Part 8 - Warning!

56.6K 2.3K 127
                                    

            "Mauren Widjaja."

Mauren menarik nafas dalam-dalam sebelum memasuki ruangan yang baru saja memanggil namanya. Dengan blouse warna broken white dipadu rok sepan sepanjang lutut yang dikenakannya untuk menghadiri sesi wawancara.

Sepatu pentofelnya mengetuk-ngetuk lantai dan menyapa lima orang di depannya yang bertugas menginterview. Mauren tersenyum lalu duduk setelah dipersilahkan. Mereka tampak masih sibuk mencoret-coret kertas di depan masing-masing.

"Silahkan, Mauren Widjaja." Kata seorang wanita berumur kisaran empat puluh limat tahun.

Mauren menarik nafas dalam-dalam kemudian memperkenalkan diri. Menyebut keahlian dan pencapaiannya selama ini. Juri tampak manggut-manggut, menikmati proses perkenalan Mauren.

Mauren tidak bisa berharap langsung diterima. Saingannya sangat banyak, mereka juga masih muda-muda. Tidak seperti dirinya yang hampir mencapai kepala tiga.

"Kamu belum menikah?" Tanya salah satu juri.

"Belum."

"Kapan?"

Mauren terdiam,belum ada rencana lagi kapan pernikahannya dengan Andreas diselenggarakan. Mauren memaksa senyum di wajahnya dan mengatakan dengan sejujurnya. Sang juri kembali manggut-manggut dan memberikan pertanyaan lain.

Mauren mengatasinya dengan baik, para juri tampak puas dengannya. Mauren berpengalaman, pernah memiliki bisnis bersama bersama tunangannya.

"Baik, kami akan menghubungi kamu."

Mauren belum tentu diterima, dia mengangguk sopan dan undur diri. Suara lantang kembali menggema memanggil calon karyawan lain. Mauren menghela nafas kasar begitu sampai luar.

Mauren memutuskan pulang lebih awal dari biasanya. Seluruh tenaga Mauren terkuras habis. Selama beberapa minggu mencari pekerjaan tidak satu perusahaan pun yang menerimanya.

Sedangkan Andreas, lelaki itu mendapatkan pekerjaan beberapa hari yang lalu. Tetapi tempatnya cukup jauh. Mereka berunding cukup lama, karena pekerjaan Andreas cukup berat. Mengharuskan sering dinas keluar dengan salary tidak main-main.

Andreas dan Mauren sepakat menerima tawaran pekerjaan itu. Mereka membutuhkan banyak uang untuk bayar hutang dan merintis bisnis selanjutnya.

Andreas tidak bisa mengantar Mauren inverview, kemarin malam lelaki itu sudah mulai dinas ke luar kota. Andreas mengatakan sekalian survey tempat, Mauren mendukung dengan senyum tulus.

Mauren menghirup udara rakus begitu keluar dari gedung. Dia berjalan di trotoar menuju stasiun MRT, jaraknya lumayan dekat. Mauren sudah biasa jalan kaki selama kuliah, membuat tubuhnya sehat dan mengurangi polusi udara.

Mauren istirahat sebentar di halte busway, srdang berpikir untuk memutuskan menggunakan angkutan yang mana. Kaki Mauren keran, tidak kuat naik turun tangga lagi. Sedangkan pemberhentian halte busway lebih jauh dari apartemennya.

"Mauren." Mauren nyaris tersedak saat minum sambil melirik orang yang memaggil namanya.

Seorang lelaki berdiri di depannya deangan wajah mengernyit. Mauren menyimpan botol air minumnya ke dalam tas dan kembali mendongak.

"Kamu ngapain di sini?"

"Bukan urusan kamu."

"Saya nanya."

"Kita udah sepakat, kan?" Mauren tiba-tiba kesal. "Kamu kita bertemu, anggap seperti orang lain."

Alex terdiam, memandang Mauren tajam. "Kamu melamar pekerjaan?"

Mauren tidak menjawab. Dia mengalihkan pandangannya lalu berdiri, melegos pergi ke stasiun. Mauren memutuskan dalam sekejab, karena lelaki itu tidak mungkin mengikutinya.

Rupanya Mauren salah, Alex menarik lengannya sehingga langkahnya berhenti. "Saya antar pulang."

"Terima kasih." Mauren memaska senyum di wajahnya. "MRT sudah datang."

"Mauren."

"Lepas."

Alex tidak menghiraukannya, memaksa Mauren ikut dengannya. Mendorong punggung Mauren memasuki Chrysler 300 putih yang terparkir sembarangan di pinggir jalan.

"Alex!" Mauren meninggikan suaranya.

Mobil itu melaju cepat, Mauren mendengkus dan membuang pandangannya ke luar jendela mobil.

Tidk ada suara di antara mereka setelah itu. Mauren dan Alex duduk berdampingan di jok belakang. Sedangkan di depan mereka seorang supir bekerja dengan professional. Mereka berhenti di sebuah restoran, Mauren mengerutkan dahi.

"Saya mau pulang." Kata Mauren mengingatkan.

Alex tidak mengeluarkan suara, menarik kembali Mauren dari mobil dan memaksanya duduk di dalam restoran. Alex memesan makanan, Mauren tidak lagi berontak karena sudah lelah. Dia hanya ingin segera pulang dan istirahat.

Mereka kembali diam cukup lama. Alex memandang tajam sedangkan Mauren mengalihkan pandangannya. Mereka terusik dengan kedatangan pegawai restoran menyajikan makanan di meja.

"Makan, Mauren!" Titah Alex karena Mauren tidak menyentuh makanannya.

"Seharusnya kamu nggak memaksa orang lain dengan keinginan kamu sendiri!" Kata Mauren rendah.

"Kenapa? Saya cuma ngajak kamu makan."

"Bukan maksa!" Mauren menjawab cepat dengan nafas mulai terengah-engah.

Alex terkekeh, sulit sekali menggapai Mauren. Wanita itu menunjukkan segudang kebencian sejak pertemuan mereka. "Bukan maksa." Alex mengangkat bahu.

"Saya nggak akan tinggal diam kalau kamu ikut campur!" Jelas Mauren menusuk.

"Ikut campur apanya?" Alex tidak mengerti.

"Please, kita udah nggak ada hubungan lagi. Saya udah punya tunangan. Saya nggak mau kamu ikut campur dengan hidupku!"

Alex tidak menyangka jika Mauren menuduh Alex sembarangan. Pancaran mata Mauren menunjukkan kebencian yang mendalam.

"Saya nggak tahu apa yang kamu rencanakan sekarang! Yang pasti, kamu deketin Andreas pasti punya maksud lain! Kamu pura-pura jadi mentor, jadi temen! Kamu...," Nafas Mauren tersenggal-senggal. "Jangan pernah muncul lagi dihadapan kami!"

"Kamu nuduh saya?"

"Saya tahu kamu! Kamu licik!" Teriak Mauren marah.


***

Jakarta, 28 Februari 2021


Semoga tuduhan Mauren nggak bener.

Kasian juga Alex dituduh yang nggak-nggak begitu :(

Dia udah baik lho ngajak makan

Tau kalo Mauren capek dan belum makan :)

Belum dapet kerja juga, masih pengangguran :(



Ada yang masih nunggu update besok?

Yuk, ramein kolom komentarnya!


Btw, follow ig :

- ila_dira

- iLaDira69

- Orenwidjaja

- _Alexandervito

EMPTY [18+]Where stories live. Discover now