token Pemimpin Sekte yang kini berada di dasar kolam teratai Sekte Jiang.

Jiang Cheng sungguh ingin menarik tangannya menjauh dari Lan XiChen, toh sekarang pria itu sedang sekarat dan tidak punya kekuatan untuk memaksanya. Akan tetapi Jiang Cheng juga enggan, terlalu enggan hingga tubuhnya hanya bisa membeku di atas ranjang yang sama dengan Lan XiChen.

"Lan XiChen..." Desis Jiang Cheng dengan suaranya yang bergetar. Namun tidak terdengar jawaban apapun dari sisi Lan XiChen, Jiang Cheng akhirnya memberanikan diri untuk kembali menatap wajah tampan orang yang ia kasihi, meskipun kini kecantikan surgawi itu dinodai oleh ekspresi lesu dan bibir pucat, tidak ada yang bisa menghalangi kehangatan yang terpancar dari sepasang mata yang pernah...yang pernah secermelang bintang di langit.

Ketika mata mereka bertemu, keduanya seolah diserap kedalam keheningan yang dalam. Apakah itu kesedihan atau kebahagiaan, apakah itu suka atau duka, apakah itu cinta atau penyesalan....tidak ada yang bisa mengartikannya. Tidak ada seorangpun yang bisa mengerti arti sesungguhnya dari isi hati dua orang yang sama-sama patah hati ini.

Karena pada kenyataannya, perasaan mereka tidak serumit itu. Apa yang ingin mereka katakan pada satu sama lain....tidaklah sesulit itu. Namun, hal itu hanya bisa dibisikkan dalam senyap di dalam hati masing-masing, 'Aku merindukanmu' betapa sederhananya.

Terlepas dari mereka telah terluka sampai mau mati rasanya, persetan dengan semua kesulitan dan kehilangan yang telah mereka lalui. Baik Jiang Cheng maupun Lan XiChen hanya bisa bersyukur pada surga atas pertemuan ini, karena akhirnya mereka mengakhiri derita kerinduan di dalam hati.

Jiang Cheng adalah pribadi yang keras kepala, dan itu tak akan pernah berubah sampai kapanpun. Jadi, bahkan jika ia benar-benar ingin mengatakan betapa ia mengasihi Lan XiChen serta menempatkannya di posisi tak tergantikan di hidupnya, Jiang Cheng tidak akan bisa.

Namun, tidak untuk Lan XiChen. Dengan tangannya yang menggenggam lemah tangan Jiang Cheng, akhirnya kebahagiaan untuk pertama kalinya merasuki relung dada Lan XiChen. "...Wanyin..."

Suara serak itu membuat Jiang Cheng tertegun, lantas ia mendengung lemah, "Mn."

"Wanyin..."

Our Secret Affair 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang