Part 2 - Ganendra Vito Alexander

42.7K 2.8K 174
                                    

Mauren melangkah cepat menuju stasiun MRT agar tidak ketinggalan. Beruntungnya Mauren tinggal dekat dengan stasiun, sehingga tidak perlu naik taksi atau ojek online. Tarif angkutan umum tentu saja lebih murah berkali-kali lipat, dengan begitu Mauren bisa hemat lebih banyak.

Sampai saat ini, Mauren sangat sibuk mencari investor membantu Andreas. Mereka bekerja sama mati-matin untuk membangun bisnis lagi. Mauren sampai merelakan apa yang dia kumpulkan selama ini untuk tambah-tambahan dana.

Sebetulnya, Mauren sudah mendapatkan salah satu investor yang bersedia menyuntikkan dana tidak sedikit pada usaha mereka. Tapi, Mauren belum memutuskan untuk melanjutkan kerja sama tersebut.

"Hai, udah dimana sekarang?" Senyum Mauren tersungging tipis. Dia berdiri di dalam MRT yang sedang berjalan. Tiba-tiba pesan suara dari Andreas datang menghangatkan perasaan Mauren. "Jangan lupa sarapan dan makan siang. Aku udah mau take off, maaf ya nggak bisa anter kamu. Nanti aku kabarin kalau udah landing. Bye, I love you."

Mauren kembali tersenyum memandang foto yang dikirimkan oleh Andreas melalui Whatsapp. Bukti jika lelaki itu akan terbang sebentar lagi. Andreas memang sering keluar negeri untuk survey tempat.

Mauren menyimpan ponselnya ketika voice annoucher MRT berkumandang, menginfokan tempat transit selanjutnya. Mauren bersiap-siap untuk keluar dan setengah berlari menaiki anak tangga.

Dia menarik nafas dalam-dalam. Mauren harus terbiasa dengan kehidupannya yang sekarang. Berdesak-desakan di kendaraan umum, berjalan cepat hingga lari dan keringat membanjiri tubuhnya.

Tujuannya adalah sebuah perusahaan bonafit yang menjadi incaran semua orang untuk berbisnis, beberapa hari yang lalu bersedia menjadi investornya. Mauren menarik nafas dalam-dalam sekali lagi sebelum memasuki gedung itu. Keringat yang membanjiri pelipisnya dilap dengan sapu tangan, tidak ada lagi tissue karena benda itu membuatnya boros.

Mauren seperti ikan terdampar yang menemukan lautan ketika berada di dalam gedung. Air conditioner berhembus lembut ke seluruh tubuhnya. Rasanya lega sekali, dia berjalan menuju receptionist dan mendapatkan kartu access yang ditukar dengan kartu identitasnya karena Mauren adalah tamu. Dengan sedikit buru-buru, wanita itu menempelkan kartu pada gerbang pengunjung lalu memasuki lift bersamaan dengan beberapa karyawan yang bekerja di sana.

Sesampainya di lantai tujuannya, Mauren menunjukkan access tadi dan menyebutkan tujuannya. Rupanya Mauren harus menunggu beberapa saat di ruangan itu.

Dengan senyum tipis, Mauren menurut dan duduk di sofa tamu. Dia meremas kedua tangannya sampai memutih. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang, Mauren sudah menyiapkan diri. Tapi, dia tidak bisa mengendalikan jantungnya.

"Ibu Mauren Widjaja, silahkan masuk."

Mauren sontak berdiri begitu wanita tadi memanggilnya. Mauren tersenyum dan mengucapkan terima kasih sebelum memasuki ruangan itu. Mauren kembali menutup ruangan itu dan berjalan menuju meja yang sedang dihuni oleh seseorang.

"Silahkan duduk." Suara berat itu menunjukkan kursi kosong di depannya.

Tidak ada suara di antara mereka, Mauren duduk tenang di kursinya. Sedangkan lelaki bersuara berat itu menilai dengan mata tajamnya.

"Perusahaan kamu butuh suntikan dana dari investor, benar begitu Oren?" Lelaki itu beralih pada proposal yang diajukan oleh Mauren beberapa minggu lalu.

"Maaf, nama saya Mauren Widjaja. Anda bisa panggil saya Mauren." Sela Mauren memperbaiki dengan tegas.

Mereka kembali hening cukup lama. Mauren memandang lelaki itu berani sedangkan lelaki itu menikkan salah satu alisnya. Dia kemudian terkekeh geli, menanggapi tidak serius.

EMPTY [18+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang