Chapter 12 bagian 3 "Bantuan"

281 69 0
                                    

*Putar lagu di atas buat tema part ini, lagu backsound buat film De Oost

POV Muhamed

Lelah, kantuk, kecewa bercampur menjadi amarah yang sedang membara di dalam diriku sekarang. Pria paruh baya bermuka dua sialan itu rupanya musuh dalam selimut yang menjadi duri dalam daging kubu kami, aku memang bukan tipe pemarah dan suka dengan kekerasan tapi aku benar-benar ingin memukul wajahnya sampai hidungnya patah dan gigi-giginya lepas dari rahangnya atau memukul urat nadi di lehernya berkali-kali supaya ia tersiksa karena sesak bernapas.

Baru saja aku harus berhadapan dengan kematianku yang rasanya sangat dekat ketika aku mengemudikan mobil Kak Lodewijk untuk menjadi umpan agar para unit polisi itu teralihkan perhatiannya supaya Ilya bisa memusnahkan malware yang menginfeksi gawai nya, sekarang aku harus mencoba untuk menghindari kematian lagi.

Aku tahu seharusnya aku tidak seharusnya mengeluh tapi semua hal ini adalah baru bagiku. Aku kira kehidupan seorang mata-mata, agen rahasia, detektif atau penegak hukum lainnya merupakan suatu hal yang keren tapi dunia nyata bukanlah sebuah film yang naskahnya dapat dibaca dan dapat diketahui akhirnya. Dunia beserta segala kisah makhluk yang ada di dalamnya sudah dibuat naskahnya oleh Allah dan hanya Dia yang mengetahui bagaimana akhirnya.

Karim, bagaimana kau dan bangsamu dapat bertahan dari penjajahan dan penindasan, berjuang menghadapi ini semua agar kalian terbebas dari segala hal mengerikkan tersebut? Bagaimana bangsamu dapat terus berharap bahwa kebebasan akan datang walau harus menunggu beratus-ratus tahun? Ah, entahlah. Aku tidak pernah merasakan penjajahan. Ya, negara asal orang tua ku memang pernah dilanda perang tapi setidaknya negara asal mereka tidak pernah dijajah dan malah makmur di bawah kekuasaan Usmani sedangkan di sini? Pertolongan Usmani hanya sedikit yang datang dan pribumi di sini harus melawan ancaman yang mengitari mereka sembari berharap pada Tuhan bahwa kebebasan akan datang pada mereka. Dikepung musuh, sendirian, tak ada bantuan. Jika aku pikir lagi, nyatanya kata inlander adalah sebuah kata yang hebat.

Aku yakin perjuangan para pahlawan kepulauan Indonesia lebih berat daripada perjuanganku, jika mereka bisa melalui ini, menghindari semua kejaran musuh mereka demi tercapainya kebebasan maka aku harus bisa melakukannya. Aku tidak boleh lembek, sama seperti seorang Ernest Douwes Dekker, prinsip ku harus sama dengannya dalam keadaan seperti ini, ik ben indisch ik ben Indonesiër.

Aku terus memaksa kakiku untuk melangkahkan diri ku mengikuti mereka hingga akhirnya dari kejauhan, aku dapat melihat tanda pom bensin. Kami terus berjalan hingga kami sampai di pom bensin. Di depan pom bensin kami bertiga sedikit berbincang dan memutuskan untuk masuk ke dalam convenient store, membeli makanan dan minuman yang kami inginkan kemudian memakannya di tempat duduk dan meja yang disediakan dekat jendela yang menyatu dengan pintu masuk. Saat kami makan, Ilya masih mengutak-atik smartphone nya lalu ia memberi tahu kami sesuatu yang tidak mengenakkan.

"Kalian, berhenti makan. aku ngeliat dari cctv sekitar pom bensin kalau ada 3 sepeda motor menuju ke sini dan orang-orang yang ngemudiinnya pake jaket kulit hitam, celana hitam, pake helm. Kalau pengalaman kita sama, kalian masih inget gak unit polisi yang ngejar-ngejar kalian tadi pakaiannya gimana? Kalau iya, kita harus keluar dari sini." katanya selesai berbicara.

