Chapter 13 Bagian 3 "Schutzengel"

356 70 1
                                    

*Putar lagu di atas untuk tema part ini.

POV Lodewijk

Dua hari sudah berlalu, setelah negosiasi panjang akhirnya geng motor Jalan Darah bersedia untuk melakukan pekerjaan kotor yang kami pinta dengan bayaran yang tinggi tentunya tapi entah bagaimana Mevrouw Sofia selalu punya dana yang tersedia untuk membayar jumlah yang mereka pinta. Aku pernah menanyakannya perihal dari mana dia punya uang sebanyak itu, dia bilang dia banyak memiliki saham dari perusahaan bonafide dan sudah diajarkan berinvestasi sejak dini. Yah wajar untuk orang seperti dia tapi aku terkadang khawatir mengenai keadaan finansialnya karena, sekaya apapun seseorang jika harus mengeluarkan dana besar secara terus menerus pasti akan habis juga. Yah sudahlah, aku berharap semoga dia masih punya dana yang cukup untuk keperluan lainnya.

Setelah negosiasi, lingkungan di sekitar rumah Mevrouw Sofia lebih sering dipenuhi oleh pejalan kaki yang berlalu lalang. Mereka ini sebenarnya adalah anggota geng motor yang menyamar yang diberi tugas untuk mengawasi area sekitar sekiranya ada gerak-gerik mencurigakan dari unit polisi khusus maupun intelijen dan karena keberadaan mereka yang ditugaskan pula untuk mengawasiku, pada akhirnya aku diizinkan untuk keluar dari kediamannya sementara untuk melakukan urusanku.

Aku mengendarai mobilku menuju tempat tukang cukur terdekat karena rambutku sudah terlalu panjang, aku ingin merapihkannya. Aku sebenarnya tidak ingin memotong rambutku tapi panjang rambutku sudah cukup mengganggu.

Mobil yang kukendarai akhirnya sampai di tempat cukur, mobil aku parkir pararel lalu aku keluar dari mobilku, menguncinya dan berjalan menuju pintu masuk, membuka pintunya dan melihat sosok orang tua yang sedang mencukur rambut salah seorang pelanggan. Aku duduk di kursi tunggu, menunggunya selesai mencukur rambut pelanggan yang sedang ia cukur.

Setelah ia selesai dengan pelanggan sebelumnya, kini giliranku. Ia memakaikanku handuk di leher belakangku kemudian memasang kain penutup cukur rambut menutupi tubuhku, ia bertanya.

"Rapihin aja, sep?" tanyanya.

"Muhun, mang." Jawabku padanya.

Ia mulai mencukur rambutku sampai rambutku terlihat rapih dan klimis. Saat ia selesai, aku melihat gaya rambutku sekarang lebih mirip dengan gaya rambut Ludwig. Melihat bayanganku di cermin yang mirip dengannya membuatku tertegun dan merasakan suram. Aku menarik nafas dalam-dalam dan menganggukan kepalaku padanya, memberitahunya bahwa aku sudah puas dengan hasil pekerjaannya.

Ia membuka kain penutup cukur rambut dari tubuhku, mengibaskannya dan melepas handuk kecil yang dililitkan di belakang leherku, mengibaskannya di leherku lalu mengusap wajahku dengan Handuk wajah yang telah dibasuh dengan air hangat.

Aku berdiri setelah dia selesai melakukannya lalu memberinya sejumlah uang sesuai dengan harga yang berlaku. Ia menatapku sejenak lalu memberikan senyumannya dan berkata.

"Abi kira teh anjeun geus pindah imahna (Saya kira kamu udah pindah rumah.)" ujarnya.

"Henteu Mang, masih didieu kok. (Nggak Pak, masih di sini kok.)" Jawabku

"Abi jarang nempo kembaran anjeun, dia di mana ayeuna dumukna? (Saya jarang liat kembaran mu ke sini, dia di mana sekarang tinggalnya?)"

"Dia udah meninggal Mang." Seketika raut wajahnya berubah menjadi tercengang kemudian ia meminta maaf.

"Hapunten. (Maaf.)"

"Ah, gak apa-apa, dia meninggal khusnul khotimah kok, alhamdulillaah." ujarku padanya.

"Alhamdulillaah." ujarnya turut senang mendengarnya.

"Yaudah Mang, abi ijin pamit eunya, assalamualaikum." ujarku padamya memberikan salam.

Antara Darah Dan Hati 2 Dream RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang