Part 90 - Sembilan Bulan

10.3K 1.3K 1.3K
                                    


            Mauren menyapa Star dan Scarlett sembari menunjukkan makanan yang disusun di atas baki. Kedua bayi kembarnya merespon semangat, mereka mengoceh dan menggoyang-goyangkan badan.

Waktunya bayi-bayi itu makan, Mauren sangat senang melihat mereka tumbuh dengan baik. Anak-anak sangat rusuh tiap kali makan. Memukul-mukul wadah dengan sendok, menumpahkan makanan, dan kalau Mauren mengambil alih menyuapi mereka, kedua bayi itu akan mengoceh sampai teriak. Mereka juga suka menyemburkan makanan dari mulut, saling mengganggu satu sama lain dan lain sebagainya.

Mauren memasang celemek di leher masing-masing. Belajar dari pengalaman si kembar yang sudah menumpahkan makanan, Mauren mengganti wadah bahan silicon yang bisa menempel. Anak-anak tidak bisa melepar sembarang wadah itu lagi, tetapi isinya tetap berceceran kemana-mana.

"Mau apa, sayang?" Tanya Mauren gemas. Mengecup mereka satu persatu.

"Mamam... mamam."

"Mam... mam... aaaaa..."

"Daddy... dad, dad, dad."

"Dat, dat, dat, dat, dat."

Mereka mengulurkan kedua tangan ingin menggapai makanan. Mauren terkekeh dan meletakkan di meja masing-masing. Setiap kali makan, mereka duduk di kursi set agar tetap di tempat.

"Scarlett suka, sayang?"

"Oh, oh..." Scarlett mengangguk dan menunjuk sendok.

"Star?"

"Mamam, mamaaaaammm..." Star tidak sabaran.

Mauren memberikan masing-masing sendok. Mengajari mereka setiap hari cara makan yang benar. Star sudah melempar duluan sendoknya, dia mengambil makanan menggunakan tangan dan membuka mulut lebar-lebar.

Mauren mengambil sendok yang jatuh dan memasukkan ke dalam wadah berisi air. Dia membiarkan Star makan menggunakan tangan. Scarlett pun akan menyusul sebentar lagi kalau sudah bosan menggunakan sendok.

"Mba Tria, tolong bukain pintu."

Mauren memanggil pengasuh yang sedang beres-beres di kamar bayi. Mauren menoleh sekali lagi pada pintu lalu tersenyum pada bayi-bayinya sambil mengelus kepala mereka. Membersihkan makanan yang menempel di tubuh kedua bayi itu.

"Baik, bu."

Tria gadis berumur dua puluh tiga tahun yang baru pulang kampung tadi pagi setelah beberapa bulan bekerja mengasuh anak-anak Mauren. Dia baru bangun setelah perjalanan cukup panjang.

Tria sangat sopan dan pendiam. Memiliki majikan seperti Mauren adalah impiannya sejak terjun profesi pengasuh. Tria tidak dilimpahkan tanggungjawab secara keseluruhan mengasuh anak-anak.

Tria hanya bantu-bantu kalau Mauren kewalahan. Setiap malam, anak-anak tidur dengan Mauren. Kalau bayi-bayi menangis, Tria datang menenangkan salah satu.

Setiap akhir pekan, kadang Tria bingung hendak melakukan apa lagi. Anak-anak full time dengan Alex. Mereka tidak rewel, malah tidak mau berpisah dari Daddy. Tria mengajak mereka bermain pun kadang ditolak.

"Ibu, ada tamu yang mencari ibu."

Tria memanggil Mauren yang sedang sibuk bersama anak-anak. Wanita itu menoleh dan wajahnya tiba-tiba berubah datar.

"Silahkan, bu." Tria mempersilahkan tamu tersebut duduk di sofa. Setelah itu, Tria pamit ke belakang karena pekerjaannya belum beres merapikan kamar.

Mauren mengalihkan pandangannya pada anak-anak. Perasaan wanita itu bercampur aduk sampai menyapa tamunya tidak bisa.

"Saya boleh duduk?"

Jantung Mauren berdentam kencang. Dia menoleh lagi dan memandang wanita paruh baya itu masih berdiri di tempat.

"Ya, silahkan." Cicit Mauren pelan.

Wanita itu adalah Rose. Secara hukum adalah ibu mertuanya. Tetapi, Mauren tidak pernah memikirkannya sejauh itu. Ruangan itu mendadak suram, Rose duduk di sofa seberang Mauren. Memperhatikan kedua bayi nakal itu sedang makan dan bermain. Mereka tidak mengerti apa-apa. Mauren tersenyum tipis pada ocehan anak-anaknya.

"Silakan diminum, bu."

Semua tamu yang datang ke rumah Mauren, diberikan jamuan hangat. Termasuk Rose yang dianggap seorang pelanggan oleh Tria. Tria menyuguhkan teh dan satu potong kue buatan Mauren.

Tria pergi lagi, menyadari adanya rasa canggung di antara Mauren dan Rose. Tria belum pernah menemukan situasi tersebut kecuali Alex datang. Mauren menjadi pendiam, mengabaikan kedatangan suaminya.

"Daddy... daddy..." Scarlett mengoceh semangat sambil memukul-mukul sendok pada wadah makanan. "Daddy... daddy, dad, dad, dad."

"Aaaaakkkhhh..., mam, maaaaaammmmm..." Star ikut mengoceh. "Heeeemmm, mammam, mam, mam, mam."

Mereka seakan mengadakan konser dan sesekali tergelak. Memilin makanan di telapak tangan dan mengangkat tinggi-tinggi. Tidak lupa bergerak acak, menendang-nendang udara dan posisi kayang yang ditahan sandaran kursi.

Mauren yang biasanya tergelak senang, kadang menyahuti ocehan mereka sehingga rumah mereka makin ramai. Tetapi, kali ini Mauren diam saja. Dia juga tidak mempersilahkan Rose minum sebagai basa-basi.

Wanita itu bingung. Dia menunggu makian apalagi yang akan Rose lontarkan untuknya. Mauren sangat cemas dan takut kalau Rose mengamuk di depan bayi-bayinya yang polos. Rose tidak pernah bisa mengontrol amarahnya pada Mauren.

"Aaaaa... dad..., daddy..."

Mauren menyeka wajah bayi-bayinya dari makanan yang menempel. Star dan Scarlett mengoceh makin menjadi-jadi. Setiap hari tidak pernah lupa memanggil daddy, baik itu baru bangun atau hendak tidur.

Mauren tidak pernah mengajari mereka untuk melupakan Alex. Alex menyayangi kedua bayinya, setiap datang pasti menghabiskan waktu bersama-sama. Lelaki itu mengambil alih untuk mengasuh Star dan Scarlett.

"Mereka umur berapa?"

Mauren menghentikan tangannya mengambil makanan yang menyangkut di rambut Scarlett. Jantungnya kembali berdentam kencang. Antara percaya dan tidak, Rose bertanya dengan suara pelan tanpa nada sinis yang selama ini dia lontarkan.

"Sembilan bulan." Jawab Mauren pelan, berusaha mengatur intonasi suaranya.

Rose kembali diam, memandang kedua bayi itu seksama. Mereka sangat aktif dan berisik. Dia cukup kaget dengan bayi-bayi bertubuh gempil itu memanggil Alex dengan semangat.


***

Jakarta, 11.11.21


Gimana gimana?

Rose datang ke rumah Mauren?

Mau ngapain?

Ribut?


Yuk, spam komen.


Besok kita update lagi!

EMPTY [18+]Where stories live. Discover now