"Kita gak punya kendaraan, kita harus gimana lagi buat kabur?" tanyaku dengan nada panik.

"Di dalem sini ada 3 pegawai. Coba tanya salah satu dari mereka, barangkali ada yang punya kendaraan yang bisa dipake." jawab ilya.

Aku, Ilya dan Kak Lodewijk berpencar untuk menanyai masing-masing dari mereka. Aku pergi menuju pegawai yang berjaga di mesin kasir dan menanyai nya.

"Permisi kang, punten maaf ganggu, saya boleh minta bantuan?" pintaku.

"Iya, kenapa ya?" tanyanya.

"Akang tau orang rambut pirang itu siapa?" tanyaku.

"Dari mukanya pernah ngeliat." jawabnya dengan wajah menerka-nerka.

"Dia pengacara buat terdakwa yang namanya Karim, kasus asusila Putri Sofia kalau akang tau." jelasku padanya.

"Oh iya tau." ujarnya.

"Akang bakal percaya kalau sekarang kami lagi dikejar sama unit polisi rahasia yang berusaha ngebungkam kami? Saya gak punya banyak waktu buat ngejelasin Kang, Akang gak percaya gak apa-apa tapi kalau kami gak segera pergi dari sini, nyawa Akang juga bakal jadi taruhannya." kataku padanya dengan memberikan penjelasan singkat.

Saat aku selesai berbicara dua pegawai lainnya menghampiri ku bersama Kak Lodewijk dan Ilya. Mereka bertiga berdiskusi sejenak dan tanpa pikir panjang, mereka bertiga segera mematikan lampu convenient store, mengubah tanda buka menjadi tutup di pintu masuk dan membawa kami ke belakang toko kemudian salah satu dari mereka berkata.

"Saya gak bisa bantu kalian soalnya kendaraan saya sepeda motor tapi mungkin mereka berdua bisa." ujarnya kemudian salah satu dari kedua orang tersebut berbicara.

"Kami berdua sodaraan dan kami punya mobil yang diparkir itu, kalau kalian mau kalian bisa pinjem." ujarnya sambil menunjuk pada mobil yang terparkir di depan toko.

"Iya Kang, gak apa-apa, makasih, bensin nya cukup kan?" tanyaku.

"Cukup kayaknya kalau buat nyetir biasa tapi kalau buat ngebut harus di isi dulu." jawabnya.

"Mana kuncinya Kang?" tanya Kak Lodewijk lalu menyerahkan kuncinya padaku.

"Kamu yang nyetir lagi, tolong." pintanya, aku mengangguk.

Kami bertiga bergegas keluar dari convenient store, kemudian aku membuka mobil, memasukinya, menyalakan mesinnya, memundurkan mobil dan mengemudikannya ke dekat mesin pompa bensin lalu Kak Lodewijk duduk di sebelahku sedangkan Ilya duduk di belakang.

Salah satu karyawan convenient store membantu kami mengisi tangki gas kemudian kami membayar bensin dengan uang digital. Aku langsung menginjak pedal gas dan mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi keluar dari pom bensin.

Saat kami baru beberapa kilometer berada di jalan raya, ketiga sepeda motor itu berpapasan melewati kami. Jantungku berdebar dengan kencangnya berharap bahwa ketiga pengemudi motor tersebut tidak mengetahui bahwa orang yang mereka incar berada di dalam mobil ini.

Menunggu mereka melewati mobil ini sampai kaca spion mobil ini tidak dapat memperlihatkan keberadaan mereka serasa sangat menyiksa bagiku tapi sepertinya takdir melunakkan dirinya untuk kami sehingga kami selamat dari kejaran mereka, alhamdulillaah.

================================

*Trivia

Yang Muhamed bilang "Ik ben indisch ik ben Indonesiër." Itu slogannya Ernest Douwes Dekker/Danudirja Setiabudi

" Itu slogannya Ernest Douwes Dekker/Danudirja Setiabudi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Link sumber cerita: https://www.google.com/amp/s/nasional.okezone.com/amp/2017/02/09/337/1613771/douwes-dekker-jurnalistik-jadi-wajah-menyebarkan-gagasan-perjuangan-bangsa

Antara Darah Dan Hati 2 Dream RealityWhere stories live. Discover now